SHAHABAT NABI SAW DALAM PANDANGAN SYI’AH
Setiap para Nabi mempunyai pengikut dan pendukung setia tentu orang-orang pilihan dan generasi terbaik dari umat Nabi tersebut atau yang kita kenal dengan shahabat. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw :
“…Tidaklah ada seorang Nabi-pun yang diutus kepada suatu umat sebelumku, kecuali mempunyai para pendamping dan shahabat setia, yang senantiasa mengikuti ajarannya dan berpedoman dengan perintahnya. Sepeninggal mereka, datanglah suatu generasi yang biasa mengatakan sesuatu yang mereka tidak perbuat, serta melakukan sesuatu yang tidak pernah diperintahkan.” (HR.Muslim)
Akan tetapi lain halnya dengan Syi’ah, hal ini bias kita perhatikan dalam riwayat-riwayat versi mereka.
“
Dari Sudair, ia riwayatkan dari Abi ja’far dan berkata : sepeninggal Nabi saw seluruh manusia murtad selama satu tahun, kecuali tiga orang. As-Sudair bertanya, siapa yang dimaksud tiga orang tersebut? Ia menjawab, al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi, lalu beliau berkata, Mereka itulah orang-orang yang tetap kokoh dengan pendiriannya dan menolak membai’at (Abu Bakar pen), hingga didatangkan Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib pen.)…” (lihat al-Majlisi Biharu al-Anwar 22/351 dan Tafsir Nur Ats-Tsaqalain 1/396)
Syaikh al-Mufid juga meriwayatkan dalam
Al-Ikhtishash hal. 6;
“..Seluruh manusia menjadi murtad sepeninggal Nabi saw. Kecuali tiga orang, al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi. Setelah itu manusia menyadari, dan kembali masuk Islam.
Dalam riwayat lain, mereka menambah jumlah yang tetap dalam ke-Islamannya menjadi empat.
“…Sesungguhnya ketika Rasulullah saw meninggal dunia, seluruh manusia kembali kepada kehidupan jahiliyyah, kecuali empat orang saja, (yaitu) Ali, al-Miqdad, Salman dan Abu Dzar. (lihat al-Majlisi dalam
Baharu al-Anwar 22/333
Jika demikian, tentu yang jadi pertanyaan kita adalah bagaimana dengan ke-Islaman Fathimah, Hasan serta Husain?
Syi’ah mempropagandakan sebagai pecinta ahlul-bait dan pembela mereka, akan tetapi faktanya mereka secara tidak sadar (atau mungkin sadar) telah menghinakan ahlul-bait.
Keterangan diatas, menjadi alasan bagi Imam Amir bin Syurahil asy-Sya’bi untuk berkomentar tentang sekte Syi’ah,
“Kaum Yahudi dan Nasrani mempunyai satu kelebihan bila dibandingkan dengan agama Syi’ah. Bila ditanyakan kepada Yahudi, siapakah orang terbaik dari penganut agamamu? Mereka tentu akan menjawab, Tentu para shahabat Nabi Musa. Dan bila ditanyakan kepada Nasrani, siapa yang terbaik dari penganut agamamu? Tentu mereka akan menjawab, Tentu para sahabat sekaligus pengikut setia Nabi Isa. AKAN TETAPI, jika ditanyakan kepada Rafidhah (Syi’ah), Siapakah yang terjelek dari penganut agamamu? Niscaya mereka jawab, Tentu para sahabat sekaligus pengikut setia Nabi Muhammad”.
Berikut ini merupakan diantara bentuk penghinaan kepada para shahabat:
“…Kita harus membersihkan diri dari berhala yang empat (yaitu), Abu Bakar, Umar, Usman dan Mu’awiyah. Dan berhala wanita yang empat pula (yaitu), Aisyah, Hafsah, Hindun dan Umi Hakam. Serta seluruh pengikutnya, mereka adalah sejelek-jeleknya makhluk dipermukaan bumi. Tidak sempurna iman seseorang kepada Allah dan Rasul serta Imam-Imam, kecuali melepeaskan/membersihkan diri dari musuh-musuh tersebut”. (Muhammad Baqir al-Majlasi,
Haqqul Yakin halaman 519)
Riwayat Abu Hamzah at-Tamali (al-Majlasi hal 522), saat bertanya kepada Imam Zainal Abidin tentang Abu Bakar dan Umar, ia menjawab :
“Keduanya adalah kafir dan siapa yang mengangkatnya jadi khalifah juga kafir…”
Dan banyak lagi ungkapan-ungkapan penghinaaan yang dialamatkan kepada para shahabat, termasuk para istri Nabi saw.
AQIDAH TAQIYAH
Taqiyah menurut etimologi Bahasa Arab mempunyai arti
menyembunyikan atau
menjaga (lisanu-‘arab 15/401 dan al-Muhith hal.1731). Sedangkan secara syar’I (terminologi), taqiyah mempunyai makna menyembunyikan keyakinan atau keimanan karena dorongan keterpaksaan untuk menyelamatkan dan menjaga jiwa, kehormatan maupun hartanya ditengah-tengah kejahatan yang dilakukan oleh luar Islam (baca : kafir). Taqiyah ditempuh disebabkan karena benar-benar dalam keadaan dipaksa untuk mengucapkan atau mengerjakan kekufuran (an-Nahl, 106).
Sedangkan dalam pandangan Syi’ah, taqiyah adalah
menampakkan kesamaan dengan keyakinan agama orang-orang yang menyelisihi mereka karena adanya rasa takut (Yusuf al-Bahrani,
Al-Kasyful 1/202).Artinya dalam aqidah Syi’ah, taqiyah dijadikan alat atau
senjata untuk mengelabui golongan yang berbeda faham atau keyakinan dan tidak membedakan apakah taqiyah mereka amalkan dihadapan kaum muslimin atau orang-orang kafir.
Taqiyah dalam faham Syi’ah merupakan ajaran yang mempunyai kedudukan dan keutamaan sangat istimewa, diantaranya :
Pertama, taqiyah adalah ajaran agama. Dalam Ushul-Kafi hal 482 disebutkan
“..bahwa Sembilan persepuluh dari agama adalah taqiyah, tidak sempurna agama kecuali terdapat ajaran taqiyah…”.
Juga dari Abu Ja’far menukilkan bahwa taqiyyah “
merupakan agamaku dan agama pendahuluku.Tidak ada keimanan bagi seseorang yang tidak ber-taqiyah” (al-Kafi 2/174). Dalam riwayat lain dari Abu Abdillah dikatakan, “
tidak ada agama bagi seorang yang tidak bertaqiyyah”.
