7. Shalat dan Shaum Nishfu Sya’ban, maka akan di ampuni, diberikan rizki dan akan di sembuhkan (diselamatkan) dari beberapa kesusahannya
Dari Ali bin Abi Thalib Ra,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
"Rasulullah SAW bersabda: "Apabila malam nisfu Sya'ban (pertengahan bulan Sya'ban), maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya. Sesungguhnya Allah turun ke langit bumi pada saat itu ketika matahari terbenam, kemudian Dia berfirman: "Adakah orang yang meminta ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya? Adakah orang yang meminta rezeki maka Aku akan memberinya rezeki? Adakah orang yang mendapat cobaan maka Aku akan menyembuhkanya? Adakah yang begini, dan adakah yang begini…hingga terbit fajar " ( Sunan Ibnu Majah; 1378 ) [8]
8. Allah Turun ke Langit Dunia Malam Nishfu Sya’ban dan memberi ampunan lebih dari jumlah bulu domba
Dari Aisyah, ra,
فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: “أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله” فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: ” إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
"Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku keluar, ternyata beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya; “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai Rasulullah, saya hanya menyangka anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam nishfu Sya'ban, kemudian Dia mengampuni lebih dari jumlah bulu domba Bani Kalb.”
Takhrij hadits :
Sanadnya ada tiga jalur :
1) Urwah bin Zubair dari A’isyah. [9]
2) Abdullah bin Abi Malikah dari Aisyah. [10]
3) Al-Ula bin al-Harits dari A’isyah. [11]
Semua jalur sanad A’isyah ini munkar, menyalahi cerita hadits A’isyah sebenarnya yang dikeluarkan Imam Muslim dalam shahihnya 2/669. [12]
Oleh sebab kemunkarannya, sanad hadits Aisyah tidak dapat menguatkan sanad hadits keutamaan Malam Nishfu Sya’ban lainnya.
9. Allah Mengamati Makhluknya pada Malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni dosa-dosa kecuali yang bermusuhan dan yang membunuh
Hadits Abdullah bin Amr,
يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ
"Allah Ta'ala mengamati makhluk-Nya pada malam pertengahan bulan Sya'ban, lalu Dia mengampuni dosa-dosa hamba-Nya kecuali dua saja; orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh seseorang." (Imam Ahmad dalam Musnadnya 6/197) [13]
10. Allah Swt turun ke Samai Dunya dan mengampuni setiap orang selama tidak ada dendam da Musyrik
يَنْزِلُ اللَّهُ جَلَّ ثَنَاؤُهُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَغْفِرُ لِكُلِّ نَفْسٍ إِلا إِنْسَانًا فِي قَلْبِهِ شَحْنَاءُ، أَوْ مُشْرِكًا بِاللَّهِ
”Allah jalla Tsana’uh turun pada malam Nishfu Sya'ban kelangit dunia, lalu mengampuni setiap jiwa kecuali manusia yang di dalam hatinya ada syahna’ (dendam) dan yang musyrik kepada Allah.” [14]
________________________________________________________________________
[8] Hadits ini Maudlu (palsu), dengan 2 cacat :
1) Dalam sanadnya terdapat rawi Abu Bakar bin Abdillah bin Muhammad bin Abi Sabrah.
- Imam Ahmad berkata: Suka memalsukan hadits dan berdusta.
- Imam Bukhari dan Ibnul Madini berkata: Dia munkarul hadits.
- Imam Nasa’I berkata: Dia Matrukul hadits.
- Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: Mereka (para muhaddits) menuduh dia pemalsu. (Tarikh Kabir karya Imam Bukhari 8/9, Tahdzibul Kamal karya al-Mizzi 33/12, al-Makrifah wat-Tarikh karya al-Faswi 3/4, dll)
2) Ibrahim bin Muhammad bin Abi Yahya dengan nama popular Abu Ishaq al-Aslami.
