Sisi Lain Hamas: Kenapa Kita (Mesti) Peduli?

oleh Redaksi

18 Februari 2025 | 08:03

Photo by Efrem Efre from Pexels: https://www.pexels.com/photo/bw-19458164/

Oleh: Tiar Anwar Bachtiar

Ketua Bidang Tarbiyyah PP Persatuan Islam;



Tanggal 25 Januari 2006 adalah salah satu tanggal penting dalam sejarah politik Palestina. HAMAS (Harakah Muqâwamah Al-Islamiyyah) yang dicap teroris oleh Amerika memenangkan Pemilu yang dilangsungkan secara demokrasi. Yang menakjubkan, justru pada kali itu HAMAS baru mengikuti Pemilu Palestina yang sebelumnya pernah dilangsungkan tahun 1996 (dua kali) dan 2005 (sekali). Amerika (dan juga Israel) merasa bahwa kemenangan HAMAS adalah kesalahan dalam proses demokrasi di Palestina sehingga merasa harus menolak kemenangan Palestina. Sejak bulan Februari semenjak HAMAS menyusun pemerintahan di bawah PM Ismail Haniya Amerika dan Israel melakukan banyak tekanan kepada pemerintahan Palestina, antara lain: embargo ekonomi, menyetop bantuan luar negeri yang menjadi tulang punggung ekonomi Palestina, mengusulkan referendum untuk mengakui Israel, dan terakhir benar-benar melakukan pembantaian bersenjata. Semua itu dilakukan Amerika agar pemerintahan HAMAS jatuh dan kembali mendorong FATAH (partai pesaing HAMAS) yang sudah berada di bawah telunjuknya untuk memegang kendali Palestina. Dengan cara itu, agenda Amerika yang ingin merampas seluruh negeri Palestina melalui Israel dapat terlaksana dengan mulus.


Peristiwa terakhir yang mendapat kecaman internasional adalah penculikan aktivis-aktivis HAMAS, temasuk sembilan orang menteri, dan penyerangan fasilitas umum, kantor-kantor pemerintahan, dan penembakan terhadap rakyat-rakyat sipil. Alasannya hanya karena ada seorang kopral Israel yang disandera tentara HAMAS gara-gara berbuat onar di Gaza. Anehnya tindakan ini malah diamini oleh George W. Bush dari gedung putih. DK PBB yang biasanya lebih banyak diam soal Palestina pun kali ini ikut bersuara mengecam tindakan Israel. Sudah tentu kecaman dari negara-negara Islam seperti Indonesia, Iran, dan sebagainya mengalir lebih deras. Di Indonesia, beberapa waktu lalu beberapa orang anggota DPR di bawah komando Abdillah Toha mendatangi kantor kedutaan Amerika mendesak agar Amerika mau mencabut dukungannya pada Israel. Sekalipun agak mustahil berhasil, paling tidak ini menunjukkan kepedulian terhadap sesama Muslim dan terhadap kaum tertindas.


Sekalipun berbagai kecaman terhadap Israel, Amerika, dan sekutu-sekutu mereka terus bermunculan dari berbagai kalangan, usaha untuk menjatuhkan HAMAS terus dilakukan dengan berbagai cara. Sejak awal tahun 2007, pihak Israel sengaja mengadu domba HAMAS dengan FATAH setelah Israel tidak sanggup lagi menghadapi HAMAS di Gaza secara face to face. Konon serangan Israel ke Gaza yang dikuasai HAMAS selama bulan Agustus-September 2006 justru mengakibatkan kerugian yang besar di pihak Isareal.


FATAH diprovokasi oleh Israel untuk melakukan bentrokan bersenjata dengan kelompok HAMAS. Berbagai peristiwa bentrok benar-benar terjadi. Namun, semuanya mengindikasikan adanya provokasi pihak ketiga. Para pemimpin HAMAS sendiri tidak pernah memberikan instruksi untuk bentrok dengan FATAH. Perseteruan HAMAS-FATAH untuk sementara dapat diredakan dengan Deklarasi Mekah Maret 2007. Rupanya deklarasi ini tetap saja tidak menghentikan provokasi Israel. Bentrok terus terjadi anatara kelompok pendukung FATAH dan HAMAS.


