Akhir-akhir ini suhu politik di republik ini nampak naik. Suhu politik yang naik ini pun nampaknya membuat sebagian orang panik dan kemudian mengungkapkan pernyataan-pernyataan nyentrik.
Sebagai contoh, ketika sebagian ummat islam menyandarkan pilihan politik atas pemahaman keagamaannya, maka sontak sebagian orang memandang hal tersebut akan membuat konstitusi kita ternoda.
Aneh sungguh aneh, berkali-kali kita menyelenggarakan pemilu, pilpres dan pilkada, baru kali ini pernyataan semacam itu muncul. Lebih aneh lagi, sebagian dari mereka yang mengeluarkan pernyataan semacam itu adalah orang yang mengklaim faham tentang agama dan konstitusi negara.
Saya tak terlalu pintar dalam memahami konstitusi negara, tapi saya tahu persis bahwa kemerdekaan seseorang untuk menjatuhkan pilihan politiknya jelas dilindungi oleh konstitusi negara.
Perkara orang itu memilih atas dasar agama dan bukan, itu juga merupakan hak warga negara. Dalam sejarah demokrasi kita, kita pernah berjumpa dgn sebuah masa dikala orang memilih pemimpin karena soal rupa, kita pun pernah menyaksikan orang memilih hanya bersandar pada alasan sosok yang dipilihnya ternama. Alasan-alasan itu sesungguhnya lbh bisa kita kritik, tapi kenapa saat iti banyak orang yang diam dan mendiamkan?
Kini ketika sebagian orang hendak menggunakan sandaran agama dalam memilih, sontak segelintir orang buka suara. Padahal, bukankah agama, terutama agama islam itu agama yang tak memisahkan persoalan agama dan negara? Dan bukankah kita dianjurkan untuk memilih apapun dgn sandaran nilai-nilai kebajikan yang terdapat dalam agama kita? Di sisi lain bukankah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa pun masuk dalam dasar negara?
Kalau sekiranya memilih pemimpin itu tak boleh berlandaskan agama, lalu untuk apa ada Ketuhanan Yang Maha Esa? Hadirnya Ketuhanan Yang Maha Esa di posisi pertama Dasar Negara menunjukan bahwa Negara ini harus ber-Tuhan dan nilai-nilai Ketuhanan itu harus hadir dalam segala suasana kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam Pilkada!
Oleh sebab itu, kalau ada yang mengeluarkan pernyataan bahwa memilih pemimpin itu tak boleh bawa-bawa agama, maka saran saya persilahkanlah orang tersebut untuk membuka, membaca dan menelaah kembali Pancasila.
Menutup catatan kecil ini, izinkan saya ingatkan pada kamu-kamu yang akan memilih di 15 Februari nanti ... Kalau pilih imam dan pendamping dalam Rumah Tangga saja kamu diminta untuk perhatikan agamanya, maka apalagi ketika kamu akan memilih imam dan pelindung daerah atau negara. Ayo pilih pemimpin yang paling jujur, adil dan bertaqwa.
Salam.
TATAN AHMAD SANTANA
Penggiat Pendidikan Persis