Dia dituduh pendusta oleh Imam Yahya bin Said al-Qaththan, Ibnu Hibban, Ibnu Ma’in, dan Abu Hatim. Imam Bukhari berkata: dia seorang qadariy jahmiy, dimatrukkan oleh Imam Ibnul Mubarak, dll. (Tarikhul Kabir karya Imam Bukhari 1/323, al-Jarh wat-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim 2/125, Mizanul I’tidal karya adz-Dzahabi 1/57, Tahdzib at-Tahdzib karya Ibnu Hajar 1/164)
[9] Dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dalam sunannya 3/116, Ibnu Majah dalam sunannya 1/444, Imam Ahmad dalam musnadnya 18/114, Abu Thahir dalam kitab masyikhahnya hal 76, Ibnu Abi Syaibah dalam mushannafnya 6/109, Ibnu Baththah dalam al-Ibanah 3/225, al-Lalaka’I dalam as-sunnah 2/496, Ibnul Jauzi dalam al-ilalul Mutanahiyah 2/66, Imam Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/408, juga dalam fadha'ilul auqat hal 130, Imam Daruquthni dalam an-nuzul hal 169, asy-Syajari dalam al-Amalinya 2/100, Ishaq bin Rahawaih dalam musnadnya 2/326, al-Fakihi dalam akhbar Makkah 3/85
Penilaian: Hadits ini saqith (bodong) dan munqathi’ (terputus sanadnya) pada dua titik periwayatan, yaitu Hajjaj tidak mendengar dari Yahya bin Abi Katsir, dan Yahya bin Abi Katsir tidak mendengarnya dari Urwah bin Zubair. (Sunan Tirmidzi 3/117, Tahdzib at-Tahdzib 1/501, Jami’ut-Tahshil karya al-Ula’I hal 160 dan 299, al-Marasil karya Ibnu Abi Hatim hal 242, Tahdzibul Kamal 31/505)
Ada Tabi’ (penyerta) bagi Yahya bin Abi Katsir yaitu Hisyam bin Urwah yang diterima riwayatnya oleh Sulaiman bin Abi Karimah. Jalur ini dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-ilal al-mutanahiyah 2/67, Thabrani dalam ad-Du’a hal 194, Daruquthni dalam an-Nuzul hal 155, dll.
Namun Sulaiman bin Abi Karimah adalah rawi munkarul hadits.
Imam Abu Hatim berkata: dia dha’iful hadits.
Al-Uqaili berkata: Dia meriwayatkan hadits-hadits munkar yang umumnya tidak diikuti oleh perawi lain.
(Al-Jarh wat-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim 4/138, al-Kamil karya Ibnu Adi 4/284, Mizanul I’tidal karya adz-Dzahabi 2/221, Lisanul Mizan karya Ibnu Hajar 3/102, ad-Du’afa karya al-Uqaili 2/138, al-Ilal karya Ibnu Abi Hatim 1/410, ad-Du’afa karya Ibnul Jauzi 1/24)
[10] Dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-Ilal al-Mutanahiyah 2/69 melalui jalur Sa’ad bin Shalt dari Atha’ bin Ajlan dari Abdillah bin Abi Malikah dari Aisyah
Jalur sanad ini maudlu’, Atha’ bin Ajlan divonis kadz-dzab (pendusta) oleh Ibnu Ma’in, al-Fallas, al-Jauzajani. Dan divonis munkarul hadits oleh Imam Bukhari serta Abu Hatim (Tarikh Kabir karya Imam Bukhari 6/476, al-Jarh wat-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim 6/335, Tahdzib at-Tahdzib karya Ibnu Hajar 2/129, Tahdzibul Kamal 20/94, dll)
[11] Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/415 melalui jalur Abdullah bin Wahb dari Mu’awiyah bin Shalih dari al-Ula bin al-Harits dari A’isyah
Sanad ini munqathi’ (terputus), al-Ula tidak mendengar dari A’isyah sebab dia dilahirkan setelah 8 tahun meninggalnya Aisyah. (Tahdzib at-Tahdzib karya Ibnu Hajar 4/509, 6/550)
Imam Daruquthni berkata: Hadits Aisyah diriwayatkan dari beberapa jalur, isnadnya mudhtarib dan tidak tsabit (konsisten) (Al-Ilal al-Mutanahiyah 2/66)
Imam Al-‘Iraqi berkata: Imam Al-Bukhari melemahkan hadits ini karena sanadnya terputus pada dua tempat dan ia menyatakan tidak ada satu pun sanad hadits ini yang shahih.