Kedua, taqiyyah adalah kemuliaan agama seseorang. Al-Kulaini (al-Kafi 2/176) meriwayatkan dari Abu Abdillah saat berkata kepada Sulaiman bin Khalid, “
Wahai Sulaiman, sesungguhnya engkau diatas agama yang apabila seseorang menyembunyikannya (ber-taqiyyah), maka Allah akan muliakan dia. (Tetapi)
jika menampakkannya maka Allah akan hinakan dia”.
Ketiga, taqiyah merupakan sebuah ibadah yang paling dicintai Allah. Abu Abdillah (al-Kafi 2/219) mengatakan, “
Tidaklah Allah di ibadahi dengan suatu amalan yang lebih Dia cintai daripada al-Khab’u”, Aku (periwayat) bertanya, “apa itu
al-Khab’u?”.Ia menjawab, “
taqiyah”.
Keempat, taqiyah merupakan seutama-utamanya amalan. Didalam Tafsir al-Askari halaman 163 disebutkan, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “
Taqiyah merupakan salah satu amalan mukmin yang paling utama”.Dia menjaga diri dan saudaranya dengan taqiyah dari orang-orang jahat.
Kelima, taqiyah merupakan perisai yang beriman. AlKulaini (ushul-kafi hal.484) meriwayatkan dari Abi Abdillah, bahwa bapaknya pernah berkata :
Sesuatu yang paling aku senangi adalah taqiyah, taqiyah itu adalah perisai orang beriman.
MUT’AH (KAWIN KONTRAK)
Sengaja masalah mut’ah ini dalam sub.judul tersendiri (sekalipun dalam sub.judul sebelumnya sudah disinggung), mengingat salah satu ajaran yang ditawarkan sekte Syi’ah dan paling digemari oleh para pengikutnya adalah mut’ah (kawin kontrak). Perkawinan jenis ini terjadi berdasarkan bilangan waktu (lamanya) yang telah disebutkan, misalnya untuk jangka waktu satu minggu atau satu bulan dan seterusnya. Fathullah al-Kasyani dalam Minhaju al-Shadiqin hal.356, dijelaskan, “
bahwa mut’ah bagian dari agamaku … dananak yang dilahirkan melalui mut’ah jaun lebih memiliki keutamaan dibandingkan melalui istri tetap, dan orang yang mengingkari mut’ah adalah kafir dan murtad”.
1.Nikah Mut'ah bukan pernikahan yang membatasi istri hanya empat.
Dari Abubakar bin Muhammad Al Azdi dia berkata :aku bertanya kepada Abu Hasan tentang mut'ah, apakah termasuk dalam pernikahan yang membatasi 4 istri? Dia menjawab tidak. Al Kafi. Jilid 5 hal.451 .
Wanita yang dinikahi secara mut'ah adalah wanita sewaan, jadi diperbolehkan nikah mut'ah walaupun dengan 1000 wanita sekaligus, karena akad mut'ah bukanlah pernikahan.Jika memang pernikahan maka dibatasi hanya dengan 4 istri.
Dari Zurarah dari Ayahnya dari Abu Abdullah, aku bertanya tentang mut'ah pada beliau apakah merupakan bagian dari pernikahan yang membatasi 4 istri? Jawabnya : menikahlah dengan 1000 wanita, karena wanita yang dimut'ah adalah wanita sewaan. Al Kafi Jilid. 5 Hal. 452.
Ja’far Sadiq a.s berkata :
tak apa menikahi (mut’ah) gadis perawan, jika memang gadis itu ridho tanpa persetujuan orang tuanya. (Mustadrak Al wasail juz.4 hal.459)
Begitulah wanita bagi imam maksum syi’ah adalah barang sewaan yang dapat disewa lalu dikembalikan lagi tanpa ada tanggungan apa pun. Tidak ada bedanya dengan mobil yang setelah disewa dapat dikembalikan.Duhai malangnya kaum wanita.Sudah saatnya pada jaman emansipasi ini wanita menolak untuk dijadikan sewaan, namun kita masih heran, mengapa masih ada mazhab yang menganggap wanita sebagai barang sewaan.
2.Syarat Utama Nikah Mut'ah
Dalam nikah mut'ah yang terpenting adalah waktu dan mahar.Jika keduanya telah disebutkan dalam akad, maka sahlah akad mut'ah mereka berdua. Karena seperti yang akan dijelaskan kemudian bahwa hubungan pernikahan mut'ah berakhir dengan selesainya waktu yang disepakati. Jika waktu tidak disepakati maka tidak akan memiliki perbedaan dengan pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam.
Dari Zurarah bahwa Abu Abdullah berkata : Nikah mut'ah tidaklah sah kecuali dengan menyertakan 2 perkara, waktu tertentu dan bayaran tertentu. Al Kafi Jilid. 5 Hal. 455.
Ja'far Sadiq berkata : "Dan di perbolehkan bagi laki2 menikahi sebanyak mungkin..tanpa wali dan tanpa saksi" (Al Wasa'il juz 21.hal.64)
Sama seperti barang sewaan, misalnya mobil.Jika kita menyewa mobil harus ada dua kesepakatan dengan si pemilik mobil, berapa harga sewa dan berapa lama kita ingin menyewa.
3.Batas minimal mahar mut'ah
Di atas disebutkan bahwa rukun akad mut'ah adalah adanya kesepakatan atas waktu dan mahar.Berapa batas minimal mahar nikah mut'ah?
Dari Abu Bashir dia berkata : aku bertanya pada Abu Abdullah tentang batas minimal mahar mut'ah, lalu beliau menjawab bahwa minimal mahar mut'ah adalah segenggam makanan, tepung, gandum atau korma. Al Kafi Jilid. 5 Hal. 457.
Semua tergantung kesepakatan antara dua belah pihak.
- Tidak ada talak dalam mut'ah
Dalam nikah mut'ah tidak dikenal istilah talak, karena seperti di atas telah diterangkan bahwa nikah mut'ah bukanlah pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam.Jika hubungan pernikahan yang lazim dilakukan dalam Islam selesai dengan beberapa hal dan salah satunya adalah talak, maka hubungan nikah mut'ah selesai dengan berlalunya waktu yang telah disepakati bersama.Seperti diketahui dalam riwayat di atas, kesepakatan atas jangka waktu mut'ah adalah salah satu rukun/elemen penting dalam mut'ah selain kesepakatan atas mahar.
Dari Zurarah dia berkata masa iddah bagi wanita yang mut'ah adalah 45 hari. Seakan saya melihat Abu Abdullah menunjukkan tangannya tanda 45, jika selesai waktu yang disepakati maka mereka berdua terpisah tanpa adanya talak. Al Kafi .Jilid.5 Hal. 458.
- Jangka waktu minimal mut'ah.
Dalam nikah mut'ah tidak ada batas minimal mengenai kesepakatan waktu berlangsungnya mut'ah.Jadi boleh saja nikah mut'ah dalam jangka waktu satu hari, satu minggu, satu bulan bahkan untuk sekali hubungan suami istri.
Dari Khalaf bin Hammad dia berkata aku mengutus seseorang untuk bertanya pada Abu Hasan tentang batas minimal jangka waktu mut'ah? Apakah diperbolehkan mut'ah dengan kesepakatan jangka waktu satu kali hubungan suami istri?Jawabnya : ya. Al Kafi .Jilid.5 Hal. 460
Orang yang melakukan nikah mut'ah diperbolehkan melakukan apa saja layaknya suami istri dalam pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam, sampai habis waktu yang disepakati. Jika waktu yang disepakati telah habis, mereka berdua tidak menjadi suami istri lagi, alias bukan mahram yang haram dipandang, disentuh dan lain sebagainya.Bagaimana jika terjadi kesepakatan mut'ah atas sekali hubungan suami istri?Padahal setelah berhubungan layaknya suami istri mereka sudah bukan suami istri lagi, yang mana berlaku hukum hubungan pria wanita yang bukan mahram?
Tentunya diperlukan waktu untuk berbenah dan mengenakan pakaian sebelum keduanya pergi.
Dari Abu Abdillah, ditanya tentang orang nikah mut'ah dengan jangka waktu sekali hubungan suami istri. Jawabnya :”tidak mengapa, tetapi jika selesai berhubungan hendaknya memalingkan wajahnya dan tidak melihat pasangannya". Al Kafi jilid 5 hal 460
- Nikah mut'ah berkali-kali tanpa batas.
Diperbolehkan nikah mut'ah dengan seorang wanita berkali-kali tanpa batas, tidak seperti pernikahan yang lazim, yang mana jika seorang wanita telah ditalak tiga maka harus menikah dengan laki-laki lain dulu sebelum dibolehkan menikah kembali dengan suami pertama.Hal ini seperti diterangkan oleh Abu Ja'far, Imam Syiah yang ke empat, karena wanita mut'ah bukannya istri, tapi wanita sewaan.Sebagaimana barang sewaan, orang dibolehkan menyewa sesuatu dan mengembalikannya lalu menyewa lagi dan mengembalikannya berulang kali tanpa batas.
Dari Zurarah, bahwa dia bertanya pada Abu Ja'far, seorang laki-laki nikah mut'ah dengan seorang wanita dan habis masa mut'ahnya lalu dia dinikahi oleh orang lain hingga selesai masa mut'ahnya, lalu nikah mut'ah lagi dengan laki-laki yang pertama hingga selesai masa mut'ahnya tiga kali dan nikah mut'ah lagi dengan 3 lakii-laki apakah masih boleh menikah dengan laki-laki pertama? Jawab Abu Ja'far : ya dibolehkan menikah mut'ah berapa kali sekehendaknya, karena wanita ini bukan seperti wanita merdeka, wanita mut'ah adalah wanita sewaan, seperti budak sahaya. Al Kafi jilid 5 hal 460
- Wanita mut'ah diberi mahar sesuai jumlah hari yang disepakati.
Wanita yang dinikah mut'ah mendapatkan bagian maharnya sesuai dengan hari yang disepakati.Jika ternyata wanita itu pergi maka boleh menahan maharnya.
Dari Umar bin Handhalah dia bertanya pada Abu Abdullah : aku nikah mut'ah dengan seorang wanita selama sebulan lalu aku tidak memberinya sebagian dari mahar, jawabnya : ya, ambillah mahar bagian yang dia tidak datang, jika setengah bulan maka ambillah setengah mahar, jika sepertiga bulan maka ambillah sepertiga maharnya. Al Kafi .Jilid.5 Hal. 452.
Bayaran harus sesuai dengan hari yang disepakati, supaya tidak ada “kerugian” yang menimpa pihak penyewa.
8.Nikah mut'ah dengan pelacur
Diperbolehkan nikah mut'ah walaupun dengan wanita pelacur.Sedangkan kita telah mengetahui di atas bahwa wanita yang dinikah mut'ah adalah wanita sewaan.Jika boleh menyewa wanita baik-baik tentunya diperbolehkan juga menyewa wanita yang memang pekerjaannya adalah menyewakan dirinya.
Ayatollah Udhma Ali Al Sistani mengatakan :
Diperbolehkan menikah mut'ah dengan pelacur walaupun tidak dianjurkan, ya jika wanita itu dikenal sebagai pezina maka sebaiknya tidak menikah mut'ah dengan wanita itu sampai dia bertaubat. Minhaju As-shalihin. Jilid 3 hal. 8
Sebaiknya tidak, tapi jika terpaksa khan namanya tetap nikah walaupun dengan pelacur. Si pelacur akan berbahagia karena disamping mendapat uang dan kenikmatan dalam pekerjaannya, dia juga mendapat pahala.
- Hubungan warisan
Ayatullah Udhma Ali Al Sistani dalam bukunya menuliskan :
Nikah mut'ah tidak mengakibatkan hubungan warisan antara suami dan istri. Dan jika mereka berdua sepakat, berlakunya kesepakatan itu masih dipermasalahkan. Tapi jangan sampai mengabaikan asas hati-hati dalam hal ini.Minhaju as-shalihin. Jilid 3 Hal.8010.
Wanita yang dinikah mut'ah tidak berhak mendapatkan nafkah dari suami.
Laki-laki yang nikah mut'ah dengan seorang wanita tidak wajib untuk menafkahi istri mut'ahnya walaupun sedang hamil dari bibitnya. Suami tidak wajib menginap di tempat istrinya kecuali telah disepakati pada akad mut'ah atau akad lain yang mengikat. Minhaju as-shalihin.Jilid 3 hal 80. Begitulah gambaran mengenai fikih nikah mut’ah.
- Keutamaan Mut’ah
Adapun mengenai dalil dan keutamaan mut’ah diantaranya : Al-Qummiy, dalam kitabnya
Al-Muqni seperti berikut :
"Tidaklah dia (orang yang melakukan mut'ah) berbicara dengannya (perempuan yang dimut'ah) satu kalimah melainkan Allah memberikan kepadanya satu kebaikan. Tidaklah dia menghulurkan tangannya kepadanya melainkan Allah menuliskan untuknya satu kebaikan.Bila dia menghampiri perempuan itu (bersetubuh), maka Allah Ta’ala mengampunkannya dengan perbuatan tersebut.Bila ia mandi, maka Allah mengampunkannya sebanyak air yang mengalir di atas bulunya (sebanyak jumlah bulunya)."
Lalu dia (Al-Qummiy) menambahkan secara dusta kembali riwayat bahwasanya Malaikat Jibril 'Alaihis Salam menjumpai Rasulullah saw, kemudian berkata :
Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Aku telah mengampuni orang-orang yang melakukan nikah mut'ah
pada umatmu dari kalangan wanita"
Terdapat dalam kitab mereka yang lain yaitu
Mustadrak al-Wasail, hal. 452 oleh Ath-Thibrisi. Dijelaskan tentang keutamaan dan pahala yang diperoleh orang yang melakukan mut'ah. (Riwayat no. 17257), dia menyandarkan riwayat tersebut secara dusta kepada Imam Al-Baqir seperti berikut :
"Adakah orang yang melakukan mut’ah mendapat pahala? Dia (Al-Baqir) menjawab: "Jika dia melakukannya (mut'ah) karena Allah 'Azza wa Jalla dan menyelisihi si fulan, maka Tidaklah dia (orang yang melakukan mut'ah) berbicara dengannya (perempuan yang dimut'ah) satu kalimah melainkan Allah memberikan kepadanya satu kebaikan. Tidaklah dia menghulurkan tangannya kepadanya melainkan Allah menuliskan untuknya satu kebaikan. Bila dia menghampiri perempuan itu (bersetubuh), maka Allah Ta’ala mengampunkannya dengan perbuatan tersebut. Bila ia mandi, maka Allah mengampunkannya sebanyak air yang mengalir di atas bulunya. Aku (perawi) berkata: “Sebanyak jumlah bulu? Dia menjawab: “Ya! Sebanyak jumlah bulu"
Kemudian pada riwayat no. 17258 yang disandarkan secara dusta kepada Imam Ash Shadiq, ia berkata
"Sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla mengharamkan setiap minuman yang memabukkan atas Syi'ah kami, dan menggantinya dengan mut'ah."
Kemudian riwayat no. 17259 yang disandarkan secara dusta kembali kepada Al-Baqir, ia berkata:
Rasulullah saw bersabda: "Ketika Aku di-Isra-kan ke langit, Jibril menemuiku, lalu berkata:''Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla berfirman: "Sesungguhnya Aku telah mengampuni orang-orang yang melakukan nikah mut'ah pada umatmu dari kalangan wanita"
Disebutkan pula dalam Tafsir Minhajus Shadiqin oleh dedengkot Fathullah Al-Kasyani seperti berikut :
"Barangsiapa melakukan mut'ah sekali dimerdekakan sepertiganya dari api neraka, barangsiapa melakukan mut'ah dua kali dimerdekakan dua pertiganya dari api neraka dan barangsiapa yang melakukan mut’ah tiga kali dimerdekakan total dirinya dari neraka."
Barang siapa yang telah ber tamattu'/mut'ah lalu langsung mandi junub , maka Allah akan memberikan ganjaran dari setiap titis air mandinya 70 malaikat yang memintakan ampunan untuk nya selama hari kiamat (Al Wasail. juz 1 halaman.16)
"Barangsiapa yang melakukan nikah mut'ah sekali maka dia telah selamat dari murka Allah Yang Maha Perkasa, barangsiapa melakukannya dua kali maka akan dikumpulkan bersama orang-orang yang berbakti dan barangsiapa yang melakukannya tiga kali maka akan berdesakan denganku (Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam) di Surga"
"Barangsiapa yang melakukan nikah mut'ah sekali maka derajatnya seperti Husain alaihissalam, dan barangsiapa yang nikah mut'ah dua kali maka derajat seperti derajat Hasan alaihissalam dan barangsiapa yang nikah mut'ah tiiga kali maka derajatnya seperti derajat Ali bin Abi Tholib alaihissalam dan barangsiapa yang nikah mutah empat kali sama seperti derajatku (nabi Muhammad)" Tafsir Manhaj Ash Shodiqin 2/493
Barang siapa yang keluar dari dunia (wafat) dan dia tidak nikah mut'ah maka dia datang pada hari kiamat sedangkan kemaluannya terpotong Tafsir manhaj ash shadiqin 2/489
"Sesungguhnya mut'ah itu adalah agamaku dan agama bapak-bapakku. Barangsiapa mengamalkannya maka ia mengamalkan agama kami dan yang mengingkarinya maka ia mengingkari agama kami, bahkan ia memeluk agama selain agama kami. DAN ANAK HASIL MUT'AH LEBIH UTAMA DARIPADA ANAK DARI ISTRI DAIM (tetap). Dan yang mengingkari mut’ah adalah kafir murtad"
12.Rukun Mut’ah
Al-Kasyani dalam tafsirnya al-Minhaju al-Shadiqin halaman 357, menyebutkan :
“…Ketahuilah bahwa rukun mut’ah itu ada lima (yaitu); Laki-laki, perempuan (calon yang akan mut’ah), mahar, penentuan waktu, sighat (ijab dan qabul)”.
KITAB –KITAB POKOK RUJUKAN SYI’AH
Sebenarnya dari mana umat Syi’ah mengambil ajaran agamanya?Mengapa kita sering mendengar kawan-kawan syiah berdalil dari Shahih Bukhari?
Sebagaimana Ahlussunah memiliki kitab hadits yang berasal dari Nabi,maka sebagai mazhab, syiah harus memiliki kitab-kitab yang berisi sabda para imam
ahlulbait, mereka yang wajib diikuti bagi penganut syiah. Lalu mengapa syiah mengemukakan dalil dari kitab-kitab hadits sunni seperti shahih Bukhari dan Muslim? Mereka menggunakan hadits-hadits itu dalam rangka mendebat ahlussunah, bukan karena beriman pada isi hadits itu. Lalu apa saja rujukan syiah Imamiyah?
Syiah Imamiyah menganggap sabda 12 imam ahlulbait sebagai ajaran yang wajib diikuti, ini sesuai dengan ajaran mereka yang menganggap 12 imam ahlulbait sebagai penerus risalah Nabi.Sabda-sabda tersebut tercantum dalam kitab-kitab syiah, namun sayangnya kitab-kitab itu tidak begitu dikenal atau tepatnya sengaja tidak disebarluaskan oleh penganut syiah di Nusantara. Insya Allah kami akan memudahkan pembaca untuk mendownload sebagian kitab rujukan mereka yang memuat sabda-sabda para imam ahlulbait. Tapi kita pasti penasaran untuk membaca sabda ahlulbait, karena salah satu murid Imam Ja’far As Shadiq yang bernama Zurarah mengatakan dalam sebuah riwayat dari Al Kisyi yang meriwayatkan dalam bukunya Rijalul Kisyi dengan sanadnya dari Muhammad bin Ziyad bin Abi Umair dari Ali bin Atiyyah bahwa Zurarah berkata:
jika aku menceritakan seluruh yang kudengar dari Abu Abdillah (Ja’far Asshadiq) maka laki-laki yang mendengar perkataan Imam Ja’far pasti akan berdiri kemaluannya. Rijalul Kisyi hal 134 (kira-kira cerita apa yang dibawa oleh Imam Ja’far sehingga membuat kemaluan berdiri?)
Literatur syiah yang dianggap sebagai literatur utama yang memuat riwayat sabda ahlulbait ada 8 kitab utama, ulama mereka menyebutnya dengan sebutan “
al jawami’ ats tsamaniah” (kitab kumpulan yang delapan) ini sesuai dengan yang tercantum dalam kitab Muftahul Kutub Al Arba’ah jilid 1 hal 5 dan A’yanus Syiah jilid 1 hal 288. Dalam makalahnya yang berjudul metode praktis untuk pendekatan sunnah syiah (dimuat dalam masalah Risalatus Islam, juga dimuat bersama makalah lain yang diambil dari majalah yang sama dengan judul “persatuan islam” hal 233, Muhammad Shaleh Al Ha’iri mengatakan: kitab shahih imamiyah ada delapan, empat di antaranya di tulis oleh tiga orang yang bernama Muhammad yang hidup terdahulu, tiga lagi ditulis oleh tiga orang yang bernama Muhammad yang hidup setelah tiga yang pertama, yang kedelapan ditulis oleh Al Husein Nuri Thabrasi.
Kitab
pertama dan yang
“tershahih” di antara delapan kitab di atas adalah
Al Kafi.Ini seperti disebutkan dalam kitab Adz Dzari’ah jilid 17 hal 245, Mustadrak Al Wasa’il jilid 3 ha 432, Wasa’il Asy Syi’ah jilid 20 hal 71.kitab-kitab di atas menyebutkan bahwa kitab Al Kafi adalah kitab yang tershahih dari empat kitab utama mereka, karena kitab Al Kafi ditulis pada era Ghaibah Sughra, yang mana saat itu masih mungkin untuk mengecek validitas riwayat yang ada dalam kitab itu. karena pada era ghaibah sughra imam mahdi masih dapat dihubungi melalui “
duta yang empat” yang dapat berhubungan dengan imam mahdi dan menerima seperlima bagian dari harta syi’ah.
Jumlah riwayat kitab Al Kafi ada 16099, seperti diterangkan dalam kitab A’yanus Syi’ah jilid 1 hal 280.Kitab Al Kafi dijelaskan oleh para Ulama Syi’ah, di antaranya adalah Al Majlisi –penulis Biharul Anwar- yang menulis penjelasan kitab Al Kafi dan diberi judul
Mir’aatul Uquul.Dalam kitabnya itu Majlisi juga menilai validitas hadits Al Kafi, di antara hadits yang dianggapnya shahih adalah hadits yang menerangkan bahwa Al Qur’an telah diubah. Berikut terjemahan nukilan dari Mir’atul Uqul:
Abu Abdillah berkata: “
Al Qur’an yang diturunkan Jibril kepada Muhammad adalah 17 ribu ayat”. Al Kafi jilid 2 hal 463.Muhammad Baqir Al Majlisi berkata bahwa riwayat ini adalah muwathaqah.Lihat di Mir’atul Uqul jilid 2 hal 525.
Begitu juga ada kitab lain yang berisi penjelasan riwayat Al Kafi, yaitu Syarh Jami’ yang ditulis oleh Al Mazindarani begitu juga terdapat kitab yang berjudul
As Syafi fi Syarhi Ushulil Kafi, ada lagi kitab yang judulnya
At Ta’liqah Ala Kitabil Kafi yang ditulis oleh Muhammad Baqir Al Husaini, tapi hanya menjelaskan sampai Kitabul Hujjah saja. Ada lagi kitab
Al Hasyiyah Ala UshulilKafi karangan Rafi’uddin Muhammad bin Haidar An Na’ini, juga Badruddin bin Ahmad Al Husaini Al Amili
..Sementara itu Ali Akbar Al-Ghifari, pentahqiq kitab Al-Kafi menyatakan: “
Madzhab Imamiyah telah sepakat bahwa seluruh isi kitab Al-Kafi adalah shahih.”
Diantara isi atau bab kitab utama Syi’ah (Al-Kafi) memuat :
Bab Wajib taat kepada para imam.
Bab para imam adalah pembawa petunjuk.
Bab para imam adalah pembawa perintah Allah dan penyimpan ilmu-Nya.
Bab Para imam adalah cahaya Allah.
Bab para imam adalah tiang bumi.
Bab bahwa ayat yang disebutkan oleh Allah dalam kitab-Nya adalah para imam.
Bab bahwa ahli dzikir yang diperintahkan bagi manusia untuk bertanya pada mereka adalah para imam.
Bab bahwa orang yang diberikan ilmu yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah para imam.
Bab bahwa orang yang dalam ilmunya adalah para imam.
Bab bahwa Al-Qur’an menunjukkan pada imam.
Bab para imam mewarisi ilmu Nabi Muhammad dan seluruh Nabi dan washi sebelumnya.
Bab para imam memiliki seluruh kitab suci yang diturunkan oleh Allah.
Bab tidak ada yang mengumpulkan Al-Qur’an yang lengkap selain para imam, dan mereka mengetahui ilmu Al-Qur’an seluruhnya.
Bab para imam memiliki mukjizat para Nabi.
Bab para imam memiliki senjata dan barang-barang peninggalan Nabi.
