Qur’an surat Ibrahim termasuk surat Makiyyah yakni surat yang turun sebelum Rasulullah saw hijrah ke Madinah terdiri dari 52 ayat dan turun setelah QS Asyu’aro sebelum QS Anbiya.
Penamaan surat tersebut seperti dijelaskan Mufassir Sayyid Quthub sangat erat kaitannya dengan inti pesan yang disampaikan Nabi Ibrahim As dalam do’anya yang dimuat pada ayat 35 sampai dengan ayat 41.
Dari sisi Munâsabatul ayat (keserasian tema dengan ayat sebelumnya) lebih jauh Quthub menjelaskan bahwa ayat-ayat sebelumnya mengecam kekufuran dan menganjurkan kesyukuran. Tokoh yang tampil secara utuh dan sempurna dalam hal kesyukuran adalah Nabi Ibrahim As. Beliau adalah Bapaknya para nabi sehingga Rasulullah Saw mengabadikan jejak langkah keluarga Ibrahim dalam manasik Haji dan Umroh di lokasi yang pernah dilalui keluarga Ibrahim As.
Nabi Ibrahim adalah sosok utusan Allah yang memiliki nama lengkap Ibrahim bin Tarikh bin Nahur bin Sarugh bin Raghu bin Faligh bin Abir bin Syalih bin Arfaksyad bin Sam bin Nuh As. Ia terlahir dari seorang ibu bernama Buna binti Kartiba bin Kartsi di sebuah bukit yang bernama bukit Qasiyun Barzah Palestina.
Beliau Rasul utusan Allah yang selama hidupnya selalu dihadapkan pada berbagai tantangan da’wah dari mulai ayah yang bersikeras menyembah patung, masyarakat hedonistik, menghadapi penguasa dzalim, berpisah dengan keluarga dan menyembelih anak kesayangannya Ismail as, tetapi beliau selalu lulus dalam menghadapi berbagai ujian hidup tersebut dan Allah pun melantik beliau sebagai Imam dalam ketaatan kepada Allah yang harus diikuti oleh seluruh mausia seperti dijelaskan dalam Qs Al-Baqarah :124.
Diantara ujian hidup yang paling berat yang dihadapi Ibrahim As adalah menghijrahkan istri dan bayi kesayangannya dari Palestina ke sebuah tempat yang sangat gersang, tandus tanpa komunitas dan perbekalan yang memadai dengan jarak tempuh 1736 km yang bila ditempuh dengan jalan kaki butuh waktu 40 hari yang sekarang namanya Makkah al-Mukarromah.
Dari perspektif NLP (Neuro-Linguistic Programming) ketika seseorang dihadapkan pada masalah dibutuhkan IQ (kecerdasan Intelektual),EQ ( kecerdasan emosional), SQ (kecerdasan spiritual.) dan AQ (kecerdasan Adversity yakni kecerdasan menyelesaikan masalah).
Paul G.Stoltz menjelaskan bahwa tipe seseorang ketika mengahadapi masalah diibaratkan ketika seseorang mendaki sebuah gunung.
Ada tiga tipe manusia dalam menghadapi masalah :
Pertama, Quitters. Tipe ini orang yang berhenti dari pendakian, banyak mengeluh, bekerja tidak serius, datang dan duduk di mesjid seenaknya, jumatan sekedarnya. Ia berhenti dari pendakian.
Kedua, Campers. Mereka yang cukup memiliki motivasi sudah menunjukkan upaya dan mencoba namun tak cukup sungguh-sungguh mengejar cita-cita dan menyerah kalah di tengah jalan. Ia mudah marah, banyak curhat dan tidak sabar menghadapi rintangan hidup.
Ketiga, Climbers. Tipe ini adalah pemanjat sejati yang ,menyiapkan dirinya untuk meraih sukses dan siap mengahadpi tantangan sesulit apapun. Tipe ini berfikir kreatif, memiliki motivasi tinggi dan sikap optimis dalam menghadapi perbagai persoalan hidup.
