Gerakan Dakwah Persis di Tengah Arus Ideologi Global

oleh Redaksi

20 Februari 2025 | 05:53

Photo by Andrea Piacquadio from Pexels: https://www.pexels.com/photo/person-with-toy-airplane-on-world-map-3769138/

Membaca Tantangan dan Memetakan Gerakan Dakwah 


Sudah menjadi sunatullah bahwa gerakan dakwah selalu dihadapkan dengan ujian, tantangan dan perintang. Sebagaimana Musthafa Masyhur menyatakan, “ujian yang menimpa para pendukung dakwah merupakan sunnatullah dalam urusan dakwah yang senantiasa datang silih berganti, bukan karena sebab-sebab kesalahan.” (Musthafa: 2017. 64)


Di dalam Alquran, Allah Swt. merekam berbagai kisah dakwah para Nabi yang dihadapkan dengan rupa-rupa tantangan dan rintangan. Misal, Nabi Nuh as yang harus berhadapan dengan kaumnya yang mendustakan dakwahnya (QS. Asy-Syu’ara: 105-122), Nabi Ibrahim as berhadapan dengan tiran raja Babilonia yang kejam, Nabi Luth as harus berhadapan dengan kaum sodom yang menentang dan mengintimidasi akan mengusirnya (QS. Asy-Syu’ara: 160-175), Nabi Musa as dengan segala kekhawatirannya menghadapi Firaun yang kelewat dzalim sampai mengaku Tuhan dan mengejarnya sampai menyeberang ke dasar laut (Q.S. Al-Qasas: 1-42), dan Nabi Muhammad Saw yang harus melalui berbagai perintang dari kafir Quraisy pada zamannya, mulai dari cacian sampai perlakuan fisik.


Maka dengan itu, meskipun zaman terus berubah dan berganti, para penentang dakwah akan senantiasa ada dengan karakter dan pemikiran khas masing-masing. Dalam konteks Indonesia sekalipun, tantangan dakwah umat Islam cukup kompleks dan semakin hari semakin besar gelombangnya. Ketika M. Natsir diwawancara oleh Kuntowijoyo dan kawan-kawannya, beliau menyatakan “bahwa ada sebuah proses engeenering (rekayasa) yang mengakibatkan peran, posisi, dan potensi umat Islam di Indonesia semakin minim. Proses ini memang dikerjakan secara amat halus dan amat shopisticated, sehingga sebagian besar umat dan sebagian pemimpinnya kurang menyadari...” sedangkan rekayasa sosial yang dimaksud oleh Natsir paling utama adalah gerakan Kristenisasi, Sekularisasi, dan Nativisasi. Semua hal tersebut merupakan tantangan dakwah yang mesti dihadapi oleh umat Islam. (Lihat. Arif Wibowo, dkk: hlm. 5-6) 


Sedangkan menurut Dr. Tiar Anwar dalam salah satu makalah dengan judul “Berdakwah di Tengah Terjangan Globalisasi Ideologi” menyampaikan setidaknya ada dua tantangan dakwah yang dihadapi oleh umat Islam, yaitu tantangan teknologi millenial dan tantangan ideologi global. (Tiar Anwar: 2020)


Adapun tantangan dakwah Persis secara spesifik, sebagaimana menurut Prof. Atif Latiful Hayat ketika memberi prolog tulisan kompilasi dalam buku “Persis di Era Millenium Kedua” (2020: 7) menyatakan setidaknya ada tujuh tantangan dakwah yang dihadapi Persis, di antaranya; Pertama, dinamika pemikiran Islam. Kedua, globalisasi dan transnasionalisasi pemikiran keislaman.


Berdasarkan pandangan tiga tokoh Persis di atas, tantangan dakwah hari ini dari eksternal salah satunya ialah ideologi global seperti Sekularisme. Bahkan Dr. Tiar menyatakan bahwa sekularisme merupakan perintang, musuh serius yang akan menghalangi manusia menerima ajaran Nabi Saw. Oleh sebab itu, kita harus menjadikan idelogi ini sebagai musuh, bukan malah diadopsi untuk menjadi bagian dari kehidupan umat Islam. (Tiar: 2020, hlm. 6)


Sampai saat ini, gerakan dakwah (personal atau kelompok) yang cukup aktif meng-counter gerakan ideologi global sejak terendus gelagatnya di Indonesia masih bisa tehitung. Tiar Anwar merekam jejak pertarungan pemikiran umat islam Indonesia melawan ideologi sekular-liberal melalui bukunya yaitu “Pertarungan Pemikiran Islam di Indonesia”, seperti HM. Rasyidi, FUI, MMI, MUI, INPAS, ITJ, INSISTS, dan yang lainnya.


Berdasarkan data sejarah di atas, dari gerakan dakwah yang sifatnya reaktif merespon dan meng-counter ideologi global nampaknya masih belum tercantum nama Persis secara organisasi dakwah, kendati ada beberapa kader Persis yang berafiliasi dengan kelompok-kelompok anti sekular-liberal seperti di atas, misalnya Dr. Tiar Anwar dan Dr. Malki yang berafiliasi di INSISTS. 