Imam Ibnu Dihyah berkata: Tidak ada satu pun hadits tentang malam nishfu Sya’ban yang shahih dan tidak ada seorang pun perawi yang jujur meriwayatkan hadits tentang shalat sunnah (malam nishfu Sya’ban). Hal itu hanya diada-adakan oleh orang yang mempermainkan syariat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan senang memakai pakaian Majusi." (Dha’if Jami’ Shaghir no. 1761).
[12] Berikut redaksi shahihnya
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسِ بْنِ مَخْرَمَةَ بْنِ الْمُطَّلِبِ أَنَّهُ قَالَ يَوْمًا أَلَا أُحَدِّثُكُمْ عَنِّي وَعَنْ أُمِّي قَالَ فَظَنَنَّا أَنَّهُ يُرِيدُ أُمَّهُ الَّتِي وَلَدَتْهُ قَالَ قَالَتْ عَائِشَةُ أَلَا أُحَدِّثُكُمْ عَنِّي وَعَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا بَلَى قَالَ قَالَتْ لَمَّا كَانَتْ لَيْلَتِي الَّتِي كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا عِنْدِي انْقَلَبَ فَوَضَعَ رِدَاءَهُ وَخَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عِنْدَ رِجْلَيْهِ وَبَسَطَ طَرَفَ إِزَارِهِ عَلَى فِرَاشِهِ فَاضْطَجَعَ فَلَمْ يَلْبَثْ إِلَّا رَيْثَمَا ظَنَّ أَنْ قَدْ رَقَدْتُ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ رُوَيْدًا وَانْتَعَلَ رُوَيْدًا وَفَتَحَ الْبَابَ فَخَرَجَ ثُمَّ أَجَافَهُ رُوَيْدًا فَجَعَلْتُ دِرْعِي فِي رَأْسِي وَاخْتَمَرْتُ وَتَقَنَّعْتُ إِزَارِي ثُمَّ انْطَلَقْتُ عَلَى إِثْرِهِ حَتَّى جَاءَ الْبَقِيعَ فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ انْحَرَفَ فَانْحَرَفْتُ فَأَسْرَعَ فَأَسْرَعْتُ فَهَرْوَلَ فَهَرْوَلْتُ فَأَحْضَرَ فَأَحْضَرْتُ فَسَبَقْتُهُ فَدَخَلْتُ فَلَيْسَ إِلَّا أَنْ اضْطَجَعْتُ فَدَخَلَ فَقَالَ مَا لَكِ يَا عَائِشُ حَشْيَا رَابِيَةً قَالَتْ قُلْتُ لَا شَيْءَ قَالَ لَتُخْبِرِينِي أَوْ لَيُخْبِرَنِّي اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي فَأَخْبَرْتُهُ قَالَ فَأَنْتِ السَّوَادُ الَّذِي رَأَيْتُ أَمَامِي قُلْتُ نَعَمْ فَلَهَدَنِي فِي صَدْرِي لَهْدَةً أَوْجَعَتْنِي ثُمَّ قَالَ أَظَنَنْتِ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قَالَتْ مَهْمَا يَكْتُمِ النَّاسُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ نَعَمْ قَالَ فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ فَنَادَانِي فَأَخْفَاهُ مِنْكِ فَأَجَبْتُهُ فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ
Dari Muhammad bin Qais bin Makhramah bin Al Muthallib bahwa pada suatu hari ia berkata, "Maukah kalian aku ceritakan (hadits) dariku dan dari ibuku?" -maka kami pun menyangka bahwa yang ia maksud dengan ibunya adalah Ibu yang telah melahirkannya- Ia berkata; Aisyah berkata, "Maukah kalian aku ceritakan hadits dariku dan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" kami menjawab, "Ya, mau." Aisyah berkata;
"Pada suatu malam ketika giliran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di rumahku, setelah beliau menanggalkan pakaiannya, meletakkan terompahnya dekat kaki dan membentangkan pinggir jubahnya di atas kasur, beliau lantas berbaring. Setelah beberapa lama kemudian dan barangkali beliau menyangkaku telah tidur, beliau mengambil baju dan terompahnya, dibukanya pintu perlahan-lahan dan kemudian ditutupnya kembali perlahan-lahan. Menyaksikan beliau seperti itu, kukenakan pula bajuku dan kututup kepalaku dengan kain, kemudian aku mengikuti beliau dari belakang hingga sampai di Baqi'. Ketika sampai di sana beliau berdiri agak lama, kemudian beliau mengangkat kedua tangannya