Jakarta, persis.or.id - Wakil Ketua Umum (Waketum) Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) Dr. KH. Jeje Zaenudin ikut menyikapi polemik pernikahan beda agama yang viral baru-baru ini.
Jeje mengatakan, sebenarnya masalah perkawinan beda agama secara hukum sudah jelas, sebagaimana sudah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan.
“Bahwa perkawinan yang sah dalam hukum Indonesia adalah perkawinan yang berdasarkan agama yang dianutnya,” kata Jeje dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/3/2022).
Selain itu, hal ini meniscayakan pernikahan antara laki-laki dan wanita yang seagama, dan kemudian harus tercatat.
“Jika dilaksanakan berdasarkan agama yang tidak dianutnya, atau tidak berdasarkan agama, perkawinan itu tidak dipandang sah secara hukum nasional maupun secara hukum Islam,” ujar Jeje.
Ia meminta, untuk tegaknya hukum dan dilaksanakannya secara disiplin oleh masyarakat, sepatutnya ada sanksi hukum yang tegas. Meskipun demikian, sepengetahuannya, memang belum ada pasal yang mengatur sanksi bagi para pelanggarnya.
“Jika pernikahan diajukan ke kantor Kantor Urusan Agama (KUA), yang terjadi hanya penolakan di (KUA) untuk menikahkan maupun mencatat pasangan calon pengantin yang berbeda agama,” tambah Jeje.
Ia berpandangan, selama ini hukumannya hanya secara moral dan administratif saja. Secara moral diserahkan kepada hukum agama masing-masing.
“Dimana dalam pandangan fikih Islam, diharamkan wanita muslim menikah dengan laki-laki musyrik maupun ahli Kitab, dan kaum laki-laki muslim diharamkan menikah dengan wanita musyrik,” paparnya.
Terakhir, lanjut Jeje, secara adminstratif perkawinan yang tidak sah tidak dapat saling mengeklaim harta warisan dan akta kelahiran anak.
Reporter: Henry L
Editor: Dhanyawan