Jakarta - persis.or.id, Pimpinan Pusat Persatuan Islam Istri (Persistri) telah melakukan kajian atas draf Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Persistri menilai RUU tersebut diawali dari fenomena yang mengerikan dan gagasan yang menggiurkan, lalu berakhir pada draf legal yang baginya multitafsir dan mengkhawatirkan.
Ketua Umum PP Persistri, Lia Yuliani menuturkan, RUU PKS banyak bersinggungan dengan aturan hukum keluarga yang di dalam Islam merupakan hak Allah. Misalnya, orang tua dapat dipidanakan jika memaksa anaknya menikah meski sang anak sudah dipandang memiliki hubungan atau pacar yang berlebihan.
Contoh lainnya, lanjut Lia, yakni aturan di mana suami atau istri yang melakukan tindakan nonfisik seperti siulan, kedipan mata, memberi ucapan, komentar yang bernuansa sensual, ajakan, atau yang mengarah pada ajakan melakukan hubungan seksual. Tindakan ini dapat dipidanakan jika tanpa persetujuan atau kehendak korban.
Demikian pula, aturan terkait suami yang berhubungan dengan istrinya tanpa persetujuan istrinya itu. Dalam hal ini, suami yang bersangkutan dapat diancam dengan hukuman pidana. "(Hal ini) mendegradasikan bahkan merusak lembaga perkawinan," kata Lia dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (16/7).
Lia menjelaskan, bentuk merusaknya yaitu karena RUU tersebut menganut pemenuhan hasrat seksual yang mengikuti kehendak seseorang. Padahal, Islam mengatur pemenuhan hasrat seksual hanya boleh melalui perkawinan.
RUU PKS, ujar Lia, dalam keterangannya, juga merusak pernikahan karena membolehkan hubungan seksual dengan persetujuan, meski tidak menikah dan bahkan meski sesama jenis.
Apalagi, RUU ini juga menganggap bahwa suatu hubungan seksual yang berlandaskan persetujuan dalam kondisi tidak menikah adalah bukan bentuk perkosaan.
Karena itu, Persistri menolak RUU PKS jika tidak dilakukan kajian yang komprehensif terhadap rumusan pasal-pasal yang multitafsir dan bertentangan dengan aturan hukum keluarga dalam agama dan Pancasila.
"Persistri meminta agar pemerintah segera menetapkan terlebih dulu KUHP Nasional supaya diketahui aturan tentang perzinahan sebagai genusnya," ujarnya.