Bab jumlah para imam bertambah pada malam jum’at.
Bab para imam jika mereka ingin mengetahui sesuatu mereka pun akan dapat mengetahuinya.
Bab bahwa para imam mengetahui kapan mereka mati, dan mereka hanya mati pada saat mereka berkehendak.
Bab para imam akan memberitahukan rahasia orang walaupun mereka tidak diberitahu.
Bab bumi dan seisinya adalah milik para imam.
Bab para imam mengetahui seluruh ilmu yang diberikan pada malaikat, Nabi dan Rasulullah ‘Alaihis salam.
Bab Para imam mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang belum terjadi, tidak ada sesuatu pun yang tidak mereka ketahui.
Kitab
kedua adalah
Man la Yahdhuruhul Faqihyang ditulis oleh Muhammad bin Babawaih Al Qummi, yang juga dikenal dengan sebutan As Shaduq, keterangan mengenai kitab ini adapat dilihat dalam kitab Raudhatul Jannat jilid 6 hal 230-237, A’yanus Syi’ah jilid 1 hal 280, juga dalam Muqaddimah kitab Man La Yahdhuruhul Faqih, kitab ini memuat 176 bab, yang pertama adalah bab Thaharah dan ditutup dengan bab Nawadir.Kitab ini memuat 9044 riwayat.
Disebutkan dalam pengantar bahwa penulisnya sengaja menghapus sanad dari setiap riwayat agar tidak terlalu memperbanyak isi kitab, juga disebutkan bahwa penulisnya mengambil riwayat untuk ditulis dalam buku ini dari kitab-kitab yang terkenal dan dapat diandalkan, penulis hanya mencantumkan riwayat yang diyakini validitasnya. Ditambah lagi dengan kitab
Tahdzibul Ahkam, keterangan mengenai kitab ini dapat ditemui dalam kitab mustadrakul wasa’il jilid 4 hal 719, kitab adzari’ah jilid 4 hal 504, juga dalam pengantar tahdzibul ahkam sendiri. Kitab ini ditulis untuk memecahkan kontradiksi yang terjadi pada banyak sekali riwayat syiah, kitab ini berisi 393 bab.
Begitu juga kitab
Al Istibshar, yang terdiri dari tiga jilid, dua jilid memuat bab ibadah, sementara pembahasan fiqih lainnya dicantumkan pada jilid ketiga. Kitab ini memuat 393 bab, dalam kitabnya ini penulis hanya mencantumkan 5511 hadits dan mengatakan: saya membatasinya supaya tidak terjadi tambahan maupun pengurangan. Sementara dalam kitab Adz Dzari’ah ila Tashanifisy Syi’ah disebutkan bahwa jumlah haditsnya ada 6531, berbeda dengan penuturan penulisnya sendiri. Silahkan dirujuk ke Ad Dzari’ah jilid 2 hal 14, A’yanus Syi’ah jilid 1 hal 280, pengantar Al Istibshar, tulisan Hasan Al Khurasan. Kedua kitab di atas – Tahdzibul Ahkam dan Al Istibshar- adalah karya ulama tersohor syiah yang bergelar “ Syaikhut Tha’ifah” yaitu Abu Ja’far Muhamamd bin Hasan Al Thusi (wafat 360 H). Al Faidh Al Kasyani dalam Al Wafi jilid 1 hal 11 mengatakan: seluruh hukum syar’i hari ini berporos pada empat kitab pokok, yang seluruh riwayat yang ada di dalamnya dianggap shahih oleh penulisnya.
Agho Barzak Tahrani – salah satu mujtahid syiah masa kini- mengatakan dalam kitab Adz Dzari’ah jilid 2 hal 14 : empat kitab ditambah dengan kitab kumpulan hadits adalah dasar bagi hukum syar’I hingga saat ini. Pada abad 11 Hijriah para ulama syiah menyusun beberapa kitab, empat di antaranya disebut oleh ulama syiah hari ini dengan : Al Majami’ Al Arba’ah Al Mutaakhirah” (empat kitab kumpulan hadits belakangan); empat kitab itu adalah: Al Wafi yang disusun oleh Muhamad bin Murtadha yang dikenal dengan julukan Mulla Muhsin Al Faidh Al Kasyani –wafat tahun 1091 H– terdiri dari tiga jilid tebal, dicetak di Iran, memuat 273 bab.Muhammad Bahrul Ulum mengatakan bahwa kitab Al Wafi memuat 50 000 hadits (lihat footnoote kitab Lu’lu’atul Bahrain hal 122) sementara Muhsin Al Amin mengatakan bahwa Al Wafi memuat 44244 hadits, bisa dilihat dalam A’yanus Syi’ah.
Lalu kitab Biharul Anwar Al Jami’ah Li Durar Akhbar Aimmatil At-har karya Muhammad Baqir Al Majlisi –wafat tahun 1110 atau 1111 H-. Ulama syiah menyatakan bahwa Biharul Anwar adalah kitab terbesar yang memuat hadits dari kitab-kitab rujukan syiah, bisa dilihat keterangan mengenai kitab ini dalam Adz Dzari’ah jilid 3 hal 27, juga A’yanus Syi’ah jilid 1 hal 293. selain itu juga ada kitab wasa’ilus syi’ah ila tahsil masa’ilisy syari’ah yang disusun oleh Muhammad bin Hasan Al Hurr Al Amili, yang dianggap sebagai kitab terlengkap yang memuat hadits hukum fiqih bagi syiah imamiyah.
Dalam kitab ini terkumpul riwayat dari kitab empat utama dan ditambah dengan riwayat lain dari kitab-kitab lain yang dianggap sebagai rujukan, yangkonon jumlahnya mencapai tujuh puluh kitab-seperti dikatakan oleh penulis kitab Adz Dzari’ah. Tetapi Syirazi dalam pengantar kitab wasa’il menyebutkan jumlah kitab yang menjadi rujukan adalah 180 kitab lebih, Al Hurr Al Amili menyebutkan judul-judul kitab yang menjadi rujukannya yang berjumlah lebih dari delapan puluh kitab, dia juga menyebutkan bahwa dia mengambil rujukan dari kitab0kitab selain yang telah disebutkan, tetapi dia merujuknya dengan perantaraan nukilan kitab lain. Silahkan merujuk pada Muqaddimatul Wasa’il yang situlis oleh Asyirazi, begitu juga A’yanus Syi’ah jilid 1 hal 292-293, Adz Dzari’ah jilid 4 hal 352-353, Wasa’ilusy Syi’ah jilid 1 hal 408, jilid 20 hal 36-49.