tiga kali, sesudah itu beliau berbalik pulang. Aku pun berbalik pula mendahului beliau. Kalau beliau berjalan cepat, maka aku pun berjalan cepat-cepat. Bila beliau berlari kecil, aku pun demikian. Ketika beliau sampai, aku pun sudah sampai lebih dulu dari beliau. Kemudian aku masuk ke dalam rumah dan langsung tidur. Setelah itu, beliau masuk dan bertanya: "Kenapa kamu wahai Aisyah? Kudengar nafasmu kembang kempis.?" Jawabku, "Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah?" Beliau berkata: "Ceritakanlah kepadaku atau kalau tidak Allah -Yang Maha Lembut dan Mengetahui- akan menceritakannya padaku." Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku." Lalu kuceritakanlah kepada beliau apa yang sebenarnya terjadi. Beliau berkata, "Kalau begitu, kamukah kiranya bayangan hitam yang saya lihat di depanku tadi?" Saya menjawab, "Ya, benar wahai Rasulullah." Maka beliau pun mendorong dadaku dengan keras hingga terasa sakit bagiku. Kemudian beliau berkata, "Apakah kamu masih curiga, Allah dan Rasul-Nya akan berbuat curang kepadamu?" jawabku, "Setiap apa yang dirahasiakan manusia, pasti Allah mengetahuinya pula." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan kenapa beliau sampai keluar. Beliau bercerita:
"Tadi Jibril datang, tapi karena ia melihat ada kamu, dia memanggilku perlahan-lahan sehingga tidak terdengar olehmu. Aku menjawab panggilannya tanpa terdengar pula olehmu. Dia tidak masuk ke rumah, karena kamu menanggalkan pakaianmu. Dan aku pun mengira bahwa kamu telah tidur, karena itu aku segan membangunkanmu khawatir engkau akan merasa kesepian. Jibril berkata padaku, 'Allah memerintahkan agar Tuan datang ke Baqi' dan memohonkan ampunan bagi para penghuninya.' Aku berkata, 'Lalu apa yang kubaca sesampai di sana wahai rasulullah? ' Jibril menjawab, 'Bacalah: AS SALAAMU 'ALA AHLID DIYAAR MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN WA YARHAMULLAHUL MUSTAQDIMIIN MINNAA WAL MUSTA`KHIRIIN WA INNAA INSYAA`ALLAHU BIKUM LAAHIQUUN
(Semoga keselamatan tercurah bagi penduduk kampung orang-orang mukmin dan muslim ini. Dan semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang kemudian, dan kami insya Allah akan menyusul kalian semua).'" (HR. Muslim)
Hadits ini sangat dhaif dengan 2 cacat :
1) Abdullah bin Lahi’ah didhaifkan Abu Zur’ah, Abu Hatim, Ibnu Ma’in, Imam Nasa’I dan imam Daruquthni.
Imam Bukhari menyatakan bahwa Imam Ibnu Sa’id tidak menganggap dia dan al-Jauzajani mengatakan: Tidak ada cahaya dalam haditsnya dan tidak patut dijadikan hujjah.
(Tahdzibul Kamal 15/487, adh-Dhu’fa ash-Shagir karya Imam Bukhari hal 134, adh-Dhu’afa wal Matrukin karya Imam Nasa’I hal 135, adh-Dhu’afa wal Matrukin karya Imam Daruquthni hal 265, Mizan al-I’tidal 2/475, Tahdzib at-Tahdzib 3/272)
2) Huyay bin Abdillah al-Mu’afiri dinilai hadits-haditsnya munkar oleh Imam Ahmad dan dinilai matruk oleh Imam Nasa’I.
(Tahdzibul Kamal 7/488, Tarikhul Kabir karya Imam Bukhari 3/76, adh-Dhu’afa wal Matrukin karya Imam Nasa’I hal 90, adh-Dhu’afa wal Matrukin karya Imam Daruquthni hal 265, Mizan al-I’tidal 1/623, Tahdzib at-Tahdzib 2/47)
Ada tabi' (rawi penyerta) bagi Abdullah bin Lahi’ah yaitu Risydin bin Sa’ad dalam jalur sanad yang dikeluarkan Ibnu Hayawaih sebagaimana disebutkan Syaikh al-Albani dalam silsilah shahihahnya 3/136.
