Bulan Ramadhan itu dalam sejarah adalah bulan yang ditunggu kedatangannya dengan hati gembira oleh nabi dan para sahabat. Sebab mereka tahu dan yakin akan fadhilah bulan ini. Sementara itu mereka akan meneteskan hujan di mata dan hatinya saat ramadhan akan pergi meninggalkan mereka. Paling tidak begitu keadaan hati mereka saat merangkul kedatangan ramadhan dan melepas ramadhan.
Bagaimana dengan umat Islam hari ini? Kebanyakan umat Islam di kita, justeru terbalik. Menyambut ramadhan dengan raut muka yang sedih dan melepas dengan gegap gempita. Mengapa sedih? Sebab mereka fokus pandangannya pada materi. Mereka payah untuk meninggalkan kebiasaan makan, minum, merokok, di siang hari. Buka warung nasi, dll mesti sore. Dan seabreg kekhawatiran lainnya. Sementara mereka akan bersenang hati ketika ditinggal ramadhan karena mereka akan segera mendapat pakaian baru, kue yang banyak, dll.
Padahal dalam ramadhan itu ada tiga tema besar untuk mencatatkan diri kita menjadi orang yang mengerjakan pekerjaan taqwa. Yaitu, shiyam ramadhan, qiyam ramadhan, qiyam lailatul qadr.
Yang wajib adalah shaumnya (Qs. 2: 183). Dua di antaranya hukumnya sunnah. Walau begitu, nabi tidak meninggalkan ketiganya. Dan satu sama lain saling menguatkan dalam mencapai derajat taqwa.
Shaum ramadhan yang dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan nabi akan mendapat reward penghapusan dosa setahun ke belakang (dosa kecil). Pun demikian dengan qiyam ramadhan.
Banyak orang yang terlanjur mengira bahwa turunnya al-Qur'an itu pada 17 ramadhan. Sehingga kebanyakan mereka merayakannya di tanggal itu. Padahal ulama berbeda pandangan terkait hal ini. Ada yang tanggal 17, 21, 23, 27 ramadhan. Tetapi Ibnu Hajar dalam fath al Bary menegaskan bahwa turunnya lailatul qadar itu di malam ganjil di 10 hari terakhir.
Nabi Muhammad saw, pada sepuluh hari terakhir memilih berada di Masjid untuk beri'tikaf. Mengencangkan tenaga untuk lebih menahan diri dari tidur. Sebab ingin meraih malam yang kemuliaannya lebih dari seribu bulan. Yang jika dikonversi dalam hitungan tahun, sekitar 84 tahun.
Tapi bukan berarti nabi tidak perhatian pada 20 hari sebelumnya. Sama seperti dua amalan lainnya, i'tikaf yang dilaksanakan لله dan متبعة akan menghapus berkas dosa-dosa setahun ke belakang.
Apa yang Dilakukan?
Selain i'tikaf nabi juga berdo'a pada hari hari ini. Dalam riwayat dikatakan:
٣٥١٣ - حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِيُّ، عَنْ كَهْمَسِ بْنِ الحَسَنِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: قُولِي:اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي.
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Hadis ini bukan berarti kita mesti berdo'a ini saja secara khusus. Akan tetapi ini isyarat nabi agar kita minta pengampunan kepada Allah, yang peluangnya sangat besar untuk diampuni. Selain do'a ini kita juga dapat minta yang lain kepada Allah. Sebab Allah akan menetapkan _min kulli umuurin_ (segala urusan).
Tapi bagaimana kalau tidak i'tikaf? I'tikaf memang ditekankan. Tapi dalam agama itu prinsipnya memudahkan. Sekemampuan kita. Tapi bukan berararti kita jadi tidak perhatian pada i'tikaf. Hanya saja kita jangan berkecil hati, jika tahun ini belum bisa i'tikaf (lagi) maka kita perbanyak saja amalan lainnya.
Bagaimana dengan lailatul qadr? Siapa yang akan dapat? Lailatu qadr akan didapati oleh mereka yang mengerjakan ibadah dengan landasan iman dan berdasar syari'at baik yang melakukan i'tikaf ataupun tidak.
Mari kita kernyitkan dahi, kencangkan ikat pinggang, fokus pada akhirat kita moment besar akan datang mulai hari ini; jangan sia-siakan 10 hari terakhir anda. (/Adi Tahir)