Pada tanggal 9 Dzulhijah tahun 11 H telah terjadi –menurut istilah M. Natsir- peristiwa “timbang terima” antara Rasul sebagai pembawa risalah dan para sahabat sebagai pengemban amanat risalah.
Peristiwa itu terjadi pada haji wada, sebagai tanda bahwa Rasulullah saw. telah selesai mengemban amanah risalah ilahiyyah dan selanjutnya para sahabatlah sebagai penerus estapeta perjuangan untuk menyampaikan risalah tersebut.
Allah SWT telah memposisikan kita, umat Islam sebagai umat dakwah, sebagai umat terbaik yang diturunkan di tengah-tengah pergaulan manusia, dengan sebuah catatan, jika kwalitas iman dan kwalitas dakwah kita juga baik.
Hal ini seperti diisyaratkan oleh Allah swt dalam firman-Nya :
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” ( QS.Ali Imran : 110)
Generasi pertama umat ini telah mendapat pujian dari Allah sebagai umat yang terbaik, mengapa? Karena mereka konsisten dengan gerakan dakwah mereka.
Imam Malik berkata :
لا يصلح أخر هذه الأمة الا ما أصلح أولها
“Tidaklah baik generasi terakhir umat ini, kecuali dengan apa yang membuat baik generasi awalnya”.
Sejarah panjang dan melelahkan telah dilalui oleh para mujahid dakwah untuk menjadikan umat sebagaimana yang dicita-citakan. Pertentangan antara haq dan bathil sebagaimana disebutkan oleh Yusuf Qardhawy merupakan sunnah tadaafu’sampai hari kiamat.
Para penentang dakwah, mereka akan senantiasa mengerahkan segenap upaya untuk menghalangi umat dari jalan-Nya.
Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. (Al Anfal: 36)
Jauh-jauh mula Muhammad Natsir telah mengingatkan bahwa ada tiga tantangan dakwah yang dihadapi umat Islam di Indonesia saat ini, yaitu pemurtadan, gerakan sekularisasi, dan gerakan nativisasi.
Pemurtadan telah dilakukan sekelompok orang-orang yang tidak senang terhadap kemajuan Islam dan mengajari umat Islam dengan sesuatu yang menyimpang. Gerakan ini umumnya dilakukan pada masyarakat yang ada pada garis kemiskinan.
Sedangkan, gerakan sekularisasi, biasa dilakukan dengan pemahaman keagamaan yang seolah-olah dilaksanakan oleh sebuah gerakan keagamaan. Gerakan ini umumnya dilakukan melalui gerakan pemikiran.
Dan, umat Islam, harus mencermati secara serius gerakan nativisasi (faham yang menolak (gagasan/ide/ inisiatif golongan lain yang pada saat ini diarahkan pada Islam) yang dirancang secara terorganisasi. Kegiatan ini biasanya melakukan koalisi dengan kelompok lain yang tidak senang pada Islam.
Shiddiq Amien menyatakan, tantangan dakwah yang dihadapi kita sekarang dan ke depan, bukan hanya TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat), tapi juga “ Sepilis “ ( Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme). Sebuah paham atau idiologi yang merelatifkan agama, Semua agama dinilai benar, bahkan agama seakan dinafikan.
Menurut kaum Liberalis semua penganut agama akan berdampingan di Surga. Sumanto Al-Qurthuby dalam bukunya “ Lobang Hitam Agama “2005) menyebutkan : “ Jika kelak di akhirat pertanyaan di atas diajukan kepada Tuhan, mungkin Dia hanya akan tersenyum simpul, sambil menunjukkan surganya yang maha luas, di sana ternyata telah menunggu banyak orang antara lain : Yesus, Muhammad, Sahabat Umar, Ghandi, Luther, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin, Baharudin Lopa dan Munir. “
Adian mengungkapkan, tantangan terberat saat ini adalah gerakan liberalisasi Islam. Gerakan ini didukung kekuatan-kekuatan global yang masih memendam sikap Islamofobia dengan menyebarkan paham pluralisme agama, kesetaraan gender, dan gerakan liberalisasi lainnya yang berusaha meruntuhkan fondasi Islam dengan mendangkalkan akidah Islam dan merombak tatanan keluarga dan sistem sosial Islam.