Semua kecerdasan bertumpu pada keyakinan yang dimiliki bahwa dia akan dimampukan untuk mencapai puncak cita-cita yang diinginkan meskipun memiliki banyak keterbatasan. Ketika Nabi Ibrahim sukses dilantik menjadi Imam untuk seluruh manusia beliaupun ingin mewariskan kesuksesan tersebut kepada turunannya seperti diungkapkan dalam do’a dibawah ini :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ ءَامِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ اْلأَصْنَامَ {35} رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ {36}
Dan perhatikan ketika Ibrahim berdo’a :” Tuhanku ! Jadikanlah negri ini negri yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala (35) Tuhanku ! Sesungguhnya berhala-berhala itu telah banyak menyesatkan banyak manusia. Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk golonganku dan siapa yang mendurhakaiku maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (36)
Mufassir Burhanuddin al-Biqo’i maupun Ibnu Atsur menjelaskan bahwa do’a tersebut diungkapkan seteleah Ibrahim melewati tanah tandus dan gersang dengan sengatan panas terik matahari.
Begitu juga selama diperjalanan beliau banyak menyaksikan komunitas manusia yang ia lewati sedang menyembah al-Ashnâm patung yang berkepala manusia atau binatang sedangkan berhala yang berbentuk batu atau barang disebut watsanun.
Selanjutnya al-Biqo’i menjelaskan ada dua permohonan Nabi Ibrahim As dalam kedua ayat tersebut : Pertama, permohonan kemanan lingkungan negri Makkah yang akan jadi tempat tinggal Hajar dan Ismail jadi negri yang aman yang disebut oleh mufassir Amnun takwiinie (Keterlindungan lingkungan hidup). Kedua, permohonan keamanan atau perlindungan agar anak cucunya tetap di jalur fitrah selalu taat beribadah dan mentauhidkan Allah Swt tidak tergoda oleh materi yang memalingkan dari ketaatan kepada Allah Swt yang disebut oleh para mufassir dengan Amnun Tasyri’iyyun (Keterlindungan spiritual).
رَبَّنَآ إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ {37} رَبَّنَآ إِنَّكَ تَعْلَمُ مَانُخْفِي وَمَانُعْلِنُ وَمَايَخْفَى عَلَى اللهِ مِن شَىْءٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَفِي السَّمَآءِ {38}
Ya Allah Ya Tuhan kami ! Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di satu lemabh yang tidak ada pepohonan di dekat rumah-Mu yang dihormati. Ya Allah ! Mampuhkan mereka untuk bisa melaksanakan shalat, jadikan hati manusia merindukan mereka dan anugrahkan rezeki kepada mereka dari berbagai buah-buhan agar nereka bersyukur (37) Ya Allah ! Sesungguhnya Engkau mengetahui yang kami sembunyikan dan apa yang kami tampakan dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah baik di bumi maupun di langit.(38)
Mufassir Wahbah Zuhaily dengan mengutip hadits Bukhari dari Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ketika Ibrahim sampai di lokasi Baitullah beliau menyimpan Ummu Ismail (Hajar) di Hijir Ismail samping Baitullah dengan perbekalan seadanya tanpa basa basi lantas ia pun pergi meninggalkan siti hajar dan Ismail yang masih bayi.
Siti Hajarpun mengejar dan bertanya :” Mengapa engkau tega meninggalkan aku berdua bersama bayiku di tempat yang tidak ada manusia, tidak ada makanan, tidak ada minuman, bagaimana kami bisa hidup ?
Ibrahim pun tidak menghiraukan pertanyaan istrinya malah dia pulang meninggalkannya. Siti Hajar akhirnya bertanya sebelum berpisah :” Allahu amaroka bihadza ? (Apakah Allah yang memerintahkanmu meninggalkan aku berdua di tempat ini ?) Ya ! Ibrahim menjawab singkat dan Siti hajar pun berkomentar :” Kalau begitu saya yakin Allah tidak akan membiarkan kami mati kelaparan.
Ketika sampai di Tsaniyyah sebuah tempat yang tidak terlihat dari Ka’bah beliau memenjatkan do’a. Do’a tersebut diawali dengan ungakapan istirham ketidakberdayaan Ibrahim untuk memberi jaminan sandang, pangan dan keselamatan Istri dan anaknya jika ia tinggalkan.
Sebagai seorang suami ia sangat mencintai istri dan anaknya tapi beliau lebih mengutamakan kecintaannya kepada Allah Swt. Ada tiga permohonan Ibrahim dalam do’anya agar istri dan anaknya diberi kecerdasan Adversity untuk bisa menyelesaikan masalah :
1.Liyuqîmûshshalâta
Dimampukan melaksanakan shalat sejak usia dini, hal ini bisa dilihat dari redaksinya menggunakan fi’il mudlore
Liyuqîmûshshalâta yang berfungsi untuk hari ini dan masa yang akan datang. Shalat merupakan modal utama untuk mendapatkan kecerdasan IQ,EQ,AQ maupun SQ bahkan Rasulullah saw mewasiatkan kepada Malik bin Huwaeris agar membiasakan shalat kepada anak-anaknya sejak usia 7 tahun.
Ketika kita punya anak balita sementara di depan rumah kita ada kolam maka ada dua pilihan agar anak kita tidak tenggelam di kolam itu.Pertama, kita pagari kolamnya dan kedua, kita ajari anak kita berenang. Tentu pilihan kedua yang kita pilih lantaran kita tidak mungkin memagari kolam orang lain. Anak yang diajari dan dibiasakan shalat sejak usia dini tidak akan tenggelam dalam menghadapi berbagai macam persoalan di zaman now yang semakin hari semakin komplek.
2.Dicintai dan dirindukan banyak orang.
Permohonan yang kedua agar turunan Ibrahim menjadi turunan yang dihujani dengan deras kecintaan seluruh manusia. Lafad tahwie biasanya digunakan untuk sesuatu yang meluncur dengan cepat dari atas. Buah dari shalat harus tercermin dalam tutur kata yang santun dan prilaku terpuji yang memberi manfaat kepada orang lain.
Kecerdasan IQ,EQ,AQ dan SQ harus ditunjang dengan kecerdasan Intrapersonal (Sosial), lantaran bisa jadi orang bergelar akademik tinggi tapi tidak bisa gaul dengan masyarakat malah mudah tersinggung ketika ada yang menegur.
Nabi Ibrahim memohon anaknya agar memiliki kecerdasan Sosial bisa berkomunikasi dan bergaul dengan orang-orang yang sama-sama merindukan Baitullah. Kecerdasan Sosia digambarkan oleh KHE Abdurrahman (Allahu yarham) mantan Ketum Persis ketika menasihati santrinya agar meniru filosofis padi, kian berisi kian merunduk.
Ketika dipanen lantas dijemur berjamaah diterik matahari. Agar padi tersebut menjadi beras maka dimasukkan kedalam penggilingan.. Di dalam penggilingan tersebut biji-biji padi bergesekan dengan kawannya sendiri dan keluar menjadi beras yang siap untuk dimasak. Tidak semua padi yang digiling keluar jadi beras tapi ada satu atau beberapa butir padi yang tetap terbungkus sekam egoisnya dan dibuang dari kumpulan beras lantaran membahayakan.Ajaklah anak-anak kita shalat berjamaah, ajari anak-anak kita shodaqoh dan ajari anak-anak kita bersilaturahmi agar memiliki kelembutan hati dan kebaikan dalam berkomunikasi.
3.Dimudahkan rezeki dan bersyukur
Perilaku dan tutur kata yang baik akan mengundang simpati dan rezeki dalam arti luas. Seorang pedagang yang santun dan jujur akan lebih mudah mendapat simpati konsumen dibanding dengan pedagang yang kasar.
Pemimpin yang santun dan penyayang akan lebih dicintai rakyatnya ketimbang pemimpin yang sering membohongi rakyatnya. Nabi Ibrahim tidak minta disuburkan tanah Makkah yang gersang atau disejukkan udaranya seperti di Thaif tapi memohon agar keluarganya dianugrahi berbagai jenis buah-buahan yang munngkin berdatangan dari luar Makkah al-Mukarromah.
Di penghujung ayat Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar keluarganya dimampukan menjadi orang-orang yang bersyukur, orang yang mampu menumbuhkembangkan seluruh potensi dan fasilitas hidup dijalan yang diridloi Allah Swt.
Pada ayat 38 Ibrahim mengungkapkan kalimah Thayyibah dengan memuji kebesaran Allah Swt yang Maha Hidup dan Maha Mengetahui apapun yang ada di langit maupun di bumi dan hanya kepada Allahlah ia menitipkan istri dan anaknya agar bisa bertahan hidup meskipun tanpa didampingi sang Ayah.