Puncak kelemahan FATAH atas tekanan Amerika dan Israel adalah dengan semena-mena Presiden Mahmoud Abbas memecat PM Ismail Haniya yang dianggap telah mengambil alih Gaza. Abbas kemudian menunjuk Salam Fayyad dari Partai Jalan Ketiga Palestian yang dikenal sangat dekat dengan Barat (Amerika) pada tanggal 15 Juni 2007. Keputusan ini mengindikasikan kegusaran Abbas atas tekanan Barat mengingat beberpa hal. Pertama, keputusan Abbas melanggar Konstitusi Palestina yang mengharuskan adanya persetujuan PLC (Paletinian Legislative Council) sebelum mengganti PM. Sementara PLC yang dikuasasi HAMAS tidak pernah menyetujui tindakan tersebut. Kedua, secara de facto sebagian besar rakyat Palestina masih mendukung Haniya. Terbukti di Gaza, instruksi-instruksi yang dikeluarkan Fayyad tidak efektif. Justru instruksi Haniya yang dipecat lebih didengar. Sampai saat ini kekuasaan Fayyad hanya efektif di sebagian wilayah Tepi Barat. Sementara di wilayah lain, terutama di Gaza, HAMAS masih sangat berpengaruh hingga Gaza terus-menerus menjadi sasaran gempuran Israel dan FATAH.


Persoalannya kemudian alasan-alasan apa yang membuat kita sebagai sesama manusia harus mendukung HAMAS dan mengecam tindakan Israel-Amerika yang sewenang-wenang? Apakah hanya karena HAMAS adalah Muslim dan merepresentasikan gerakan Islam, lantas atas nama kesamaan agama kita mendukungnya? Inilah barangkali yang harus kita lihat lebih arif. Penjelasan berikut mungkin dapat sedikit membukakan mata kita mengenai HAMAS.


Dalam kesan media, nama HAMAS terkesan sangat politis. Membicarakan HAMAS selalu saja dikaitkan dengan politik Palestina. Bahkan lebih dari itu, HAMAS terkesan radikal dan berbau kekerasan, terutama setelah Amerika mengecapnya sebagai teroris seperti Al-Qaida, Abu Sayyaf, Jamaah Islamiyyah, Tamil Elaam, dan sebagainya. Kesan ini menguat seiring dengan meletusnya Intifadhah I (1987) dan II (2000), serta beberapa peristiwa berdarah lain yang membuat media tertarik untuk meng-ekspose-nya.


  Kesan inilah yang membuat siapapun yang membicarakan HAMAS selalu saja tendensi politisnya lebih kental. Namun, apakah HAMAS hanya sekedar wadah gerakan politik dan militer belaka? Inilah yang jarang diketahui oleh publik yang tidak banyak mengenal HAMAS secara lebih dekat. Padahal, di balik pencitraan politis media, sesungguhnya HAMAS adalah gerakan sosial yang juga bergelut dalam berbagai aspek kehidupan rakyat di Palestina.


Jauh sebelum HAMAS berdiri pada tahun 1987, Ikhwanul Muslimin sayap Palestina yang menjadi cikal bakal HAMAS, sejak tahun 1960-an, mempelopori berdirinya berbagai yayasan sosial yang bergerak dalam dakwah, pendidikan, ekonomi, seni-budaya, dan berbagai aktivitas kemasyarakatan lain. Salah satu yayasan terbesar dengan beragam aktivitas sosial adalah Al-Majma‘ Al-Islamî yang didirikan Syaikh Ahmad Yasin yang juga pendiri HAMAS awal tahun 1970-an di Jalur Gaza. Yayasan ini berkhidmat pada lapangan pendidikan, ekonomi, sosial, dan dakwah. Jadi, sebelum memimpin perlawanan-perlawanan HAMAS atas Israel, Ahmad Yasin adalah seorang aktivis sosial yang sangat concern terhadap perbaikan nasib rakyat.


