عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
Terjemah
Dari Abdullah ibn Amr ibn Ash dari Nabi saw. : Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil menurut pandangan Allah, akan di tempatkan di atas mimbar dari cahaya sisi kanan Tuhan Yang Maha Pengasih. Mereka itulah orang-orang berlaku adil dalam keputusannya, di keluarganya, dan pada apa-apa yang mereka pimpin (mereka tidak bergeser dari keadilannya).
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam “Bab Keutamaan pemimpin yang adil, ancaman bagi pemimpin yang lalim, perintah berlaku lembut terhadap rakyat serta larangan menyusahkan mereka” hadits no. 4825. Imam An Nasa’i dalam “Kitab Keputusan bab Keutamaan Hakim Yang Adil dalam melaksanakan hukum” hadits no. 5379/5885/5886. Terdapat juga dalam Musnad Ahmad, nomor 6485.
Selain tiga kitab muktabar di atas, hadits ini pun terdapat pula dalam kumpulan kitab lainnya yaitu di antaranya terdapat dalam kitab “Al Mustadrak ‘ala shahihaien, karya Imam Imam Al Hakim di bawah judul Kitabul Ahkam dengan nomor hadits 7006, Ibnu Abi Syaibah menempatkan hadits ini di bawah judul “Kitab Sifat Surga dan Neraka, dengan sub judul hadits-hadits yang berhubungan dengan sifat surga dan neraka berikut isinya dan apa-apa yang disediakan bagi penghuninya.
Syarah Hadits
الْمُقْسِطِينَ, merupakan jama dari muqsith bentuk subjek dari kata kerja aqsatha yang berarti adil (catatan As Suyuthi dan As Sindi atas sunan An Nasa’I, juz 7 hal 101). Dalam Kitab “Al Furuqul Lughawiyyah” perbedaan antara term qisht dan ‘adl, bahwasanya Al Qisth adalah keadilan yang nampak jelas secara zahir sebagaimana digunakan untuk timbangan (Mizan) dan takaran (Mikyal) dengan term qisht karena tergambar keseimbangan dalam timbangan dan takaran tersebut secara kasat mata, berbeda dengan term ‘adl yang kadang-kadang tersembunyi (Al Furuq, I:428). ‘Adl adalah apa yang berdiri tegak dalam jiwa bahwasanya dia itu lurus, kebalikannya adalah Jaur, menyimpang, condong, lalim. Beberapa definisi dari adil dikemukan oleh Ibn Mandhur dalam kamus Lisan Arabnya di antaranya :
العَدْل هو الذي لا يَمِيلُ به الهوى فيَجورَ في الحكم
Adil adalah sesuatu yang hawa nafsu tidak mempengaruhi untuk menyimpang/lalim dalam suatu keputusan.
العَدْلُ الحُكْم بالحق يقال هو يَقْضي بالحق
Adil merupakan putusan dengan jalan yang benar atau memutuskan dengan benar (Lisanul Arab, XI: 430).
Dengan demikian al qisth merupakan adil dalam arti sama, seimbang secara zahir sedangkan adl berarti sama, seimbang dalam arti bathin.
الذين يعدلون, Sifat yang menerangkan lapal muqsithin atau sebagai badal, pengganti atau posisinya sebagai awal kalimat, seakan-akan dikatakan Siapa orang-orang yang mendapatkan tempat yang tinggi, jawabannya : yaitu orang-orang yang berlaku adil…. (Dalilul Falihin, V:136).
في حكمهم , Dari apa yang mereka terikat padanya baik berupa pemerintahan, kepemimpinan, atau keputusan.
وأهلهم Yaitu dalam melaksanakan kewajiban terhadap keluarganya berupa pemenuhan hak-hak mereka secara adil.
وما ولوا Kalimat ini ada yang membaca waluu, difathah wawu dan dommah lam yang berarti apa-apa yang menjadi wilayah kepemimpinannya. Ada juga yang membaca dengan memfathahkan wawu dan mensiddah lam, walluu yang berarti apa-apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Di antara keduanya tidak terdapat pertentangan, hanya penekanannya yang berbeda, namun mayoritas pensyarah lebih cenderung memilih yang pertama.
Salah satu basic kekuatan Islam terdapat pada imamah, kepemimpinan. Hidup berjam’iyyah, berserikat bagi umat Islam merupakan conditio sain cuo non. Rasul menyatakan, “Islam tidak akan tegak kecuali berjama’ah, jama’ah tidak ada apa-apanya kecuali ada kepemimpinan, dan apa gunanya pemimpin kalau tidak ditaati (al hadits). Dengan hidup berimamah seperti itu, umat Islam tidak pernah kehilangan pimpinan, bahkan setiap diri wajib siap siaga apabila ia dipinta untuk jadi pimpinan dengan segala konsekuensinya.
