Jakarta — persis.or.id - Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), menggelar Seminar Sehari “Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)” di Auditorium Prof HM Rasjidi, Gedung Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (29/11/18).
Acara ini membahas rencana pemerintah untuk menaikkan batas usia pernikahan terus dikampanyekan di tengah masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Untuk menguatkan kampanye itu.
“Sosialisasi pendewasaan usia perkawinan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menekan tingginya angka perkawinan anak di Indonesia. Karena perkawinan anak banyak mudharatnya, sehingga perlu dicegah bersama,” ujar Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, Dr Muhammadiyah Amin dilansir salam-online.com (29/11/18).
Wakil Ketua Umum Persis Dr. KH. Jeje Zaenudin memandang perlu kajian mendalam untuk merevisi batas usia pernikahan. Aspek teologis, ideologis, sosiologis, da politis.
“Sangat sensitif jika ada upaya merevisi UU Perkawinan, harus hati-hati dan memperhatikan berbagai aspek,” ucapnya saat di wawancara persis.or.id (30/11).
Menurutnya, pernikahan menjadi hal sakral dalam kehidupan manusia. Tidak sebatas kontrak sosial antar dua individu berbeda jenis, karena pernikahan menjadi nilai ibadah dalam Islam.
“Bagi umat Islam perkawinan adalah masalah aqidah dan hukum ibadah, dimana seluruh prosedur dan prosesnya sudah diatur oleh syariat. Bukan sekedar kontrak sosial antar dua individu beda jenis kelamin untuk legalitas hubungan seksual. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang bernilai ikatan ritual spiritual,“ tambahnya.
Jeje mengingatkan peran Kemenag dan Kemen PPPA harus menjadi edukasi saat mengajukan revisi UU Perkawinan. Pasalnya, perlindungan hak anak menjadi prioritas untuk kemajuan bangsa.
“Harus melindungi, menjaga, mencegah, dan mengedukasi para pelajar dan remaja dari pergaulan bebas yang berakibat banyaknya kasus hamil muda di luar nikah yang pada akhirnya menjadi salah satu pemicu untuk melakukan perkawinan dini sebagai solusi,“ pungkasnya.
Jeje menambahkan secara yuridis Islam, memang tidak diatur secara rigid batasan umur perkawinan. Sebab itu usia calon pengantin baik laki-laki maupun perempuan tidak masuk ke dalam rukun atau syarat perkawinan, tetapi ia masuk ke dalam pembahasan batas umur keabsahan sebuah akad, dimana cukup kriteria berakal dan usia baligh sebagai syarat keabsahan. Dari aspek ini, maka Ulil Amri atau Pemerintah diberi kewenangan menentapkan batas usia yang wajar untuk orang yang akan melakukan perkawinan, dengan mengacu kepada kaidah A Maslahat al 'Ammah dan Al 'Adat Muhakkamah.
Dengan kaidah "Al Maslahah" maka ditimbang kemanfaatan dan kemudharatan pembatasan usia perkawinan secara rigid. Apakah dengan dinaikan batas minimal usia perkawinan bagi laki dan perempuan tidak membahayakan terhadap semakin merajalelanya perzinaan dan hubungan seksual di luar nikah di kalangan remaja dimana pergaulan semakin bebas?, tanya Jeje.
“Begitu juga apakah dengan memaksakan undang undang untuk membatasi umur minimal perkawinan tidak melanggar hak-hak budaya di sebagian masyarakat donesia yg sangat beragam, dimana tradisi perkawinan usia muda merupakan. Salah satu solusi terhadap problem sosial-ekonomi dan sosial budaya”, ucap Jeje.
Sedang syariat Islam itu sendiri mengakomodir tradisi yang positif yang berlaku di masyarakat. Maka perkawinan dini untuk menghindari perzinaan dan membangun kerjasama dua keluarga dalam meningkatkan kesejahteraan atau mengurangi beban ekonomi di antara mereka adalah salah satu solusi di kalangan masyarakat tertentu. Jika ada ekses negatif, maka tanggungjawab negara adalah membantu dan memberi pendampingan kepada warga negaranya. Termasuk memberi hak dispensasi untuk melanjutkan sekolah atau pendidikan lainnya, katanya.
Terakhir Wakil Ketua Umum mengatakan tidak kalah penting juga agar Kemenag dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, juga menaruh perhatian serius untuk mengusulkan RUU yang dapat melindungi, menjaga, mencegah, dan mengedukasi para pelajar dan remaja dari pergaulan bebas yang berakibat bayaknya kasus hamil muda di luar nikah yang pada akhirnya menjadi salah satu pemicu untuk melakukan perkawinan dini sebagai solusi. (HL/RFY)