Itulah sekelumit ilustrasi betapa berat dan komplesnya tantangan dakwah. Sebagai sebuah Sunnatullah, yang harus kita antisipasi, kita sikapi dan hadapi dengan berbagai cara dan pendekatan yang ma’ruf, melalui berbagai media yang tersedia, melalui berbagai kegiatan kehidupan ( politik, ekonomi, sosial, pendidikan, seni dan budaya), dilakukan secara simultan, terorganisasi, dengan senantiasa memohon inayah dan rahmat serta hidayah Allah swt.
Akan tetapi kenyataan yang paling menyedihkan, yaitu terjadinya pengusiran di berbagai daerah terhadap para aktivis dakwah yang dilakukan oleh mereka yang mendakwakan diri sebagai orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Nabi saw pun telah mengingatkan kepada mereka.
“… dan barang siapa yang menyerang umatku dan membunuh orang yang baik dan pelaku dosa dan tidak menjauhi orang mukminnya dan tidak menepati janji orang yang memiliki janji maka ia bukan dari golonganku, dan barang siapa yang berperang dibawah bendera ketidak jelasan dan menyeru kepada kefanatikan atau marah karena fanatik kemudian terbunuh maka terbunuhnya adalah terbunuh secara jahiliyah.” (Sunan Nasa’i No. Hadist: 4045)
Keadaan ini jelas bukan hal yang menguntungkan bagi gerakan dakwah, tetapi akan menjadi saling menegasikan malah menjadi presedent buruk buat kondisi umat ke depan. Bahkan menjadi situasi dan kondisi yang sangat menguntungkan bagi gerakan-gerakan penentang dakwah.
Keadaan di atas harus segera disadari dan diatasi oleh semua yang mengklaim pengemban amanah dakwah Rasulullah saw. Upaya tashfif, meluruskan niat, merapatkan barisan, merumuskan tujuan bersama, di bawah satu komando merupakan conditio saint cuo non yang tidak dapat dihindari.
Tashfif gerakan dakwah tidaklah akan berhasil kecuali dengan berpegang teguh pada kitabulloh dan sunnah Rasul, dan kalaulah di tengah perjalanan dakwah terjadi perselisihan, Allah swt telah memberikan petunjuk dan arahan yaitu “Jika kalian berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya”
Arahan yang cukup jelas, bukan pengusiran antar aktivis dakwah yang Allah inginkan tetapi dialog, bermusyawarah di bawah naungan Al-Quran dan As Sunnah.
Perselisihan antar aktivis gerakan dakwah akan membuat kita ciut dan hilang kekuatan. Itu telah diingatkan oleh Allah swt. Dalam QS. Al-Anfal: 46.
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu”
Gerakan Dakwah harus pandai memilih dan memilah prioritas utama, Yusuf Qardhawi telah member arahan : “sesuatu yang tidak penting, tidak didahulukan atas sesuatu yang penting. Sesuatu yang penting tidak didahulukan atas sesuatu yang lebih penting. Sesuatu yang tidak kuat (marjuh) tidak didahulukan atas sesuatu yang kuat (rajih).
Dan sesuatu “yang biasa-biasa” saja tidak didahulukan atas sesuatu yang utama, atau yang paling utama. Sesuatu yang semestinya didahulukan harus didahulukan, dan yang semestinya diakhirkan harus diakhirkan. Sesuatu yang kecil tidak perlu dibesarkan, dan sesuatu yang penting tidak boleh diabaikan. Setiap perkara mesti diletakkan di tempatnya dengan seimbang dan lurus, tidak lebih dan tidak kurang.
Demikian, mudah-mudahan kita mengalami kebangkitan Islam, Aamien. Wallahu A’lamu bishowab.
***
Penulis: Deni Sholehuddin, M.Pd, Ketua Bidgar Pengembangan Dakwah dan Kajian Pemikiran Islam PP Persis