Namun Risydin adalah rawi yang lebih dhaif dari Abdullah bin Lahi’ah.
Abu Hatim berkata: Risydin itu munkarul hadits, dalam haditsnya ada gaflah, dia meriwayatkan hadits munkar dari rawi tsiqat, dia dhaiful hadits serupa dengan Dawud al-Mukhbir. Abdullah bin Lahi’ah lebih tertutup sedangkan Risydin lebih Dha’if.
Ibnu Ma’in berkata hadits-hadits Risydin tidak ditulis. Imam Nasa’I mematrukannya. Imam Muslim, Tirmidzi dan Daruquthni mendhaifkannya. Al-Jauzajani berkata: disisinya hadits-hadits mu’dhal dan hadits munkar yang banyak.
(Al-Jarh wat-Ta’di 3/153, Tahdzibul Kamal 9/191, al-Kuna karya Imam Muslim 1/262, adh-Dhu’afa karya al-Uqaili 2/66, al-Kamil karya Ibnu Adi 4/191, Thabaqat Ibnu Sa’ad 7/517, Mizan I’tidal 2/49, dll)
Oleh sebab itu Hadits Abdullah bin Amr ini tidak layak dijadikan Syahid yang menguatkan atau dikuatkan.
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah 1/354, al-Laka’i dalam as-Sunnah 2/486, al-Uqaili dalam adh-dhu’afa 3/29, Ibnu Adi dalam al-kamil 6/535, Darimi dalam ar-Radd ‘alal Jahmiyah hal 81, Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid 1/327, Ibnul Jauzi dalam al-Ilal al-Mutanahiyah 2/66, Imam Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/412, al-Baghawi dalam syarhus-Sunnah 4/127, al-Bazzar dalam musnadnya 1/207, Abu Syaikh dalam thabaqah Muhadditsin bi Ashbahan 2/107, al-Marwazi dalam musnad Abi Bakar ash-Shiddiq hal 171, al-Fakihi dalam Akhbar Makkah 3/85, Abu Nu’aim dalam akhbar Ashbahan 1/426, asy-Syajari dalam al-Amalinya 2/107
[13] Hadits ini sangat dhaif dengan 2 cacat :
1) Abdullah bin Lahi’ah didhaifkan Abu Zur’ah, Abu Hatim, Ibnu Ma’in, Imam Nasa’I dan imam Daruquthni.
Imam Bukhari menyatakan bahwa Imam Ibnu Sa’id tidak menganggap dia dan al-Jauzajani mengatakan: Tidak ada cahaya dalam haditsnya dan tidak patut dijadikan hujjah.
(Tahdzibul Kamal 15/487, adh-Dhu’fa ash-Shagir karya Imam Bukhari hal 134, adh-Dhu’afa wal Matrukin karya Imam Nasa’I hal 135, adh-Dhu’afa wal Matrukin karya Imam Daruquthni hal 265, Mizan al-I’tidal 2/475, Tahdzib at-Tahdzib 3/272)
2) Huyay bin Abdillah al-Mu’afiri dinilai hadits-haditsnya munkar oleh Imam Ahmad dan dinilai matruk oleh Imam Nasa’I.
(Tahdzibul Kamal 7/488, Tarikhul Kabir karya Imam Bukhari 3/76, adh-Dhu’afa wal Matrukin karya Imam Nasa’I hal 90, adh-Dhu’afa wal Matrukin karya Imam Daruquthni hal 265, Mizan al-I’tidal 1/623, Tahdzib at-Tahdzib 2/47)
Ada tabi' (rawi penyerta) bagi Abdullah bin Lahi’ah yaitu Risydin bin Sa’ad dalam jalur sanad yang dikeluarkan Ibnu Hayawaih sebagaimana disebutkan Syaikh al-Albani dalam silsilah shahihahnya 3/136.
Namun Risydin adalah rawi yang lebih dhaif dari Abdullah bin Lahi’ah.
