Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdiri atas konsensus berdasarkan konstutusi, sehingga kita wajib menjaganya. Apalagi sejarah mencatat kemerdekaan bangsa Indonesia diperjuang oleh umat Islam.
Nilai Islam sejak awal telah hadir dalam UUD dan peraturan hidup bernegara. Jati diri bangsa kita adalah masyarakat beragama.
Oleh karena itu argumen yang menyebut, demi kebebasan dan pluralisme maka masyarakat Indonesia bebas untuk tidak beragama, patut dikhawatirkan karena hal itu justru bisa menimbulkan ketidakharmonisan.
Sama kelirunya dengan menyebut bahwa jangan bawa-bawa agama dalam kehidupan bernegara.
Mengambil ungkapan dari Prof. Maman Abdurrahman, Nilai Islam sejak awal menjadi dasar pancasila, untuk itu umat Islam mengajak umat yang lain agar berkontribusi terhadap pengayaan nilai keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semangat kerukunan dalam bingkai toleransi Bhineka Tunggal Ika jangan sampai merugikan keyakinan dan cara beribadah masing-masing umat beragama.
Dalam masalah teologi ibadah ritual tetap berlaku _lakum diinukum waliyadiin_. Masing-masing agama membiarkan umat agama lain melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya tanpa harus mengajak pemeluk agama lain untuk mengikuti tata cara ibadahnya.
Jangan sampai terjadi tasamuh yang tidak punya izzah. Saling berganti cara ibadah demi alasan toleransi, justru akan menimbulkan kebingungan diantara para pemeluknya.
Umat beragama harus menjaga identitas agamanya masing-masing. Sebab itu untuk menjaga kerukunan, toleransi tidak dilakukan dengan saling mempertukarkan identitas atau mencampuraduk ritual masing-masing agama.
Sebagai contoh mengucapkan salam dengan berbagai cara ibadah semua umat, umat non muslim memakai jilbab atau shalawatan dalam kegiatan ibadahnya dll-nya.
Upaya toleransi campur aduk seperti itu menimbulkan kebingungan, syak wasangka dan pada akhirnya mengancam kerukunan beragama, mengacam nilai bhineka tunggal ika itu sendiri.
Pemerintah yang telah terbentuk dari hasil pemilu harus diakui sepanjang pemilu tersebut dilaksanakan secara jujur, adil, bebas dan rahasia. Untuk itu penyelenggara pemilu dapat mengemban tanggung jawabnya secara jujur.
Pada akhirnya pemenang pemilu harus memiliki keberpihakan kepada rakyat. Intervensi asing menjadi faktor penting dalam menciptakan kerukunan bangsa. Bonus besar demografi muslim menjadi terganggu manakala ada keberpihakan pemerintah kepada kepentingan negara-negara anti Islam.
Untuk mewujudkan kerukunan beragama intra agama, maka umat Islam perlu lebih saling memahami, saling mengenal agar dapat menimbulkan kesiapan saling tolong dan puncaknya adalah pemberian jaminan keselamatan sesama muslim walau berbeda dalam hal _furuiyyah_.
Semangat kerukunan terhadap perbedaan yang menimbulkan penyimpangan perlu dihentikan dalam rangka pemahaman yang benar terhadap agama pada umatnya sendiri.
Tidak dipungkiri adanya fanatisme, fundamentalisme, sekulerisme, hedonisme serta pemikiran-pemikiran lain, menimbulkan keresahan di dalam kelompok-kelompok agama masing-masing.
***
Penulis: Dr. Taty Setiaty, M.Pd (Sekretaris Umum PP Persistri)