Jadi Syi’ah setidaknya memiliki empat referensi utama dalam membangun alirannya.Yaitu :
- Al-Kafi yang ditulis oleh Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini. Dia adalah seorang ulama Syi’ah terbesar di zamannya.Dalam kitab itu terdapat 16.199 hadits.Menurut kalangan Syi’ah, Al-Kafi adalah kitab yang paling terpercaya.
- Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, dikarang oleh Muhammad bin Babawaih al-Qummi. Terdapat di dalamnya 3.913 hadits musnad dan 1.050 hadits mursal.
- At-Tahzib diitulis oleh Muhammad At-Tusi yang dijuluki Lautan Ilmu.
- Al-Istibshar, juga ditulis oleh Al-Qummi mencakup 5.001 hadits.
PERKEMBANGAN SYI’AH DI INDONESIA
Diawal tahun 1980 yaitu pasca revolusi Iran dipenghujung 1979, ajaran Syi’ah mulai masuk ke Indonesia. Ada beberapa tokoh yang punya andil yaitu meyakinkan pemerintah Indonesia bahwa yang dating itu bukan murid-murid Khumaini, akan tetapi lawan-lawan politiknya serta mereka tidak membawa ajaran Khumaini. Sejak itu masuklah ajaran Syi’ah di negeri Indonesia.Tiga puluh tahun lebih sejak mulai menancapkan kukunya di Indonesia, kini pengikut Syi’ah Indonesia sudah berani memperlihatkan sebagian ajaran mereka dengan terang-terangan. Berbagai cara mereka lakukan untuk mencapkan ajarannya kesemua lapisan masyarakat. Menurut al-Ustadz Abdul Hakim Abdat, cara mereka memberikan pemahaman sangatlah halus dan awalnya tidak diketahui. Diantara cara yang mereka lakukan menurut beliau antara lain :
- Mereka mengatasnamakan diri (pecinta) ahlu-bait.
- Menggunakan ayat-ayat dan tafsir-tafsir tanpa hadits.
- Mengkritik sebagian shahabat
- Mengkritik hadits-hadits
- Memberikan kesan bahwa Syi’ah merupakan madzhab yang kelima dalam Islam dan perbedaan mereka lebih kepada masalah furu’iyah
- Mendakwahkan ajaran menarik yakni Mut’ah
- Memberikan kesan buruk terhadap sebuah ajaran yang mereka benci yaitu wahabi.
Lebih lanjut mereka memasuki semua lapisan masyarakat dengan cara-cara yang berbeda disesuaikan dengan tingkatan pemahaman masyarakat yakni dilihat dari latar belakang pendidikannya.
Tingkatan pertama, mereka mempengaruhi masyarakat awam dengan cara yang dapat diterima. Mengahadapi orang awam, pegiat Syi’ah tidak akan mampu untuk mengkafirkan seluruh atau bahkan sebagian shahabat. Sebab orang awam sekalipun pemahaman agamanya “terbatas” dan lebih bersipat ikut-ikutan, tapi dasar cinta kepada Nabi, istrinya dan para shahabat luar biasa. Biasanya ketingkat ini mereka membuat cara bagaimana supaya orang awam itu mengkultuskan kepada keturunan Ali dan Fathimah (ahlul-bait), baik melalui syair-syair ataupun dengan cara yang lainnya.
Tingkatan kedua, menghadapi para pelajar dan terutama mahasiswa. Untuk lapisan ini, mereka masuk melalui sesuatu yang trend, baru dan menjadi keinginan anak muda, karena para pemuda dan mahasiswa sangat aktif dan mencari hal-hal yang dianggap baru dan tidak biasa.Salah satunya melalui penyebaran nikah mut’ah.
Tingkatan ketiga, memasuki media masa baik cetak maupun elektronik. Melalui media ini mereka menampilkan pesan dan paham ajarannya sedikit demi sedikit.
Tingkatan keempat, mendekati para pejabat, kalau bias menempati jabatan strategis dalam pemerintahan pusat atau daerah.
Tingkatan kelima, masuk ke berbagai partai politik dan berusaha menjadi wakil partai di dewan yang membuat undang-undang.
Ini merupakan gerakan Syi’ah di Indonesia yang sudah mulai terlihat dalam melakukan. (lihat Majalah Sunnah edisi XII TAHUN 1431 H)
Dari sisi jumlah komunitas Syi’ah di Indonesia, menurut data penelitian pemerintah menyatakan jumlah pengikut aliran Syiah di Indonesia berkisar 500 orang.Jumlah itu tersebar di pelbagai daerah. Namun, menurut Jalaluddin Rahmat (Ketua Dewan Syura IJABI) jumlah itu hanya perkiraan terendah. “Ada perkiraan tertinggi, 5 juta orang. Tapi, ada sekitar 2,5 jiwa,” kata Kang Jalal. Menurut dia, keberadaan penganut Syiah tidak banyak diketahui karena menganut
taqiyah, yaitu menyembunyikan jati diri dan bersikap layaknya pemeluk Islam pada umumnya.
Menurut
Tempo, orang yang pertama kali mengaku sebagai penganut Syiah di Jawa adalah Habib Abdul Kadir Bafaqih. Ia merupakan pemimpin Pondok Pesantren Al Qairat Bangsri di Jepara, Jawa Tengah. Setelah itu, bermunculan wadah bagi penganut Syiah.Misalnya, Yayasan Nuruts Tsaqolain dengan pusat kegiatan di Masjid Husainiyyah Nuruts Tsaqolain, Semarang.Yayasan ini berdiri sejak 1984.Hingga kini, jemaah Syiah di Kota Semarang terus bertambah.
Farid ahmad okbah menjelaskan tentang penyebaran syiah di indonesia: “Setelah meletusnya revolusi Iran pada tahun 1979 M, paham Syi’ah Imamiyah (Syi’ah Itsna Asyariyah) mulai masuk ke Indonesia. Diantara tokoh yang terpengaruh dengan paham Syi’ah adalah Husain al-Habsy, Direktur Pesantren Islam YAPI Bangil.Al-Habsy kemudian aktif menyebarkan ideologi Syi’ah dengan kemasan apik dan berslogan persatuan kaum muslimin
.
