“MERDEKA SEJATI: Menjadi Hamba Allah, Bukan Hamba Dunia”
Cepi Hamdan Rafiq, S.Th.I., M.Pd. | Kabid. Pendidikan PP Pemuda Persis
Pendahuluan
Kemerdekaan merupakan salah satu anugerah terbesar yang dimiliki manusia dan bangsa. Bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus sebagai momentum lepas dari penjajahan kolonial. Namun, kemerdekaan sejati tidak hanya berarti bebas dari belenggu penjajahan fisik, melainkan juga bebas dari bentuk penjajahan yang lebih halus namun mematikan: syirik dan hawa nafsu.
Ibn Taymiyyah menegaskan:
العبودية لله هي حقيقة الحرية، فمن لم يتعبد له، كان عابدا لغيره
“Menjadi hamba Allah adalah kemerdekaan yang hakiki. Barangsiapa yang tidak menghamba kepada Allah, dia akan menjadi hamba kepada selain-Nya.” (Al-Majmu’ Al-Fatawa, 8: 306).
Dengan demikian, hakikat merdeka adalah ketika manusia menjadikan Allah satu-satunya tempat penghambaan, bukan yang lain.
Hakikat Kemerdekaan Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an menegaskan tujuan penciptaan manusia:
وَمَا خَلَقْتُ الِْْجنَّ وَالِْْانسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzāriyāt: 56).
Ayat ini menjelaskan bahwa hanya dengan penghambaan kepada Allah manusia benar-benar merdeka. Sebaliknya, mereka yang menyembah selain Allah, baik berhala, kekuasaan, maupun harta benda, sejatinya sedang hidup dalam perbudakan.
Allah juga berfirman:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّّخذَ إِلهه هَوَاه
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?” (QS. Al-Jāthiyah: 23).
Ayat ini menunjukkan bahwa mengikuti hawa nafsu secara mutlak adalah bentuk perbudakan modern: manusia mengaku merdeka tetapi hatinya dikendalikan oleh syahwat.
Hadis Nabi tentang Kemerdekaan Jiwa
Rasulullah صلى الله عليه وسلم menegaskan bentuk perbudakan dunia:
تَعِسَ عَبْدُ الدِِّينَارِ وَالدِِّرْهَمَ
“Celakalah hamba dinar dan dirham.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menyingkap bahwa orang yang terikat pada harta bukanlah merdeka, tetapi hamba dunia. Sementara itu, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نفَْسَهُ فِِي طَاعَةِ الله
“Pejuang sejati adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya untuk taat kepada Allah.” (HR. Ahmad).
Kemerdekaan sejati adalah kemenangan melawan hawa nafsu, bukan semata bebas dari penjajah luar.
Pendapat Ulama tentang Kemerdekaan
- Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa ada tiga pangkal perbudakan selain Allah: hati bergantung pada selain Allah, tunduk pada amarah, dan mengikuti syahwat. Lawan dari itu adalah tauhid, kesabaran, dan pengendalian diri.
- Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyatakan, orang yang tunduk pada hawa nafsunya ibarat budak yang dikendalikan tuannya, meski secara lahiriah ia bebas.
- Sayyid Qutb menegaskan dalam Fi Zhilal al-Qur’an bahwa tauhid adalah asas pembebasan manusia: tidak tunduk kepada sesama makhluk, hanya tunduk kepada Allah semata.
Dimensi Sosial Hakikat Kemerdekaan
Islam juga mengajarkan bahwa masyarakat merdeka adalah masyarakat yang berlandaskan keadilan dan persatuan.
• Keadilan: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Orang-orang yang adil di sisi Allah berada di atas mimbar dari cahaya...” (HR. Muslim).
• Persatuan: QS. Al-Hujurat: 13 menegaskan bahwa kemuliaan bukan pada ras atau bangsa, tetapi pada takwa.
• Amar ma’ruf nahi munkar: QS. Ali Imran: 110 menegaskan bahwa umat terbaik adalah yang berani menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran.
Maka, bangsa yang merdeka adalah bangsa yang berani menegakkan nilai kebenaran, keadilan, dan persatuan dalam bingkai iman.
Kesimpulan
Kemerdekaan sejati dalam Islam bukan sekadar kebebasan politik atau sosial, melainkan:
- Bebas dari syirik – hanya menyembah Allah, bukan selain-Nya.
- Bebas dari hawa nafsu – mengendalikan amarah, syahwat, dan keserakahan.
- Bebas dari penjajahan batil – menolak perbudakan dunia, sistem zalim, dan budaya yang menjerumuskan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Ibn Taymiyyah: “Barangsiapa tidak menghamba kepada Allah, maka ia akan menghamba kepada selain-Nya.”
Bangsa yang benar-benar merdeka adalah bangsa yang menegakkan tauhid, keadilan, dan akhlak Qur’ani.
BACA JUGA:Benarkah Kemerdekaan untuk Seluruh Rakyat Indonesia?