Pemimpin sangat berpengaruh bagi jalannya roda organisasi yang dia pimpin. Seorang pemimpin rakyat sangat berpengaruh bagi keadaan nasib orang banyak. Jangankan ucapan, isyaratnya pun dapat menciptakan kemakmuran atau bahkan penderitaan. Seorang pemimpin kelompok atau instansi ia bertanggung jawab atas maju mundurnya kelompok tersebut. Karena tugas beratnya itu pemimpin yang dapat menyelesaikan tugasnya dengan adil mendapat anugrah yang luar biasa, yaitu kedudukan dan tempat yang tinggi di sisi Allah swt.,
Sebaliknya bagi pemimpin yang lalim dia akan mendapat balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Rasulullah saw. mengatakan : “Sesungguhnya orang yang paling dicintai dan dekat kedudukannya dengan Allah adalah pemimpin yang adil dan orang yang paling dibenci dan sangat keras siksaannya adalah pemimpin yang lalim. (HR. Tirmidzi).
Pemimpin yang zalim, tidak hanya merusak tatanan kehidupan ekonomi masyarakatnya, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu merusak tatanan kehidupan beragama. Rasulullah bersabda :
Yang merusak agama itu ada tiga, yaitu : ahli fiqh yang durhaka, pemimpin yang lalim, dan mujtahid yang bodoh. (Ahbar Ashbahan, IX:498, no. 1953).
Tanggung jawab dunia akhirat telah menjadi beban berat yang harus dipikul oleh seorang pemimpin. Halangan dan rintangan siap menghadang. Godaan dan cobaan siap membujuk rayu mendayu deru. Betapa berat menjadi seorang pemimpin. Pantaslah bagi orang-orang yang saleh dan tahu akibat yang akan ditanggungnya, sebagaimana sahabat Abu Bakar dan Umar malah mengucapkan istirja ketika keduanya terpilih jadi khalifah. Mengapa? Karena konsekuensi logis akan didapati bagi pengemban amanah ini. Bagi pemimpin yang tidak adil akan mendapat funishment yang sangat berat, sebaliknya bagi yang berlaku adil dia akan mendapat reward yang sangat tinggi dan mulia.
Kepemimpinan merupakan amanat dari Allah swt., tidak semua orang dapat jadi pemimpin. Ini memang amanah dari Alloh, amanah harus dilaknakan dengan sungguh-sungguh. Pemimpin yang tidak adil adalah pemimpin yang khianat terhadap kepercayaan dari Allah swt. Rasulullah saw. bersabda :
Seseorang yang telah diberi amanah oleh Allah untuk mengurus urusan rakyatnya kemudian ia mati pada hari kematiannya sedangkan dia dalam keadaan menipu rakyatnya maka Allah haramkan surga baginya. (HR. Muslim).
Pemimpin yang tidak adil, pasti menyengsarakan rakyat yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, Rasulullah tidak suka terhadap mereka itu dan beliau mendoakan agar Allah membalas perbuatan mereka. Rasulullah saw. telah berdo’a :
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ ....
Ya Allah! Siapa saja orang yang mengurus urusan umatku kemudian ia menyulitkan mereka, maka berilah kesulitan baginya.
Sesungguhnya setiap orang bagaikan seorang pengembala yang berkewajiban memimpin dan membimbing gembalaannya, agar selamat, tidak kurang sesuatu pun. Setiap pribadi tidak lepas dari pertanggungjawaban atas segala yang dipimpinnya, terutama atas dirinya sendiri.
Sebagaimana telah di bahas, bahwasanya pemimpin merupakan penentu apakah organisasinya maju atau mundur. Lantas, pemimpin yang bagaimana yang baik itu? Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah menyodorkan criteria pemimpin yang baik, yaitu : Sebaik-baik pemimpin kamu ialah orang yang kamu mencintai mereka dan mereka pun mencintai kamu, kamu mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kamu…(HR. Muslim).
Doa pemimpin yang saleh akan dikabulkan oleh Allah swt. Sebagaimana sabda Nabi saw. :
Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya, yaitu orang yang puasa sehingga ia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizalim. Allah akan mengangkat doa itu ke atas dan dengan doa itu terbukalah pintu-pintu langit. (Musnad Ishaq ibn Rahawaih, I: 317, no 300).
Pemimpin yang berhasil mensejahterakan yang dipimpinnya, adalah pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyatnya. Siang malam ia berdoa untuk kebaikan negeri dan penghuninya. Doanya terkabul karena ia senantiasa memenuhi syarat-syarat terkabulnya doa, yaitu diantaranya senantiasa berusaha berlaku adil yang merupakan perwujudan dari sifat orang yang taqwa.
Begitu luar biasa pemimpin yang adil ini, sehingga Rasulullah saw. menyatakan bahwa ada tiga golongan yang tidak boleh tidak dipenuhi hak-haknya yaitu : pemimpin yang adil, pengajar kebaikan, dan pejuang Islam.
Kita berharap, di negeri ini muncul pemimpin-pemimpin yang adil, yang senantiasa peduli atas rakyatnya. Ya Rab, berilah kami pemimpin yang adil, yang dia mencintai kami dengan sepenuh hatinya….. Amien..
***
Penulis: H.Deni Sholehuddin, M.Si
(Ketua Bidang Garapan Pengembangan Dakwah dan Kajian Islam PP Persis)