Dakwah adalah core utama dari semua yayasan yang didirikan Ikhwan. Masjid dijadikan basis utamanya. Aktivitas pendirikan dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar, menengah, dan perguruan-perguruan tinggi. Banyak kader Ikhwan yang memprakarsai berdirinya sekolah-sekolah tinggi dan universitas-universitas di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Gerakan ekonomi dilakukan dengan mendirikan berbagai perusahaan-perusahaan kecil dan menengah dengan modal bersama (joint venture)antar kader. Gerakan ini sangat efektif untuk menanggulangi gelombang pengangguran dan secara tidak langsung juga menjadi tulang punggung ekonomi gerakan.


Setelah Intifadhah I dan berdirinya HAMAS tahun 1987 eskalasi konflik bersenjata Israel-Palestina semakin naik. Dan HAMAS pun sesungguhnya didirikan untuk merespon konflik bersenjata itu. Dalam situasi seperti itu situasi sosial tentu semakin kacau. Pendidikan, ekonomi, kebudayaan banyak yang terbengkalai. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dan perpolitikan Palestina yang tergabung dalam PLO (Palestine Liberation Organization) tenggelam dalam konflik bersenjata dan politik. Persoalan-persoalan kemasyarakat cenderung terabaikan.


Beruntung bahwa HAMAS tidak ikut tenggelam dalam suasana itu. Yayasan-Yayasan yang didirikan kader-kader Ikhwanul Muslimin sayap Palestina tetap menjadi soko guru gerakan. HAMAS dalam situasi seperti itu justru tampil menjadi ‘penyelamat’ kehidupan sosial, ekonomi, dan pendidikan rakyat Palestina. Kader-kader HAMAS tetap konsisten mengelola lembaga-lembaga pendidikan. HAMAS pun selalu mementingkan untuk megirimkan kader-kadernya untuk sekolah ke lar negeri. Kader-kader yang tampil ke depan dalam pusara konflik politik dan militer dibatasi.


Salah satu prestasi membanggakan HAMAS saat tengah berkecamuk konflik adalah keberhasilannya di bidang ekonomi. HAMAS relatif berhasil memutuskan ketergantungan terhadap produk-produk Israel sejak tahun 1989. Keberhasilan ini mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi domestik rakyat Palestina untuk memenuhi kebutuhan pasar mereka sendiri. Aktivitas produksi pertanian, pertukangan, dan perdangan terlihat berkembang cukup signifikan dibandingkan pada saat masih sangat tergantung pada produk Israel.   


Semua yang dilakukan HAMAS itulah yang kemudian membangun kedekatan dengan rakyat. Dalam situasi perang yang serba tidak menentu, HAMAS justru tampil menjadi solusi atas berbagai problema riil sehari-hari yang dihadapi rakyat Palestina. Oleh sebab itu, tidak heran bila saat pertama kali ikut pemilu Januari 2006 lalu, HAMAS menang mutlak atas semua lawan-lawannya. Rakyat telah menaruh simpati sejak lama dengan gerakan-gerakan sosial-kemasyarakatan HAMAS, di samping ketegasan sikap HAMAS terhadap Israel yang telah menyengsarakan mereka selama puluhan tahun.


Alhasil, sangat tidak beralasan menuduh HAMAS sebagai gerakan teroris, fundametalis, anarkis, dan radikal. Senjata yang diangkat HAMAS adalah sebuah kemestian karena berhadapan dengan kebiadaban Israel yang menggunakan senjata jauh lebih canggih dari yang dimiliki HAMAS dan semua faksi militer di Palestina. Bila senjata tidak diacungkan, HAMAS justru melakukan kesalahan fatal. Apa yang mereka lakukan adalah bagian dari keharusan pembelaan diri, sama sekali bukan terorisme seperti yang dituduhkan Amerika dan Israel. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk tidak mendukung HAMAS. Mendukung HAMAS dengan cara apapun yang kita bisa adalah mendukung sebuah gerakan kemanusiaan, bukan terorisme. Wallâhu A‘lam.




BACA JUGA:

Palestina: Situs Kebenaran Risalah Allah

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon