Bandung – persis.or.id, Himi Persis sebagai salah satu badan otonom PP Persis sekaligus gerakan keperempuanan merasa ikut bertanggungjawab dan merasa perlu terlibat dalam mengawal RRU PK-S yang akhir-akhir ini ramai kembali diperbincangkan.
Secara substansial, Ketua Umum Himi Persis Lida Maulida mengamini adanya upaya memberikan perlindungan dan payung hukum bagi hak-hak perempuan.
Hanya saja ia mengkritisi adanya kepentingan dibalik RUU tersebut. “Apakah benar bahwa RUU PK-S murni memperjuangkan perempuan? Apakah mereka yang menolak RUU PK-Sini tidak peduli nasib perempuan?”, tanya Lida.
Himi Persis menilai RUU PK-S ini seperti ditunggangi penumpang gelap dengan indikasi bahwa ada semacam upaya pembenaran terhadap suatu pemikiran dan gerakan yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai agama dan norma masyarakat (baca: LGBT, Perzinaan, dll).
Kesimpulan tersebut semakin menguat saat Himi Persis melakukan kajian bersama ketua AILA (Aliansi Cinta Keluarga), Rita H.Subagio, M.Si pada rabu sore (06/02/2019).
Hasil kajian tersebut mencatat dampak sosiologis yang akan terjadi ketika RUU PK-S itu disahkan:
- Berpotensi melegalkan perzinahan. Karena tidak dianggap kekerasan jika dilakukan atas dasar suka sama suka.
- RUU PK-S akan menyuburkan perilaku LGBT
- Berpotensi melegalkan prostitusi dan aborsi apabila perilaku tersebut dilakukan atas kesadaran sendiri
- Perkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk kekerasan seksual dalam RUU PK-S ini dimaknai secara liberal dan multitafsir.
- RUU ini berpotensi mengkriminalisasi hubungan seksual yang halal karena dianggap sebuah pemaksaan
Ketua Umum Himi Persis itu juga melihat ada banyak pasal yang bermasalah dan multitafsir dalam RUU PK-Stersebut.
Lida menyarankan sebaiknya jangan fokus pada pasal per pasal, melainkan harus dilihat spirit dan desain umumnya.
“RUU PK-S ini jelas-jelas ingin melakukan rekonstruksi konsep seksualitas, terlepas dari nilai moral dan agama”, pungkas Lida. (/LM)