Semua agama memiliki hari raya, hari raya agama-agama mereka itu bisa jadi dirayakan karena hari wafat nabinya, kelahiran nabinya atau peristiwa-peristiwa penting yang dialami oleh para pemimpinnya akan tetapi islam menetapkan hari raya itu bukanlah siapa-siapa akan tetapi Allah lah yang menetapkan hari raya untuk islam sebagaimana sabda Rasul bahwa dulu hari raya itu ada dua yang diperingati kemudian ketika datang islam maka Allah mengganti dengan dua hari raya yang lebih baik dari kedua yang biasa diperingati itu yaitu yaumal adha wa yaumal fitri yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.
Dari mulai ketetapan waktunya sampai cara merayakannya pun terikat dengan aturan-aturan dan syariat-syariat yang telah ditetapkan, jika Idul adha diawali dengan melaksanakan takbir pada tanggal 9 Dzulhijjah kemudian 10, 11, 12 dan 13. Kemudia Nabi SAW pada Idul Adha senantiasa berangkat lebih awal dan beliau mandi terlebih dahulu kemudian Beliau tidak makan dulu melainkan langsung menuju ke lapangan lalu shalat, berkhutbah dan menyembelih hewan qurban.
Tidak boleh hewan qurban disembelih sebelum shalat mesti setelah shalat berbeda dengan idul fitri yang diawali dengan mengeluarkan zakat fitrah dan tidak boleh zakat fitrah dikeluarkan setelah shalat Id musti sebelum shalat Id, jika dikeluarkan setelah shalat Id maka itu adalah shadaqah biasa, berbeda dengan qurban jika dilaksanakan sebelum Id maka ia termasuk sembelihan biasa. Pada saat Idhul Fitri kemudian Nabi mengeluarkan zakat lalu mandi dan makan terlebih dahulu sebelum berangkat supaya yakin bahwa inilah hakikat buka selama satu bulan dan diyakini bahwa ini haram shaum.
Setelah itu Nabi SAW berangkat menuju ke lapangan, sambil bertakbir kemudian shalat, berkhutbah kemudia setelah itu bersama sahabat yang lain saling mendo’akan, dengan bahasa yang redaksinya sudah ditetapkan, yaitu Taqabbalallohu minna wa minkum, itulah lebaran atau hari raya iidunal Islam, hari raya kami umat Islam. Seluruh istri-istri Nabi baik yang sedang menstruasi maupun yang tidak disuruh untuk berangkat ke lapangan termasuk hamba-hamba sahaya untuk menyatakan bahwa hari ini adalah hari raya kita umat islam
Sesuai namanya idul fitri, Id bukan hanya saja kembali rutin setiap tahun, akan tetapi ingatlah Fa akim wajhaka lid diini hanifan, fitrotallohi fatoronnaasi ‘alaiha (ar-Rum:30) jadi kita harus berpegang teguh kepada agama yang tidak ada agama yang sesuai dengan fitrah insan kecuali adalah Islam. Jadi tentu hal-hal yang harus dihindari itu adalah hal-hal yang bertolak belakang dengan ajaran yang kita pegang. Kita tidak memiliki niat sedikit pun untuk keluar dari syariat Islam karena hanya Islam yang memiliki kesesuaian dengan fitrah manusia.
Hal-hal yang berbau dan melanggar syariat islam maka seyogyanya harus sudah dihentikan bahkan pada saat kita melakukan atau merayakan idul fitri kesemuanya itu kita harus lebih meningkat ketaatan terhadap ajaranNya dan juga keyakinan bahwa hanya Islam yang hanya bisa menyelamatkan hidup dan kehidupan kita. Seperti kita tidak berlebih-lebihan, karena di Islam disyariatkan hidup sewajarnya, sesuatu yang sifatnya berlebih-lebihan tentu tidak sesuai dengan fitrah. Tidak memubadzirkan harta, tetapi berbagi itu disyariatkan akan tetapi memubadzirkan harta seperti petasan, kemudia juga kembang api yang hari ini fenomena tersebut muncul ketika tiba hari raya.
Jangan lupa bahwa malam itu juga kita masih disyariatkan untuk melaksanakan shalat tahajud, tentu yang demikian harus lebih kita fokuskan jangan sampai hal-hal yang berbau maksiat, baik itu memubadzirkan harta, mengganggu orang, mengganggu ketertiban maka tentu saja harus kita hindari karena kita melaksanakan syariat tentu saja tidak dalam bentuk mengganggu ketertiban orang.
Berlebaran seperti Rasululloh SAW, bukanlah seorang itu berlebaran dikarenakan baju yang baru tetapi termasuk orang yang berlebaran atau berlebaran itu ialah ketika iman seseorang bertambah, keimanannya itu meningkat. Jadi lebaran adalah momentum untuk meningkatkan, lebih tinggi lagi keyakinan dan ketaata kita kepada Allah SWT. Itulah misi daripada Idul Fitri.
Drs. KH Uus M Ruhyat (Anggota Dewan Hisbah PP Persis)