Cara Allah membersihkan dan merawat fitrah kita sebagai manusia, adalah dengan cara mewajibkan taqarrub (menghampiri Allah). Disebutkan dalam sebuah hadits, Rasullah SAW menerangkan bahwa shalat fardhu ke shalat fardhu, jumatan ke jumatan dan shaum ramadhan ke shaum ramadhan mampu membersihkan dosa dosa seorang hamba Allah.
Yang menarik, banyak hikmah yang terkandung di bulan ramadhan. Hanya di bulan ini, syahwat sangat bisa dikendalikan. Dorongan untuk membersihkan dosa-dosa terasa di hati setiap orang yang mengimani Allah dan hari akhir. Tak hanya itu, secara medis dan psikologis, shaum ramadhan juga menghadirkan kesehatan dan menyembuhkan berbagai penyakit. Tubuh dan pikiran kita seolah sedang dimaintenance lalu diupgrade. Tak berhenti disitu, ramadhan juga mengalirkan putaran rezeki yang berkali kali lipat. Pantas saja, bulan ini disebut sebut sebagai bulan penuh berkah. Luar biasanya lagi, tak hanya dirasakan umat muslim saja, melainkan oleh semua orang.
Apa yang Allah inginkan dari diwajibkannya shaum ramadhan ini?
Semua yang Allah perintahkan terhadap diri kita, sejatinya hanya untuk kebaikan kita sendiri. Semua kebaikan itu akan diberikan tak hanya di dunia, tapi pasti di akhirat diberi maha reward yang tak ternilai, yakni Surga Ar-Rayan.
Namun sayangnya tak semudah itu, bisa masuk surga. Keimanan dan ketaatan kita mesti lulus ujian. Jika valid keimanannya, maka Allah ridho. Jika Allah sudah ridho pada hambanya, maka ia akan masukan hamba itu ke Surganya. Bukan amalnya yang membuat Allah ridho, melainkan kualitasnya. Sebab jika amal kebaikan itu dilandasi atau sekedar dicampuri rasa ingin dipuji (riya), justru membahayakan diri orang tersebut. Bukankah orang yang pertama kali masuk neraka ialah mereka yang bacaan qurannya bagus, dermawan yang suka infaq besar, dan satu lagi mereka yang jihad di jalan Allah?
Bukankah tiga kelompok orang itu, amalnya dahsyat? Tak semua orang mampu menggapai amal itu. Mereka menjadi penghuni neraka karena ada syirik dalam hatinya. Menduakan Allah dengan cara ingin dipuji dan masyhur di kalangan manusia lainnya.
Kembali ke ujian ramadhan. Substansi ramadhan ini adalah mendidik jiwa, hati dan pikiran agar kembali pada kemurniannya, menghamba hanya pada Allah semata. Tidak diperbudak oleh material dan godaan duniawi lainnya.
Allah menyebutkan indikator-indikator lulusnya seorang hamba di bulan ramadhan. Hal itu disampaikan dalam ayat Al-Quran yang membahas tentang shaum ramadhan.
Indikator pertama, munculnya ketaqwaan. Seorang hamba mampu mengendalikan syahwat duniawinya. Tak makan, tak minum, tak jima. Bahkan dosa dosa kecil saja bisa dijaga agar tak dikerjakan. Ada rasa takut. Takut jika Allah murka, takut masa depan akhiratnya hancur karena dosa dosa yang terus berlumuran. Muncul rasa ingin kembali pada ketaatan kepada Allah. Obsesi duniawinya berubah jadi orientasi bahagia di akhirat. Mulai ada perbaikan yang signifikan pada hatinya. Perhatikan akhir ayat Q.S. Al-Baqarah : 183
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
"Mudah-mudahan kalian bertaqwa"
Indikator kedua, bertambah keilmuannya. Pelajaran shaum 30 hari itu mendidiknya tentang kehidupan. Ia menjadi paham hikmah hikmat disyariatkannya shaum. Dorongan taqwa bahkan mendorong sebagian orang untuk itikaf selama 10 hari lamanya di masjid. Gemerlap dan nikmatnya dunia ia tinggalkan. Konsekuensinya ia menjadi semakin memahami agama dan kehidupan lewat tadarus quran dan qiyam ramadhan. Ia sampai pada titik bahwa agama ini benar-benar memudahkan hidupnya menuju surga. Perhatikan akhir ayat Q.S. Al-Baqaran ayat 184-nya:
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Jika kalian mengetahui"
Indikator ketiga, seorang hamba dinyatakan lulus shaum ramadhan manakala ia mampu memunculkan kebiasaan yang mestinya selalu ada. Kemampuan itu ialah kebiasaan bersyukur. Salah satu hal fundamental yang akan terus membuat segalanya menjadi bernilai kebaiakan ialah rasa kesyukuran. Jiwa dan pikiran yang bersih (taqwa) ditambah dengan mendapatkan ilmu penghayatan dan rasa keberagamaan, mampu menghantarkan seorang hamba untuk terbiasa bersyukur kepada Allah. Perhatikan lanjutan ayatnya di Q.S. Al-Baqarah ayat 185-nya:
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan, mudah-mudahan kalian mampu Bersyukur"
Terakhir, indikator keempat ialah mendapatkan irsyad (petunjuk dari Allah). Dalam Al-Quran kata petunjuk ada beberapa. Al-Quran pernah menyebut hidayah. Hidayah ialah informasi petunjuk yang masuk ke hati/pikiran untuk melakukan sebuah amal shaleh. Al-Quran juga pernah menyebut Taufiq. Taufiq ialah petunjuk yang membuat seseorang mampu mengaplikasikan atau mengimplementasikan amal shaleh tersebut. Terakhir, ada level yang lebih tinggi, petunjuk dengan sebutan irsyad.
Irsyad adalah petunjuk Allah yang tak hanya membuat seorang mengerjakan nilai nilai amal shaleh, namun terjaga keistiqamahannya (kontinuitasnya) untuk senantiasa menjalankan ketaatan dan penghambaan hanya pada Allah semata. Perhatikan ayat selanjutnya di Q.S. Al-Baqarah : 186
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Mudah-mudahan mereka mendapatkan Irsyad"
Untuk mendapatkan Irsyad dari Allah, maka seorang hamba mesti meyakini bahwa Allah itu teramat sangat dekat dengannya. Ia mesti senantiasa menunaikan kewajibannya kepada Allah dan meyakini sepenuhnya bahwa doa-doanya akan dikabulkan.
Dari keempat indikator yang dijelaskan dalam Al-Quran itu, semoga semuanya bisa kita raih. Jika tak ada satupun dari keempat indikator tersebut, saran saya; segeralah bertaubat kepada Allah. Kita segera meminta ampunan dan maafnya. Sebab keempat indikator tersebut akan runtuh manakala kita terus bermaksiat, terus menikmati dosa tanpa mau berhenti. Astaghfirullah al-'Adziim
Penulis: Taufiq Ginanjar (editor persis.or.id)