Daripada kita terus mengutuk keburukan-keburukan pemimpin dan bangsa sendiri, lebih baik kita mengapresiasi kehebatan dan kelebihan yang dimiliki.
Setidaknya kehebatan bangsa kita yang mayoritas muslim dengan jumlah terbesar di dunia terbukti sampai saat ini masih mampu menjaga keutuhan di saat banyak negeri muslim lain di belahan dunia telah porak poranda dengan perang saudara. Pemicu perpecahan utamanya saat perebutan tampuk kekuasaan.
Di negeri ini pesta perebutan kekuasaan malah menampilkan kehebatan kehebatan sebagai bangsa.
Setidaknya fakta-fakta yang paling anyar ini persiapan menjelang pertempuran sengit perebutan tahta kepresidenan di tahun depan yang prosesnya sudah dimulai pertengahan tahun ini.
Lihat saja, disaat Presiden Jokowi distigma sebagai presiden nasionalis yang jauh dari umat Islam dan mengkriminalisasi ulama, ia justru menggandeng tokoh puncak ulama Indonesia sebagai Cawapresnya, tanpa sedikitpun ragu dan cemas ditinggalkan para pendukungnya yang juga distigma mayoritasnya dari kalangan nasionalis sekuler-liberal yang tidak suka kepada kepemimpinan ulama. Alasan yang formal dari pilihan Pak Jokowi salahsatunya demi untuk kesatuan dan persatuan umat dan bangsa agar terhindar dari perpecahan karena pilpres. Hebat, kan?
Hebatnya lagi, partai pengusung dan komunitas-komunitas pro Jokowi katanya semuanya menerima dengan legowo tanpa ada protes anarkis mesti tentu saja ada kekecewaan.
Pak Prabowo juga tak kalah hebatnya. Disaat opini sudah begitu kuat terbentuk dibenak para pendukungnya, bahkan sudah pake stempel Ijtima' Ulama, bahwa Cawapresnya harus Ulama, namun dengan perhitungan realistis dan faktual, dengan usaha yang susah payah harus mendobrak opini dan harapan para loyalisnya sekaligus meyakinkan mereka bahwa jika Cawapresnya dari kalangan ulama juga, ini sama saja membuka pront untuk memecah belah umat dengan mengkontestasikan figur ulama di panggung Pilpres. Prabowo lebih baik tidak mencalonkan diri daripada umat harus dipecah belah dengan membenturkan para ulamanya. Paling tidak itu alasan formal yang disampaikan Prabowo. Hebat, kan?!
Hebatnya lagi, nama ulama yang sudah direkomendasikan Ijtima Ulama, dengan lapang dada menolak dicalonkan. Dan seluruh Pimpinan Partai pengusungpun dengan rela menerima keputusan Sandiaga sebagai Cawapres Pasangan Prabowo . Para pendukungnya tidak kalah hebat. Mereka memang kecewa berat karena nama nama ulama pavorit mereka tidak lolos jadi cawapres. Tapi tidak ada protes anarkis. Semua menahan diri dengan tenang dan sabar.
Kedua pasangan Capres dan Cawapres sudah resmi mendaftar di KPU pada hari yang sama. Kedua pasangan diiringkan oleh para pengikutnya dengan gemuruh solawat dan takbir.
Kedua kubu kini mempersiapkan diri berperang merebut simpati dan dukungan. Untuk sama sama meyakinkan umat siapa diantara mereka yang paling hebat.
Umat Islam dan seluruh rakyat Indonesia semua juga insya Allah adalah manusia-manusia hebat. Perbedaan pilihan dan keberpihakan, janganlah menjadi alasan kebencian apalagi permusuhan. Andaipun terpaksa ada kebencian, janganlah jadi alat legitimasi tindakan kezaliman pada pihak lain. Bahasa Al Quran nya, "Janganlah kebencianmu pada suatu kaum mendorong kamu berbuat tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu paling dekat kepada taqwa."
Marilah jadi orang-orang yang hebat seperti kata Nabi Muhammad, yaitu yang bisa mengalahkan emosi dan kemarahan diri sendiri, bukan orang-orang yang hanya bisa menjatuhkan lawan.
Jadilah umat yang hebat dengan memilih calon pemimpin yang paling hebat di antara dua pasangan yang hebat-hebat.
Dr H. Jeje Zaenudin.
Wisma Haji Jeddah.
110818