Maka hemat kami, sebagaimana Muktamar ke XV mengusung tema “Dinamisasi Jihad Jam’iyyah untuk Menghadapi Tantangan Dakwah”, maka di abad yang kedua seyogyanya Persis dengan spirit transformasi gerakan dakwah mulai melirik serius pada ruang dakwah yang lebih menantang dengan memasang badan atau bahkan ofensif meng-counter gerakan sekularisme-liberalisme di Indonesia. Sebab, jika melacak akar sejarahnya, Persis pada zaman A. Hasan, M. Natsir, dan Isa Anshari adalah organisasi yang reaktif meluluh-lantakkan argumentasi kelompok Ahmadiyah, Atheis, dan Komunisme.



Ideologi Global dan Peran Strategis Dewan Tafkir


Meskipun secara strukturasi jamiyyah, Persis memiliki lembaga fatwa Dewan Hisbah. Tetapi fungsinya sebagai dewan pertimbangan hukum syara atau polisi syariah dengan tugas untuk melakukan pengkajian hukum atas berbagai persoalan yang berkembang di bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik (Bandung; 2015, hlm. 35). Sehingga sependek pengetahuan kami sampai saat ini Dewan Hisbah sudah menghasilkan fatwa kebanyakannya dalam wilayah fiqih dan muamalah yang memang itu merupakan tugas pokoknya sebagai Lembaga fatwa syariah. Kendati ada juga fatwa-fatwa yang berkaitan dengan isu atau permasalahan aqidah. 


Selain Dewan Hisbah, Persis juga memiliki Dewan Tafkir sebagai salah satu dewan dalam jam’iyyah. Secara historis, kami belum menemukan data yang komprehensif membahas asal mula Dewan tafkir. Hanya saja, dalam salah satu karya Prof. Wildan, Dewan Tafkir ini asalnya bernama Majlis Tafkir. Dalam penuturan sejarawan muda Persis, Dr. Pepen Ifran, Dewan Tafkir didirikan kurang lebih tahun ’95-an pada masa kepemimpinan Allahu yarham Ustadz Latif Muchtar dengan tujuan awal sebagai salah satu wadah untuk menampung para ilmuan/akademisi Persis, sehingga di dalamnya berkumpul dan terhimpun para cendekiawan dan ilmuan kader-kader Persis. 


Adapun berkenaan dengan fungsi dan tugasnya, berdasarkan pasal 42 ayat 1-3 Qanun Dakhili, Dewan Tafkir berfungsi sebagai dewan peneliti dan pengkaji sekaligus bertugas meneliti dan mengkaji dalam bidang dakwah pendidikan, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Selain itu, Dewan Tafkir boleh membentuk dan membawahi pusat-pusat kajian sesuai kebutuhan.


Kemudian, pada bagian pedoman kerja QA-QD pasal 49 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa Dewan Tafkir memberikan pertimbangan tentang pemikiran keislaman dan sosial kemasyarakatan kepada Ketua Umum, dan bertindak sebagai lembaga pengkajian serta pengembangan teknologi, sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dakwah, dan bidang lainnya yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan, pengembangan, dan sikap jam’iyyah.


Dengan demikian, Dewan Tafkir sejatinya memiliki peran strategis dan penting untuk menjadi satu lembaga yang dapat menguatkan misi jihad jam’iyyah Persis dalam bidang dakwah, yaitu mengkaji, mengkritik, merespon, dan bahkan meng-counter ideologi-ideologi global seperti Sekularisme dan Liberalisme. Sebab mesti diakui bahwa gerakan dan pemikiran Sekular dan Liberal sudah mulai merangsek masuk ke wilayah ekonomi, Pendidikan, sosial, budaya, dan lainnya. Kesempatan ini tentu harus dan sangat penting untuk dipertimbangkan untuk kiprah dakwah di abad yang kedua. Persis kembali menjadi bagian penting dalam membentengi aqidah umat dari pemikiran nyeleneh dan harakah hadamah. Kendati, tidak boleh dinafikan juga bahwa Dewan Tafkir sampai saat ini sudah berusaha bekerja sesuai Job Desk-nya, misalnya merespon RUU Pesantren, dan mengusulkan terkait pasal baru tentang integrasi Pesantren dengan pendidikan Umum.[]



Daftar Bacaan


Arif Wibowo, dkk, 2020, Menjawab Sekularisasi, Kristenisasi, dan Nativisasi. Gazzamedia

Dewan Tafkir PP. Persis, 2020. Menuju Satu Abad Persatuan Islam. Bandung, Persis Pers

Dadan Wildan, 1997. Yang Da’i Yang Politikus. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

_________________, dkk, 2020, Persis di Era Millenium Kedua. 

Musthafa Masyhur, 2000. Fiqh Dakwah. Jakarta, Al-I’tishom

Shidiq Amien, dkk, 2005. Panduan Hidup Berjama’ah. 

Tiar Anwar, 2018. Pertarungan Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta, Al-Kautsar

______________, 2020. “Berdakwah di Tengah Terjangan Globalisasi Ideologi” 


BACA JUGA:

Peran Ayah dalam Mendidik Anak

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon