Maulid Nabi Bukan 12 Rabi’ul Awwal, Benarkah?

oleh Reporter

24 September 2023 | 02:08

Oleh: Ustaz Amin Muchtar (Sekretaris Dewan Hisbah PP PERSIS)

 

Peringatan Maulid Nabi Saw yang mentradisi di kalangan kaum muslim tidak pernah dilaksanakan, baik di masa Nabi, masa Al-Khulafa ar-Rasyidun, ataupun masa Tabi’in.

Dari sini, dapat dipahami jika peringatan maulid Nabi Saw menimbulkan pro kontra di kalangan para ulama: Sebagian ulama berpandangan bahwa peringatan maulid adalah termasuk bid'ah yang dilarang agama.

Sementara ulama lainnya berpandangan, sekalipun peringatan maulid tidak pernah dilaksanakan Nabi dan para sahabatnya, tetapi, Nabi tidak pernah menganjurkan atau pun melarang untuk memperingatinya. Sehingga, memperingatinya tidaklah secara otomatis bisa dikategorikan sebagai bid'ah yang diharamkan.

Pro kontra maulid Nabi Saw sejatinya bukan saja dari aspek fiqih peringatannya semata, namun juga aspek kesejarahan, baik tentang waktu kelahiran Nabi Saw maupun siapa trendsetter, yaitu orang yang menciptakan atau menerapkan tren peringatan maulid Nabi Saw itu.

Begitu pula dalam aspek konversi penanggalan masehiyah sebagaimana terjadi di kalangan para ahli falak dan hisab kontemporer.

Tulisan ini hendak mengupas pro kontra maulid Nabi Saw dari aspek waktu kelahiran Nabi Saw; benarkah Senin, 12 Rabi’ul Awwal Tahun Gajah?

Para ulama dan sejarawan Sirah Nabawiyah bersepakat dalam merekonstruksi dan menganalisis hari dan tahun kelahiran Nabi Saw. sebagai berikut:

1. Kelahiran Nabi Muhammad pada hari Senin. Hal ini berdasarkan pernyataan Nabi Saw sendiri dalam hadis Abu Qatadah Al-Anshariy

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ

Dari Abu Qatadah al-Anshariy Ra, bahwa Rasulullah Saw ditanya tentang shaum hari Senin, lalu beliau menjawab, ”Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula wahyu pertama diturunkan kepadaku.” (H.R. Muslim dan Ahmad)[1]

Diriwayatkan pula oleh Imam Abu Dawud dengan redaksi:

قَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ صَوْمَ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمِ الْخَمِيسِ ، قَالَ : فِيهِ وُلِدْتُ ، وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ الْقُرْآنُ

“Umar berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai sahaum hari Senin dan hari Kamis?’ Beliau menjawab, ‘Padanya (Senin) aku dilahirkan dan padanya Al-Qur'an diturunkan kepadaku’.” [2]

Sementara dalam riwayat Imam Ibnu Khuzaimah dengan redaksi:

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَقْبَلَ عَلَيْهِ عُمَرُ ، فَقَالَ : يَا نَبِيَّ اللهِ ، صَوْمُ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ ؟ قَالَ : يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ ، وَيَوْمٌ أَمُوتُ فِيهِ

Dari Abu Qatadah al-Anshariy Ra, ia berkata, “Ketika kami berada di samping Rasulullah Saw, Umar menghadap beliau, lalu berkata, ‘Wahai Nabi Allah, ‘Apa shaum hari Senin itu?’ Lalu beliau menjawab, ”Hari di mana aku dilahirkan padanya dan hari di mana aku wafat padanya’.” [3]

Diriwayatkan pula oleh Imam Al-Baihaqi dengan redaksi:

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ ، عَنِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ لَهُ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللهِ ، صَوْمُ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ ؟ قَالَ : " فِيهِ وُلِدْتُ ، وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ الْقُرْآنُ .

Dari Abu Qatadah al-Anshariy Ra, dari Nabi Saw, seseorang bertanya pada beliau, “Wahai Rasulullah, ‘Apa shaum hari Senin itu?’ Beliau menjawab, ”Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu Al-Quran diturunkan padaku’.” [4]

2. Tahun kelahiran Nabi Muhammad Saw adalah Tahun Gajah (tahun 53 Sebelum Hijrah), sebagaimana dilaporkan oleh Qais bin Makhramah dan Ibnu Abbas Ra. Berikut:

عَنْ قَيْسِ بْنِ مَخْرَمَةَ قَالَ: وُلِدْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيلِ

Dari Qais bin Makhramah, dia berkata, "Aku dan Rasulullah Saw. dilahirkan pada tahun gajah." (H.R. At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Hakim, dan Ath-Thahawi) [5]

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : " وُلِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيلِ .

Dari Ibnu Abbas Ra, dia berkata, "Nabi Saw. dilahirkan pada tahun gajah." HR. Al-Hakim, Ath-Thahawi, Adh-Dhiya Al-Maqdisiy, dan Al-Bazzar. [6]

Imam Ibnu Al-Qayyim berkata:

لَا خِلَافَ أَنّهُ وُلِدَ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ بِجَوْفِ مَكّةَ وَأَنّ مَوْلِدَهُ كَانَ عَامَ الْفِيلِ

“Tidak ada silang pendapat bahwa beliau Saw dilahirkan di jantung kota Mekah dan waktu kelahirannya pada tahun gajah.” [7]

Adapun penamaan Tahun Gajah berasal dari sebuah peristiwa yang terjadi di suatu daerah sebelum masuk kota Makkah, di mana Abrahah bin Shabah, seorang Gubernur Jenderal Najasyi Habasyah di Yaman bergerak menuju Makkah dengan pasukan besar dan sejumlah gajah perang, berniat untuk menghancurkan Kabah.

Pada saat itu, Allah Swt mengirimkan kepada mereka sejumlah besar burung Abaabil dari arah laut yang bentuknya seperti burung walet dan burung balsan; tiap-tiap ekor membawa tiga buah batu.

Satu diparuhnya dan yang dua dipegang oleh masing-masing dari kedua kakinya; Tiada seorang pun dari mereka yang terkena batu itu melainkan pasti binasa, tetapi tidak seluruhnya terkena batu itu. Peristiwa ini terjadi pada tahun 53 Sebelum Hijrah, bertepatan dengan tahun 570 atau 571 M. [8]

Namun berkenaan dengan tanggal dan bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw, para ahli tidak sepakat. Mayoritas berpendapat bahwa bulan kelahiran beliau adalah Rabi’ul Awwal. Sementara pendapat lainnya bahwa beliau dilahirkan di Ramadhan. Hanya saja menurut Imam Ibnu Katsir, pendapat Ramadhan itu dinilai sangat gharib (ganjil). [9]

Para ulama yang sepakat menetapkan bulan Rabi’ul Awwal, faktanya mereka berbeda pendapat dalam penetapan tanggal kelahirannya. Imam Ibnu Katsir menuturkan berbagai pendapat seputar tanggal maulid Nabi Saw itu sebagai berikut:

Pendapat Pertama: Kelahiran Nabi Saw Malam ke-2 Rabi’ul Awwal

Imam Ibnu Katsir berkata:

فَقِيلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ قَالَهُ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ فِي الِاسْتِيعَابِ، وَرَوَاهُ الْوَاقِدِيُّ عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ نَجِيحِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَدَنِيِّ،

“Maka ada yang berpendapat malam ke-2 Rabi’ul Awwal, sebagaimana dinyatakan Ibnu Abdil Bar dalam Al-Isti’ab dan diriwayatkan Al-Waqidi dari Abu Ma’syar Najih bin Abdurrahman Al-Madani.” [10]

Pendapat Kedua: Kelahiran Nabi Saw Hari ke-8 Rabi’ul Awwal.

Kata Imam Ibnu Katsir, “Ini pendapat Imam Ibnu Hazm sebagaimana dihikayatkan oleh Imam Al-Humaidy. Juga Muhammad bin Jubair bin Muth’im, sebagaimana diriwayatkan oleh Malik, Uqail, Yunus bin Yazid, dan lain-lain. Bahkan ulama besar Muhammad bin Musa al-Khawarizmi menyatakan secara pasti hal ini. Pendapat ini dikuatkan oleh Abu Khaththab Ibnu Dihyah dalam kitabnya At-Tanwir fii Mawlid Al-Basyir An-Nadzir.” [11]

Pendapat Ketiga: Kelahiran Nabi Saw Hari ke-10 Rabi’ul Awwal

Kata Imam Ibnu Katsir, “Ini pendapat yang dinukil Ibnu Dihyah dalam kitabnya dan diriwayatkan Ibnu Asakir dari Abu Ja’far al-Baqir dan Mujalid dari Asy-Sya’bi.” [12]

Pendapat Keempat: Kelahiran Nabi Saw Hari ke-12 Rabi’ul Awwal

Kata Imam Ibnu Katsir: “Tanggal 12 Rabi’ul Awwal ditegaskan oleh Ibnu Ishaq dan diriwayatkan Ibnu Abu Syaibah, dari Affan, dari Sa’id bin Miena, dari Jabir dan Ibnu Abbas bahwa keduanya berkata:

وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيلِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ الثَّانِي عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ، وَفِيهِ بُعِثُ، وَفِيهِ عُرِجَ بِهِ إِلَى السَّمَاءِ، وَفِيهِ هَاجَرَ، وَفِيهِ مَاتَ

“Rasulullah Saw dilahirkan tahun gajah hari Senin 12 Rabi’ul Awwal, pada hari itu beliau diutus, pada hari itu pula beliau di-Mikraj-kan ke langit, pada hari itu beliau berhijrah, dan pada hari itu pula beliau wafat.” Dan inilah pendapat yang populer di kalangan mayoritas ulama.” [13]

Pendapat Kelima: Kelahiran Nabi Saw Hari ke-17 Rabi’ul Awwal

Kata Imam Ibnu Katsir, “Pendapat yang menyatakan bahwa kelahiran beliau Saw. hari ke-17 Rabi’ul Awwal, sebagaimana diceritakan Ibnu Dihyah dari sebagian orang tokoh Syi’ah. [14]

Pendapat Keenam: Kelahiran Nabi Saw Hari ke-22 Rabi’ul Awwal

Kata Imam Ibnu Katsir, “Pendapat yang menyatakan bahwa kelahiran beliau Saw hari ke-22 Rabi’ul Awwal, sebagaimana dinukil Ibnu Dihyah dari manuskrip Wazir Abu Rafi` Ibnu Al-Hafizh Abu Muhammad bin Hazm, dari ayahnya.” [15]

Perbedaan penetapan tanggal hijriah berdampak pula pada perbedaan tanggal, bulan dan tahun ketika dikonversi pada penanggalan masehiyah sebagaimana dilakukan para ahli falak dalam perhitungan astronomis, sebagai berikut:

Pendapat I: kelahiran Nabi Saw Senin, 9 Rabi’ul Awal Tahun Gajah atau tahun 53 sebelum Hijrah, bertepatan dengan 20 April tahun 571 M. sebagaimana dikutip Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri dan Ustadz Muhammad Al-Hudhari berdasarkan perhitungan seorang ulama besar, Muhammad Sulaiman al-Manshurfuri dan seorang ahli ilmu falak Mahmud Basya Al-Falakiy. [16]

Pendapat II: Kelahiran Nabi Saw Senin 12 Rabiul Awal tahun 53 Sebelum Hijrah, bertepatan dengan 5 Mei 570 M, sebagaimana pendapat yang disampaikan oleh Prof Dr H Thomas Djamaluddin MSc, peneliti Matahari dan Antariksa LAPAN Bandung, berdasar pada perhitungan software konversinya. Namun dalam perhitungan pakar yang lain, hari Senin tanggal 5 Mei 570 itu bertepatan dengan 14 Rabiul Awal tahun 53 Sebelum Hijrah.

Rekontruksi: Hasil Analisa Hisab Kontemporer

Dalam perspektif KIG-Hijrunivers kepastian tanggal kelahiran tersebut begitu menarik dan penting. Bukan sekadar memastikan Maulid Nabi, tapi menjadi penguji terhadap impian satu kalender Islam pemersatu (Kalender Islam Global).

Analisis kajian matematika-astronomis hisab kontemporer saat ini sudah sangat akurat menetapkan detail posisi matahari dan bulan, waktu gerhana, matahari terbit di ufuk timur dan waktu tenggelam di ufuk barat, dan jadwal waktu shalat dengan persisi.

Perhitungan astronomi hisab KIG-Hijrunivers yang konsisten dengan kriteria ketika matahari terbenam pasca ijtimak posisi bulan positif masih di atas ufuk dan berdasarkan pada 1 Muharram 1 H bertepatan dengan hari Kamis Kliwon, 15 Juli 622 M dan petunjuk hadis Nabawi, maka dapatlah diketahui tanggal lahir Nabi Muhammad Saw dengan pasti, dari beberapa pendapat yang masyhur di atas tentang maulid Nabi.

Data perhitungan astronomi berdasar kalender Islam global yakni hisab KIG-Hijrunivers awal bulan Rabiul Awal 53 Sebelum Hijrah di kota Mekkah dengan memperhatikan ketinggian setempat, menunjukkan bahwa Ijtimak akhir bulan Shafar 53 SH terjadi pada hari Jumat Legi 10 April 571 pukul 09:57:29 MMT dengan waktu ghurub pada tanggal tersebut pukul 18:40:00 MMT dengan tinggi bulan/hilal 02°20’19” serta umur bulan dari ijtimak sampai ghurub 8j42m31d, dengan demikian hilal sudah wujud dan kemungkinan bisa dirukyat.

Sementara jadwal bulan purnama diketahui terjadi pada hari Sabtu Legi tanggal 25 April 571 M pukul 20:31:40 MMT.

Dari data astronomi awal bulan Rabi’ul Awwal 53 SH tersebut dengan demikian dapat diketahui bahwa tanggal 1 Rabi’ul Awwal 53 SH bertepatan dengan hari Sabtu Pahing tanggal 11 April 571 M. Oleh karena itu:

Hari Senin 3 Rabi’ul Awwal 53 SH bertepatan dengan 13 April 571 M 

Hari Senin 10 Rabi’ul Awwal 53 SH bertepatan dengan 20 April 571 M

Hari Senin 17 Rabi’ul Awwal 53 SH bertepatan dengan 27 April 571 M

Hari Senin 24 Rabi’ul Awwal 53 SH bertepatan dengan 4 Mei 571 M

Berdasarkan paparan dan hasil analisis di atas tampak jelas bahwa kelahiran Nabi Muhammad Saw yang mempunyai nilai kepastian adalah pada hari Senin Legi tanggal 10 Rabi’ul Awwal 53 Sebelum Hijrah, sesuai dengan perhitungan gerak faktual bulan di langit yang bertepatan dengan 20 April 571 M. [17]

Penutup

ولعل السر في هذا الخلاف أنه حينما ولد لم يكن أحد يتوقع له مثل هذا الخطر، ومن أجل ذلك لم تتسلط عليه الأضواء منذ فجر حياته. فلما أذن الله أن يبلغ الرسول -صلى الله عليه وسلم- دعوته بعد أربعين سنة من ميلاده، أخذ الناس يسترجعون الذكريات التي علقت بأذهانهم حول هذا النبي، ويتساءلون عن كل شاردة وواردة من تاريخه، وساعدهم على ذلك ما كان يرويه الرسول -صلى الله عليه وسلم- نفسه عن الأحداث التي مرت به أو مر هو بها منذ نشأته الأولى وكذلك ما كان يرويه أصحابه والمتصلون به عن هذه الأحداث. وبدأ المسلمون -حينئذٍ- يستوعبون كل ما يسمعون من تاريخ نبيهم -صلى الله عليه وسلم- لينقلوه إلى الناس على توالي العصور

Mungkin rahasia perselisihan pendapat ini adalah ketika beliau lahir, tidak ada yang mengira beliau akan berada dalam kedudukan penting seperti itu, dan karena alasan ini beliau tidak menjadi sorotan sejak awal hidupnya. Ketika Allah Swt mengizinkan Rasul Saw. untuk menyampaikan dakwahnya pada empat puluh tahun setelah kelahirannya, orang-orang mulai mengingat kenangan yang melekat dalam pikiran mereka tentang Nabi ini, dan bertanya-tanya tentang setiap detail yang datang dari sejarahnya, dan mereka terbantu dalam hal ini oleh apa yang Rasulullah Saw sendiri menceritakan tentang peristiwa-peristiwa yang telah bliau lalui sejak masa kanak-kanaknya. Begitu juga apa yang diriwayatkan oleh para sahabat beliau dan orang-orang yang berhubungan dengannya tentang peristiwa tersebut. Pada saat itu, umat Islam mulai menyerap semua yang mereka dengar dari sejarah Nabi mereka, untuk menyebarkannya kepada orang-orang sepanjang zaman.” [18]

Kelahiran Nabi Muhammad Saw yang lazim diperingati oleh sebagian kaum muslim pada 12 Rabiul Awal, dan populer dengan sebutan Maulid Nabi, pada dasarnya tidak merujuk pada catatan dan riwayat yang shahih dan bukan pula perhitungan yang pasti (Ijtihad Tahdidiy).

Seluruh pendapat dan hasil perhitungan yang dikemukakan oleh para ulama dan Ahli Falak di atas sejatinya sebagai bagian dari ikhtiar dalam kerangka Ijtihad Taqribiy (mendekati kebenaran).

Sehubungan dengan itu, penting untuk direnungkan kembali bahwa sekiranya para sahabat mengetahui tanggal kelahiran Nabi Saw mengandung suatu kebaikan, niscaya mereka “tidak merahasiakannya”.

Oleh sebab itulah, sebagian kaum muslim berpandangan bahwa mengetahui tanggal kelahiran Nabi Saw itu tidak begitu penting. Bahkan sama sekali tidak memiliki nilai apa-apa. Wallaahu A’lam.

Bandung, 7 Rabi’ul Awwal 1445 H/22 September 2023 M


[1] HR. Muslim, Shahih Muslim, 3/168, No. 1162, Ahmad, Musnad Ahmad, 1/5319, No. 22.988

[2] Sunan Abu Dawud, 2/322, No. 2426

[3] Shahih Ibnu Khuzaimah, 3/520, No. 2117

[4] As-Sunan Al-Kubra, 4/293, No. 8524

[5] HR. At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, 6/13, No. 3619, Ahmad, Musnad Ahmad, 7/4038, No. 18.174, Al-Hakim, Al-Mustadrak, 2/603, No. 4205, Ath-Thahawi, Syarh Musykil Al-Atsar, 15/216, No. 7025

[6] HR. Al-Hakim, Al-Mustadrak, 2/603, No. 4202, Ath-Thahawi, Syarh Musykil Al-Atsar, 15/216, No. 7024, Adh-Dhiya Al-Maqdisiy, Al-Ahaadits Al-Mukhtarah, 1/324, No. 348, Al-Bazzar, Musnad Al-Bazzar, 11/64, No. 4769

[7] Zaad Al-Ma’ad fii Hady Khair Al-‘Ibad, 1/76

[8] As-Sirah, Karya Ibnu Hiban, hal. 33, Tafsir Ibnu Katsir, 8/845, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, 1/97.

[9] As-Sirah An-Nabawiyyah, 1/200, Al-Bidayah wa An-Nihayah, 3/376.

[10] As-Sirah An-Nabawiyyah, 1/199, Al-Bidayah wa An-Nihayah, 3/374.

[11] Ibid., 3/374-375

[12] Ibid.

[13] Ibid.

[14] Ibid.

[15] Ibid.

[16] Ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 41, Nurul Al-Yaqin fii Sirah Sayyid Al-Mursalin, hal. 9.

[17] https://pwmu.co/213584/10/19/maulid-nabi-bukan-12-rabiul-awal/

[18] Al-Qawl Al-Mubin fii Sirah Sayyid Al-Mursalin, karya Dr. Muhammad Thayyib Najjar, hal. 78

Reporter: Reporter Editor: admin