Oleh: Taufik Apandi
(Persis Corner STAI Persis Garut/ Bidgar Dakwah PD PERSIS Garut/ Pengajar SMP Plus Persis Al-Manar)
Sejarah perdebatan A. Hassan (Guru PERSIS) dengan tokoh Ahmadiyah begitu melegenda. Terutama di kalangan warga jam’iyah PERSIS. Kepiawaian A. Hassan dalam berdebat tidak saja terletak pada ketajaman logika tetapi juga kekuatan argumen yang berupaya merujuk pada sumber aslinya.
Dalam konteks perdebatan dengan tokoh Ahmadiyah, A. Hassan juga memiliki kitab rujukan utama aliran Ahmadiyah, yaitu Kitab Tadzkirah. Namun siapa sangka, terdapat kisah yang, menurut penulis, cukup unik dibalik proses A. Hassan bisa memiliki Kitab Tadzkirah.
Informasi tersebut penulis dapatkan pada saat berkunjung ke kantor Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Jakarta, Jum’at, 12 Maret 2022 yang lalu dalam agenda kunjungan kerja PERSIS Corner STAI Persis Garut.
LPPI sendiri hadir di bawah pimpinan al-Ustadz H. Amin Jamaludin (Pengurus PERSIS), dikenal sebagai lembaga yang concern dalam menghadapi aliran sesat dengan berbasis kajian, penelitian bahkan advokasi.
Akibatnya, aktifitas kantor LPPI –di luar kajian tentunya- selalu sibuk dengan banyaknya umat yang berkunjung untuk meminta buku hasil kajian LPPI, memohon pembinaan, berkonsultasi, termasuk advokasi untuk anggota keluarga mereka yang tiba-tiba mengalami “kelainan” pemahaman setelah mengikuti suatu pengajian di kelompok tertentu.
Di dalam kantor juga kita akan mendapatkan banyak koleksi buku-buku terbitan LPPI, dan juga buku-buku rujukan utama (mashadir ashli) yang digunakan berbagai aliran menyimpang, termasuk Kitab Tadzkirah koleksi A. Hassan yang masih tersimpan rapi di rak buku.
Ustadz Rahmat Ramdhan, Lc., putra ustadz Amin Jamaludin, secara khusus mengisahkan kronologi kitab tersebut bisa sampai ada di kantor LPPI. Menurutnya, kitab tersebut semula merupakan kitab milik A. Hassan yang didatangkan langsung dari India, kemudian diberikan kepada M. Natsir, dan dari M. Natsir dihadiahkan kepada ustadz Amin yang kemudian disimpan menjadi koleksi kantor LPPI.
Keterangan ini dikuatkan dalam tulisan ustadz Amin sendiri yang secara khusus menceritakan tentang kisah tersebut. Adapun ustadz Amin, beliau mendengarnya langsung dari M. Natsir, murid A. Hassan.
Upaya mendatangkan kitab Tadzkirah langsung dari India terbilang istimewa karena sampai melibatkan presiden Indonesia waktu itu, Ir. Soekarno. Suatu hari Presiden Soekarno melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur bersama para duta besar negara sahabat.
Sesampainya di Jawa Timur rombongan tidak langsung menuju hotel tetapi terlebih dahulu berkunjung ke rumah A. Hassan. Singkat cerita, ketika akan berpamitan, Presiden Soekarno bertanya kepada A. Hassan, “Tuan Hassan, perlu bantuan apa dari saya?”. A. Hassan pun menjawab, “Saya minta duta besar India bermalam di rumah saya malam ini”. Permintaan tersebut dikabulkan Soekarno dan disetujui duta besar India.
Rupanya maksud A. Hassan mengajak duta besar India menginap di rumahnya untuk membicarakan seputar Ahmadiyah yang memang berasal dari India. Dalam kesempatan tersebut A. Hassan banyak mendapatkan informasi, terutama terkait kitab-kitab Ahmadiyah. A. Hassan pun dengan sigap mencatat nama-nama kitab tersebut.
Esok harinya, pagi-pagi sekali A. Hassan bersama duta besar India berangkat menuju hotel tempat rombongan presiden menginap. Pada saat bertemu Soekarno, A. Hassan kemudian berkata seraya menyerahkan secarik kertas berisi daftar kitab-kitab Ahmadiyah.
“Ini yang saya minta bantuannya dari Bapak Presiden”. Setelah membacanya, Soekarno kemudian meminta duta besar India untuk segera pulang ke negaranya dan membelikan semua kitab Ahmadiyah yang diperlukan A. Hassan tersebut.
Setelah berhasil, duta besar India kemudian menghadap dan menyerahkan kitab-kitab tersebut kepada Soekarno. Lalu kitab-kitab tersebut diserahkan kepada A.Hassan dan menjadi koleksi pribadinya. Kemudian kitab tersebut diwariskan kepada M. Natsir, dan dari beliau diwariskan kepada ustadz Amin.
Demikian sepenggal kisah dari kitab Tadzkirah koleksi A. Hassan. Sampainya kisah tersebut merupakan buah dari kedekatan ustadz Amin dengan M. Natsir. Di sela waktu luang M. Ntasir tidak sungkan untuk menceritakan berbagai hal kepada ustadz Amin, layaknya orang tua kepada anaknya, atau mungkin dari seseorang kepada sahabat karibnya.
Editor: Fia Afifah