Abu Hatim berkata: Risydin itu munkarul hadits, dalam haditsnya ada gaflah, dia meriwayatkan hadits munkar dari rawi tsiqat, dia dhaiful hadits serupa dengan Dawud al-Mukhbir. Abdullah bin Lahi’ah lebih tertutup sedangkan Risydin lebih Dha’if.
Ibnu Ma’in berkata hadits-hadits Risydin tidak ditulis. Imam Nasa’I mematrukannya. Imam Muslim, Tirmidzi dan Daruquthni mendhaifkannya. Al-Jauzajani berkata: disisinya hadits-hadits mu’dhal dan hadits munkar yang banyak.
(Al-Jarh wat-Ta’di 3/153, Tahdzibul Kamal 9/191, al-Kuna karya Imam Muslim 1/262, adh-Dhu’afa karya al-Uqaili 2/66, al-Kamil karya Ibnu Adi 4/191, Thabaqat Ibnu Sa’ad 7/517, Mizan I’tidal 2/49, dll)
Oleh sebab itu Hadits Abdullah bin Amr ini tidak layak dijadikan Syahid yang menguatkan atau dikuatkan.
[14] Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah 1/354, al-Laka’i dalam as-Sunnah 2/486, al-Uqaili dalam adh-dhu’afa 3/29, Ibnu Adi dalam al-kamil 6/535, Darimi dalam ar-Radd ‘alal Jahmiyah hal 81, Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid 1/327, Ibnul Jauzi dalam al-Ilal al-Mutanahiyah 2/66, Imam Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/412, al-Baghawi dalam syarhus-Sunnah 4/127, al-Bazzar dalam musnadnya 1/207, Abu Syaikh dalam thabaqah Muhadditsin bi Ashbahan 2/107, al-Marwazi dalam musnad Abi Bakar ash-Shiddiq hal 171, al-Fakihi dalam Akhbar Makkah 3/85, Abu Nu’aim dalam akhbar Ashbahan 1/426, asy-Syajari dalam al-Amalinya 2/107
Sanad ini Munkar dengan 2 cacat :
1) Abdul Malik bin Abdil Malik adalah rawi munkarul hadits jiddan seperti dinyatakan Ibnu Hibban. Dia meriwayatkan hadits yang tidak dimutaba’ah rawi lain.
(Al-Majruhin karya Ibnu Hibban 2/36, lihat juga Tarikh Kabir karya Imam Bukhari 5/424)
2) Mush’ab bin Abi Dzi’ib dinilai majhul oleh Abu Hatim.
(Al-Jarh wat-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim 8/306)
Oleh sebab itu, Imam Ibnu Adi berkata: ”Dengan sanad ini Hadits ini Munkar” (Al-Kamil 6/535).
Ibnul Jauzi juga berkata: "Ini adalah hadits tidak shahih dan tidak tsabit." (Al-Ilal al-Mutanahiyah 2/66)
Dengan kemunkarannya, hadits Abu Bakar tidak layak jadi Syahid yang menguatkan hadits dhaif lainnya.
7. Hadits Abu Hurairah
Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam al-ilal 2/67, al-Bazzar dalam kasyful atsar 2/436, melalui jalur Abdullah bin Ghalib dari Hisyam bin Abdirahman dari al-A’masy dari Abi Shalih dari Abu Hurairah dengan redaksi matan hadits:
إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يَغْفِرُ اللَّهُ لِعِبَادِهِ إِلا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
”Jika datang malam Nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni hambanya selain orang yang musyrik dan orang yang bertengkar.”
Sanad hadits ini sangat lemah dengan 2 cacat :
1) Abdullah bin Ghalib dinilai mastur oleh al-Hafizh Ibnu Hajar. (Taqrib at-Tahdzib hal 534)
2) Hisyam bin Abdirahman juga majhul seperti dikatakan al-Haitsami. (Majma’ Zawa’id 8/65)
Imam Ibnul Jauzi berkata:
"Hadits ini tidak valid, dalam sanadnya ada rawi-rawi majahil."
(Al-Ilal al-Mutanahiyah 2/70)
Sanad hadits Abu Hurairah ini syadid dha’if hingga tidak dapat menguatkan sanad dhaif lainnya.
BACA JUGA:Benarkah Isra Mi’raj Tanggal 27 Rajab?