Iduladha Momen Tepat Menanamkan Cinta Allah dan Cinta Ibadah Sejak Dini

oleh Reporter

09 Juli 2022 | 10:43

Oleh: Dra. Hj. Imas Karyamah M.Pd.I
Ketua Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD)
Sekolah Tinggi Agama Islam Persatuan Islam (STAI PERSIS) Bandung 

 

Anak adalah amanah terindah bagi orang tua, sejak benih sang ayah yang dititipkan pada rahim seorang ibu, yang harus terus dijaga kualitasnya agar tetap fitrah. Seperti yang tercantum dalam buku The Secret of Enlightening Parenting, bahwa manusia lahir dengan fitrah, yaitu fitrah suci dan membawa potensi baik. 

Salah satu pintu utama potensi baik adalah percaya kepada Tuhan. Setiap insan lahir dengan keadaan telah bersaksi pada keesaan Tuhan. Kesaksian atas keesaan Tuhan adalah dasar dari tegaknya iman. Maka tugas orang tua untuk menjaga potensi baik anak agar tetap baik, atau mengupayakan agar menjadi lebih baik.

Iduladha bukanlah hanya momentum lebaran atau kebersamaan semata, melainkan juga menanamkan cinta Allah dan cinta ibadah sejak dini dalam keluarga.

Mengutip kisah keluarga hebat yang diabadikan Allah dalam sejarah, yaitu Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail, bahwa keberhasilan pendidikan harus dimulai sejak dini, dengan melibatkan seluruh anggota keluarga sejak sebelum pembuahan.

Hal ini dilakukan oleh Ibrahim 'alaihissalam saat memohon kepada Allah untuk dianugerahi anak saleh, dengan melantunkan do'a, seperti yang tercantum dalam surah Al-Qashash ayat 110,

رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

"Wahai Rabbku, berilah aku keturunan yang shaleh."

Kemudian setelah lahir seorang anak saleh yang bernama Ismail, dari seorang ibu yang bernama Hajar, atas perintah Allah melalui seorang ayah yang bernama Ibrahim, mereka pindah dari Syam ke sebuah tempat yang tandus. Tempat tersebut kemudian menjadi subur makmur, yang saat ini dikenal dengan peristiwa Shafa Marwa dan air zam-zam yang tidak pernah kering.

Kemudian Allah menguji keimanan keluarga saleh tersebut dengan perintah penyembelihan Ismail melalui mimpi Ibrahim, seperti yang tercantum dalam surah Ash-Shaafaat ayat 102,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّبِرِينَ

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'”

Dan dengan izin Allah, sembelihan tersebut kemudian diganti dengan domba yang besar.

Kisah kebersamaan keluarga ini berlanjut dengan perintah Allah untuk membangun tempat ibadah, yaitu Ka'bah.

Dengan memperhatikan kisah keluarga saleh yang diabadikan Allah dalam Al-Qur'an ini, kita dapat mengambil hikmah bahwa menambahkan cinta kepada Allah dan cinta ibadah pada anak-anak harus dilakukan sejak dini, dengan melibatkan seluruh anggota keluarga, dan berkesinambungan.

[]

Editor: Dhanyawan

Reporter: Reporter Editor: admin