Pada tahun 1980-an, al-Habsy mengirim sejumlah santrinya untuk belajar di Hauzah Ilmiyah di Qum, Iran
. Sepulang dari Qum, para santri kemudian menyebarkan ajaran Syi’ah melalui sejumlah kegiatan, baik di bidang politik, pendidikan, media, sosial, ekonomi, maupun kesehatan.Dalam bidang politik, mereka masuk ke partai-partai.Dalam bidang pendidikan mereka mendirikan sekolah dari TK sampai Perguruan Tinggi. Dibidang media mereka mendirikan koran, majalah, televisi, penerbitan buku, selebaran, dsb. Dalam bidang sosial, mereka mempraktekkan nikah mut’ah
. Dalam bidang ekonomi mereka membuka toko-toko, membeli angkutan-angkutan umum, dan aktif dalam dunia perdagangan secara umum.Dalam bidang medis, mereka membangun rumah sakit dan klinik pengobatan. Pada tahun 1993, jati diri al-Habsy sebagai orang Syi’ah terkuak saat dia mengirimkan laporan kegiatan Syi’ah Indonesia ke Ayatullah di Iran dan saat itu 13 guru yang bermadzhab Ahlussunnah keluar dari pesantrennya”
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 Yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga gencar dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia.
Sementara jika dilihat dari tempat, secara umum penyebaran dan kegiatan komunitas Syi’ah lebih terkonsentrasi di pulau Jawa. Sekalipun di luar pulau Jawa terdapat banyak komunitas Syi’ah, seperti Kalimantan Selatan (Banjarmasin dan Martapura), Balikpapan di Kalimantan Timur, Makasar Sulawesi Selatan, Palu Sulawesi Tengah dan tempat-tempat yang lainnya.
Dalam buku
Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah Di Indonesia, setidaknya ada lima poros kegiatan Syi’ah dipulau Jawa.
- Poros Jakarta di Islamic Cultural Centre (ICC)
- Poros Pekalongan – Semarang, dianranya berpusat di Ponpes Al-Hadi Pekalongan
- Poros Yogyakarta di Yayasan Rausyan Fikr
- Poros Bangil dan Pasuruan di Ponpes YAPI Bangil
- Poros Bandung di Yayasan Muthahari dan Ijabi
PENUTUP
Dari tulisan yang terbatas ini semoga aqidah kita terjaga dari berbagai
virus yang setiap saat terus menggerogoti agama dan aqidah (Islam).
Allohu A’lam
BIBLIOGRAFI (MARAJI’)
- Abdul Husain al-Musawi, Isu-Isu Ikhtilaf Sunnah-Syi’ah, (Mizan dan Al-Huda, 2002)
- Abdul Hakim bin Amir Abdat, Sepak Terjang Syi’ah di Indonesia, Majalah As-Sunnah, edisi 12/Th.XIII, Rabi’ul Awwal 1431H/Maret 2010M
- Abu Alifa Shihab, Solusi Islam : Kumpulan Tanya Jawab, Dalam Abu Alifa Shihab Menjawab, (Jakarta : Pembela Islam, 2011)
- ------, Solusi Islam 2 ; Kumpulan Tanya Jawab, Dalam Abu Alifa Shihab Menjawab, (Naskah pdf)
- Abu Zahrah, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah fi al-Siyasah wa al-Aqaid, (Cairo : Daar al-Fikr al-Arabi, tt)
- Abu Ihsan Al-Atsari, Kekejaman Kaum Syi’ah Terhadap Ahlu Sunnah, (Majalah As-Sunnah)
- Abdullah bin Muhammad, Menyingkap Hakikat Aqidah Syi’ah, (terjemahan) (Jaringan Pembela Terhadap Sunnah, tt)
- Al-Alusi, Mahmud Syukri, Shobb al-‘Adzab ala Man Sabb al-Ashab, (Riyadh : Adhwa’ Salaf, 1997)
- Ali Ahmad As-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syi’ah, (Pusataka al-Kautsar, 2001)
- Ali Muhammad As-Shallabi, Khawarij dan Syi’ah Dalam Timbangan Ahlusunnah Wal Jamaah, (Pustaka Al-Kautsar, 2011)
- Al-Syahrastani, Muhammad bin Abdul-Karim, al-Milal wa al-Nihal, (Beirut : Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1992)
- Al-Khathib al-Bagdadi, al-Kifayah fi ‘ilmi al-Riwayah, (naskah pdf Maktabah Waqfeya)
- Al-Tunsawi, Muhammad Abdul Sattar, Buthlanu ‘Aqaidi al-Syi’ah, tt. Pakistan
- Hamid Enyat, Reaksi Politik Sunni dan Syi’ah, Pemikiran Politik Modern Menghadapi Abad ke-20 (Bandung : Pustaka, 1988)
- Ibnu Taymiah, al-Sunnah al-Nabawiah, tahqiq Dr.Muhammad Rasyad Salim (cet.1986)
- Jalaluddin Rakhmat, Al-Mustafa : Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi, (Muthahhari Press)
- ---------, Catatan Kang Jalal : Visi Media, Politik dan Pendidikan, (Rosdakarya Bandung, cet.2 1998)
- Muhammad Thalib, Nubuwat Rasulullah Tentang Syi’ah, (Makalah)
- Majalah As-Sunnah, Rabi’ul Awwal 1431 H
- Majalah An-Najah edisi 96 Muharram 1435 H
- Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009
- H.Thabathabai, Islam Syi’ah ; Asal-Usul dan Perkembangannya, (Jakarta : Grafiti, 1989)
- Majlis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI, (Jakarta : Erlangga, 2011)
- Nashir bin Abdullah al-Qifari, Ushul Madzhab Syi’ah al-Imamiyah Itsna Asyariyah, (Riyadh : Jami’at al-Imam, 1994)
- ----------, Masalat al-Taqrib bayna Ahl al-Suinnah wa al-Syi”ah, (Riyadh : Dar Thayibah, 1413 H)
- Shiddiq Amien, Mengenal Syi’ah (Makalah Daurah Duaat PP.Persis Bandung)
- Tim Penulis MUI Pusat, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah Di Indonesia, (Jakarta : Formas, 2013)
- Seminar Nasional LPPI, Mengapa Kita Menolak Syi’ah, (Jakarta : LPPI, 1997)
- Syarafuddin al-Musawi, Dialog Sunnah-Syi’ah, (Mizan, 1983)
- Tim Ahlul Bait Indonesia, Buku Putih Mazhab Syi’ah, (ABI : September 2012)
- ghazi.abatasa.com
- ghazi01.wordpress.com
- abualifa.blogspot.com
- com
- com