Bandung - persis.or.id, Pendidikan merupakan keseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat dimana dia hidup. Pendidikan tidak hanya kita peroleh dari sekolah saja (pendidikan formal), akan tetapi juga dapat diperoleh dari lingkungan keluarga (pendidikan informal) dan masyarakat sekitar (pendidikan non-formal) serta dari manapun. Dalam pengertian yang luas, proses pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi juga dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun. Salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang sedang marak dan digandrungi oleh masyarakat adalah proses pembelajaran di alam terbuka.
Pada hari Ahad, 14 Oktober 2018, MA PERSIS 31 BANJARAN melakukan geotrek ke Stone Garden, Goa Pawon, dan Kawasan Citarum Purba. Geotrek merupakan pembelajaran langsung dilapangan dengan mempelajarai lingkungan sekitar dikaitkan dengan ilmu geografi, sejarah, arkeologi, dan banyak lagi. Kegiatan ini dirasa penting karena generasi muda harus mengetahui asal muasal terbentuknya suatu bentukan alam. Pada kegiatan ini menghadirkan seorang interpreter yang berkompeten di bidangnya, Pa T. Bachtiar akrab di panggilnya beliau bidang keahliannya geograf merupakan salah satu orang yang merintis kegiatan geotrek dan beliau juga tergabung dalam Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB) jadi pengetahuannya mumpuni dan biasa menjelaskan bagaimana gunung-gunung kapur kawasan karts yang menjulang tinggi tersebut bisa terjadi, dan mengapa ada fosil-fosil hasil produk laut sedangkan daerah itu sendiri pada saat ini jauh dari pantai atau laut.
Saat tiba di puncak Pasir Pawon, kami disuguhkan dengan pemandangan yang begitu menakjubkan, kami menemukan begitu banyak batu terhampar ditemani dengan tebing-tebing yang konon katanya adalah batu karang, itulah mengapa tempat ini disebut sebagai Stone Garden. “Dulu, sekitar 30-23 juta tahun yang lalu, kawasan ini merupakan laut dangkal yang sangat jernih, sehingga binatang koral hidup subur” jelas T. Bachtiar interpreter geotrek sekaligus penulis buku Bandung Purba. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya fosil foraminifera yang bisa ditemukan disana, fosil ini juga bisa digunakan sebagai penentuan umur batuan itu. “Dari Tagogapu hingga Sukabumi pada zaman itu membentang The Greatest Barier Rief, kini kawasan itu merupakan kawasan kars yang sangat tebal, sangat panjang dan luas, saat ini tak ada kawasan terumbu karang yang menandingi raksasa terumbu karang kawasan ini” Lanjut T.Bachtiar menjelaskan. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke puncak Pasir Pawon, disana ditemukan sebuah tempat untuk ritual kepercayaan pada zamannya, hal ini dibuktikan dengan adanya batuan beku yang bukan dari daerah tersebut karena kawasan tersebut didominasi dengan batuan kars. Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai tempat tersebut kami menuruni puncak Pasir Pawon dan menuju ke Goa Pawon.
Trek yang lumayan curam harus dilalui dengan hati-hati kalau tidak akan rentan terpeleset, di Goa Pawon ini ditemukan fosil manusia purba yang biasa disebut dengan Manusia Pawon. Hipotesis awal bahwa manusia pawon ini leluluh orang sunda, serta berumur 10-9 juta tahun yang lalu. Pawon sendiri memiliki arti dapur. Selain Manusia Pawon disini pun ditemukan alat batu yang dipakai terdiri dari berbagi macam batuan, yang sumbernya tidak terdapat di sekitar Goa Pawon. “Manusia Pawon menggunakan alat batu yang terbuat dari Batu Obsidian, dimana batu obsidian tersebut tidak terdapat di sekitar Goa Pawon ini sumbernya di daerah Kendan, mereka harus melakukan perjalanan ke Kendan di Nagreg untuk menemukan batuan tersebut” tutur T. Bachtiar. Selain antusias, para santri pun mengajukan pertanyaan yang menggelitik rasa penasaran mereka.
Tempat lain pun menanti, Geotrek Citarum Purba ini pun dilanjutkan ke lokasi terakhir yaitu ke Goa Sanghyang Poek dan Sanghyang Tikoro. Sanghyang Poek dan Sanghyang Tikoro ini berada di kawasan Indonesia Power PLTA Saguling yang terletak di Rajamandala. Para santri harus berjalan mengikuti jalan setapak dan tibalah di mulut Goa Sanghyang Poek. Ketika memasuki Goa Sanghyang Poek ini, para santri harus menyalakan senter atau alat penerang karena goa ini lumayan gelap. Ketika masuk, cahaya senter ini mengenai dinding-dinding goa yang berkilauan, hal ini dikarenakan dinding tersebut sudah mengalami proses kristalisasi, dibeberapa tempat ditemukan ornamen goa yaitu stalagtit dan stalagmit, para santri pun mengagumi hal yang baru mereka temukan.
Geotrek Citarum Purba (Stone Grden, Goa Pawon, Sanghyang Poek dan Sanghyang Tikoro) ini meninggalkan kesan yang mendalam untuk para santri. “Sangat menyenangkan karena dapat menambah pengetahuan dan bisa berlibur, disana saya mendapatkan pengalaman baru yang luar biasa dimana saya bisa lebih dekat dengan alam dan teman-teman saya” tutur Fajar salah satu santri Mua’alimin Persis 31 Banjaran. “Teguran diri, jadi malu, dulu kalau main ke tempat gituan Cuma foto-foto dan lihat-lihat aja, tapi di geotrek ini saya mendapatkan pengalaman yang sangat berharga” tambah Resa santri Mua’alimin Persis 31 Banjaran.
Geotrek ini dilaksanakan untuk memenuhi studi lapangan mata pelajaran geografi, hal ini sangat bagus untuk dibiasakan, karena dengan berkunjung dan mempelajari alam semesta secara langsung, generasi muda akan terbiasa menghargai proses setiap fenomena yang terjadi di bumi Allah ini dan ada upaya untuk melestarikan warisan nenek moyang terdahulu, dengan belajar ditempat dan suasana yang menyenangkan, belajar sambil bermain dan bermain dalam pembelajaran maka akan lebih berkesan, faham dan bermanfaat. Semoga.