Sebuah Kutukan

oleh Reporter

09 Maret 2019 | 06:40

Saat diskusi selepas beres shalat jumatan, tetiba obrolan diantara jamaah masjid ada yang membuat saya tersenyum.

Yang mereka obrolkan adalah, mengapa orang yang shaleh kebanyakan biasa-biasa saja ekonominya, eh justru yang tak pernah ke mesjid, yang jarang ibadah, justru mereka lebih melesat karirnya. Hidupnya bahkan terlihat lebih sukses, lebih mudah dan lebih kaya raya.

Bukankah sepintas itu seperti tak adil ya? Bahkan mungkin ada sebagian diantara kita yang benar-benar mengumpat nasib karena keadaan ekonominya tak kunjung membaik, padahal berdoa sudah, ibadah lain juga udah dijalankan.

Rasulullah SAW sudah mengingatkan berabad abad lalu. Ada sebuah mekanisme yang jangan sampai kita masuk ke dalamnya. Banyak orang yang tertipu karenanya. Betapa tidak, kehidupan duniawi serba berkecukupan dan dikelilingi banyak kesenangan hidup. Mekanisme tersebut disebut dengan istidraj atau semacam kutukan.

Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ

“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4: 145. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).

Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am: 44)

Kutukan hidup ini sangat mengerikan. Orang yang terkena kutukan ini tak menyadari dirinya sedang digiring ke neraka jahanam suatu saat kelak. Mereka semakin gila dunia dan sombong, dan di saat bersamaan mereka justru semakin melejit segala sesuatunya. Seolah membenarkan pilihan hidup mereka. Mereka bahkan berani memandang rendah oranglain dan melihatnya sebagai orang yang bodoh karena melaksanakan perintah agama.

Semakin banyak maksiat, semakin sukses karirnya. Semakin banyak meninggalkan ibadah, semakin bertambah kekayaan dirinya. Semakin jauh dari Allah, semakin terasa senang hatinya. Inilah kutukan hidup yang sesungguhnya.

Maka, berbahagialah siapapun yang hari ini mengalami sebuah krisis dan ditimpa banyak masalah yang terasa menghimpit dan menyesakan dada. Berbahagialah mereka yang berada di posisi itu lantas kemudian semakin khusyu' dalam sholatnya. Ia menikmati setiap doa sekaligus tetesan air mata yang mengalir begitu saja. Kondisi krisis itu ternyata membuat dia terhubung dengan Allah. Ia mengingat Allah setiap saat. Ia merasakan betapa dirinya membutuhkan pertolongan Rabb-Nya.

Kembali ke pertanyaan awal, mengapa seolah tak adil ya? Yang satu, semakin maksiat kepada Allah justru semakin sukses dan kaya raya. Yang satu lagi, semakin dekat kepada Allah, semakin terasa sakit penderitaan hidupnya.

Pertama, Allah bermaksud membersihkan segala dosa-dosa orang tersebut. Sebab itu Allah berikan ujian dan musibah pada orang tersebut. Ketika orang tersebut ridho dan sabar atas segaa ketetapan Rabb-nya, maka dosa-dosanya berguguran dan Allah meridhoi mereka untuk masuk ke dalam surga-Nya kelak. Allah tak mau mereka disiksa di neraka sebab dosa dan maksiatnya di dunia, sebab itu konsekuensi pengguguran dosa itu diberikan ketika masih di dunia. Sehingga kelak  saat menjelang kematiannya, mereka dalam kondisi bersih dari dosa (sebab Allah sudah mengampuninya).

Kedua, sebab Allah mencintai orang tersebut. Cinta Allah itu disebabkan ada khairan (kebaikan) pada hati seseorang tersebut. Dengan diberikan musibah, hamba tersebut senantiasa mengingat dan mentaati Allah SWT. Hal tersebut membuat bertambahnya nilai-nilai kebaikan dalam hidupnya. Inilah yang disebut keberkahan.

Saat diberi krisis, jadi semakin sering ke masjid. Saat ditimpa musibah dan penyakit, semakin khusyu pula doa-doanya. Saat dicabut berbagai nikmat lainnya ia tetap ridho dan semakin mendekat kepada Allah. Inilah keberkahan.

Seringkali keberkahan hidup itu justru banyak ditemui dalam kesederhanaan hidup. Sekali lagi, berbahagialah mereka yang hari ini mendapatkan berbagai krisis dan penderitaan akibat musibah yang tengah menimpanya. Selamat, Allah sedang menunjukan rasa sayangnya. Tolong balas dengan keridhoan, keikhlasan, kesabaran dan ketawakalan. Tunjukan rasa syukur kepada Allah, Rabb yang senantiasa mengurus hidup kita. Ia pasti menambah karunianya, keberkahannya, dan pahalanya kepadamu. Allah menjanjikan sebaik-baiknya ganjaran kelak nanti di akhirat. Sebab, keimanan yang sudah teruji.

Rasanya sekarang kita sangat tak pantas iri dan menginginkan kondisi hidup orang-orang yang kena kutukan (istidraj). Apakah kita rela menukar keridhoan Allah dengan kemurkaan-Nya? Sudikah kita menukar surga dengan neraka?

Mari luangkan waktu beberapa menit ini untuk mensyukuri kondisi hidup yang hari ini masih kita rasakan. Ucapkanlah terimakasih atas setiap nikmat yang telah kita terima dan kita rasakan. Rasakanlah betapa Allah sebetulnya sangat mempedulikanmu, menyayangimu. Allah satu satunya alasan kita bisa bertahan dari kondisi apapun. Allah lah yang mahabaik di ke hidupan kita. Subhanallah, mahasuci Allah atas segala sangka buruk kita selama ini. Kita memohon ampunan-Nya.

 

 

***

Penulis: Taufik Ginanjar

Reporter: Reporter Editor: admin