Bandung — persis.or.id - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengaku alat untuk memantau dan memprediksi longsor Gunung Anak Krakatau terbatas. Dampaknya, masyarakat dinilai tidak mengetahui secara tanggap sebelum terjadinya tsunami.
“Saat ini sudah mengaktifkan satu seismik di sekitar lokasi Gunung Anak Krakatau untuk mengidentifikasi erupsi, namun itu tidak dapat mengidentifikasi tsunami akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau, pemerintah saat ini masih belum memiliki alat untuk memprediksi longsor Gunung Anak Krakatau,” ucap Sekretaris Badan Geologi Antonius Ratdomo Purbo dilansir Anadolu Agency Rabu (26/12/2018).
Ketua IV PP Pemuda Persis Lamlam Pahala menilai, potensi kelautan di Indonesia perlu diinventarisir secara menyeluruh. Pasalnya, kajian terkait pencegahan bencana dinilai minim guna mengedukasi masyarakat sekitar lokasi bencana.
“Dalam tinjauan fiqh maritim melihat laut bukan hanya potensi internalnya tapi juga eksternalnya; bukan hanya berbicara ikan, kerang, penyu, dll tapi juga berbicara tentang kekuatan angin laut, gelombang termasuk potensi tsunami. Sebagai negara poros maritim dunia dan 70% wilayahnya lautan, sepatutnya Indonesia menjaga dan melindungi lestari maritim,” ujarnya saat diwawancara persis.or.id Kamis (27/12/2018).
Penulis buku Fiqih Maritim itu menambahkan pemerintah diharapkan mampu memiliki alat guna memprediksi gejala awal tsunami di sekitar Anak Gunung Krakatau. Selain di daerah Banten, alat diharapkan mampu di pasang pada daerah gunung-gunung berapi aktif seluruh Indonesia. Sehingga, dengan pencegahan dapat mengurangi kerugian jiwa dan materi.
“Seyogyanya pemerintah merumuskan kebijakan-kebijakan penting terkait hal itu. Umpama, alat deteksi tsunami, desain pemukiman yang berjarak dari laut, metode evakuasi yang cepat dan aman, dll. Deretan tsunami dari mulai Aceh, Padang, Palu, sampai yang terbaru Selat Sunda diharapkan pemerintah lebih tanggap,” pungkasnya. (/RFY)