Oleh: Arta Abu Azzam
Allahyarham Al-Ustadz Muhammad Haqqi adalah guru bagi orang-orang Tenabang ( sebutan Tanah Abang, dari warga setempat). Kepadanya banyak masyarakat yang ada di Tenabang, berguru. Ustadz Haqqi tinggal di Gang Mess, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Rumahnya saat itu tak jauh dari mulut gang, terletak di sebelah kiri.
Di antara tokoh yang pernah belajar kepada beliau adalah Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas hafizhahullah. Kepadanya, Ustadz Yazid banyak berdiskusi dan belajar secara talaqqi. Atas wasilah Ustadz Haqqi pula, Ustadz Yazid belajar ke Pesantren Persis Bangil di bawah asuhan Ustadz Abdul Qadir Hassan, dan Pesantren Al-Ikhlas, Wuluhan, Jember, di bawah asuhan Ustadz Ammar Syarif. Kedua guru itu, juga guru dari Ustadz Haqqi.
Ustadz Haqqi sendiri pernah cerita kepada saya, meski ia dan Ustadz Yazid ada beberapa perbedaan pandangan, tapi hubungan keduanya sangat baik. Ustadz Yazid sering memberi hadiah, terutama buku-buku karyanya. Bahkan menurut keterangan anak dari Ustadz Haqqi, Ustadz Yazid pernah meminta beliau untuk memuraja'ah (mereview) dan meneliti hadits2 yang ada di buku karyanya.
Saat Ustadz Haqqi wafat, Ustadz Yazid Jawwas memimpin shalat jenazah dan ikut berjalan kaki mengantar ke pemakaman. Ia juga yang memberi maklumat kepada jamaah, jika gurunya itu ada hutang, maka jamaah bisa menghubungi dirinya. MasyaAllah.
Ada dua kesamaan antara guru dan murid ini: Sama-sama tekun belajar dan rajin menelaah (membaca). Ustadz Haqqi banyak menghabiskan malam untuk membaca kitab. Hampir semua kitab-kitab yang dimilikinya dipenuhi coretan catatan. Jika menurutnya ada kekeliruan atau butuh penjelasan lagi, ia beri catatan pinggir di kitab itu. Ini artinya, kitab-kitab tersebut benar-benar ia baca. Mungkin berbeda dengan kita, buku-buku yang kita miliki teradang mulus bersih karena tak pernah dibuka.
Saya pernah lihat beberapa kitab koleksi beliau yang dipenuhi coretan catatan-catatan. Termasuk Kitab Al-Muhalla karya Ibnu Hazm Al-Andalusi yang puluhan jilid, hampir setiap halaman ada coretan catatan beliau. Tak heran jika dalam pengajian, saat ada yang bertanya, biasanya beliau meminta tolong salah satu jamaah untuk mengambil kitab yang ada di perpustakaan masjid. "Tolong ambil kitab ini, juz ini, halaman ini..." Dan ternyata apa yang beliau sebutkan itu tepat. Meskipun beliau tidak menyebutkan, "sebelah kanan atas, bagian pinggir, urutan kedua dari bawah...."
Tak hanya kitab, bahkan ketika membaca koran pun beliau serius. Apa saja yang menurutnya penting, tulisan-tulisan di koran itu beliau tandai dengan stabilo. Terkadang yang penting itu digunting untuk dikliping atau ditempel di tembok. Tak heran jika di tembok dalam rumahnya banyak tempelan kliping koran.
Ustadz Haqqi dikenal sebagai ustadz kampung. Ia mengajar dari masjid ke masjid, dari rumah ke rumah, dan dari majelis taklim ke majelis taklim. Gaya mengajarnya santai, sering disertai candaan khas ala Betawi. Misalnya, jika ada jamaah yang ngeyel saat bertanya, beliau biasanya bilang sambil bercanda, "tolong sebutin dalil ente, dalil yg jelas ye, bukan dalil plintiran. Kalo mau maen pelintiran, ane juga bisa..."
Pernah juga ada jamaah yang bertanya, "ustadz, bagaimana caranya shalat di bulan?" Ustadz Haqqi menjawab, "pertanyaan ente kejauhan, coba aje dulu ente shalat di atas becak..."
Kalau masjid tempat mengajarnya jauh dari rumah, biasanya beliau membawa tas. Satu tas berisi kitab, satu lagi berisi bantal kecil yang ia gunakan untuk bermalam di masjid. Ustadz Haqqi mengajar Kitab Bulughul Maram min Adillatil Ahkam karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Selain seorang mua'allim dan ustadz yang dikenal tekun dalam menelaah, Ustadz Haqqi juga menguasai seni beladiri. Menurut keterangan para sesepuh di Tenabang, beliau menguasai Silat Sabeni, silat Rahmat (dua aliran silat khas Tenabang), dan kungfu.
Semoga Allah SWT merahmati beliau dan menjadikannya ahli surga. Aamiin. []