Sepeninggal Ibrahim dengan berbekal keyakinan yang kuat (Kecerdasan Spiritual) Siti Hajar ketika kehabisan air dan makanan maka ia pun sa’i lari kecil bukan jalan santai seperti Agustusan untuk mencari air ke bukit Shofa lantaran ia mendengar gemercik air di sana tapi setelah sampai dibukit Shofa ia tidak mendapatkan apa-apa malah suara air itu terdengar lagi dari Marwah maka ia pun sa’i untuk memperoleh air dan ketika sampai di Marwah ia pun tidak mendapatkan air dan suara air terdengar kembali di arah shofa ia pun kembali sa’i menuju Shafa tetapi ia pun tidak mendapatkan air seperti yang ia inginkan. Selama tujuh balikan ia berjuang untuk mendapatkan setetes air kehidupan tapi tidak membuahkan hasil.
Ketika segala daya upaya mencari air sudah habis maka air mata pun menjadi do’a. Saat itulah Allah turun tangan menganugrahkan air dari bawah telapak kaki anaknya yang masih bayi yang dalam bahasa Qibti disebut zam zam.
Ketika air melimpah maka semua mahluk tahwie (berdatangan dengan cepat) termasuk kabilah Jurhum kabilah pertama yang datang menwarkan tenda dan makanan maupun perbekalan lainnya untuk ditukar dengan air. Hampir 13 tahun Ibrahim meninggalkan Siti Hajar beserta anaknya dan ketika beliau menemui keluarga di Baitullah malah Ismail anak yang sangat dirindukan sedang berada di Arafah dan di tempat itulah pertemuan yang pertama kali, seraya Ibrahim berdo’a :”Robbij’alnie muqîmasholâti wamin dzurriyyatie...QS Ibrahim:40-41. (Ya Allah jadikan aku dan turunanku orang-orang yang mampu mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam kehidupan).
Ada perbedaan redaksi ketika Ismail masih bayi menggunakan liyuqîmûshalâta (lebih kepada pembiasaan Shalat dan amal soleh lainnya) sedangkan ketika Ismail usia remaja menggunakan Isim fa’il muqîmashsholaati yang berarti kemampuan untuk menegakan nilai-nilai shalat (ketauhidan) dalam seluruh aspek kehidupan.
Lantaran bisa jadi orang shalat di Masjid dengan aksesoris lengkap tapi di kantor malah koruptor atau shalat terus maksiat jalan. Ketauhidan Ismail sangat teruji ketika dia harus disembelih dan iapun pasrah dengan ungkapan singkat :” Ya abatif’al ma tu’mar satajidunî insyâallâhi minashshâbirîna. QS Ashshafât:102 . Ayahanda ! Segera laksanakan apa yang Allah perintahkan, Insyaalah saya menjadi orang penyabar.
Potret kehidupan keluarga Nabi Ibrahim merupakan cermin kehidupan yang harus kita teladani. Sebagai seorang suami, Ibrahim mengajarkan kecerdasan Adversity bagaimana menyelesaikan masalah hidup tanpa bantuan langsung dari sang suami lantaran suatu saat kitapun akan berpisah dengan keluarga yang kita cintai baik sementara atau selamanya. Begitu juga Ismail yang masih bayi ikut berlatih menyelesaikan masalah sejak usia dini bersama sang Ibu di tanah gersang dan tandus dan sekarang menjadi pusat perhatian jutaan kaum muslimin yang sedang melaksanakan ibadah haji maupun umroh.
Ada seorang pengusaha muda sukses yang bergerak di bisnis transportasi dan SPBU yang memiliki karyawan lebih dari 3000 orang dengan aset milyaran. Waktu ditanya tentang kiat-kiat kesuksesan mengelola perusahaan disaat yang sama banyak perusahaan yang gulung tikar tidak mampu bersaing. Ia mengisahkan : Kesuksesan yang ia raih tidak terlepas dari jasa didikan keras sang ayah dan kelembutan sang ibu. Sejak usia TK sang ayah selalu membawanya shalat berjamaah di masjid termasuk shalat sebuh tidak pernah terlewatkan meskipun harus digendong.
Ia jarang di antar ke TK meskipun motor dan mobil ada tapi jalan kaki bersama teman sekampungnya. Sang Ibu selalu membekali makanan lebih untuk di makan bersama teman-temannya. Ketika SD malah lebih ketat bukan hanya shalat tapi mandi pun di awasi terutama jika lupa menutup keran dan memadamkan listrik ketika keluar kamar. Ketika masuk SMP dan SMA sepulang sekolah atau ada hari libur ia magang bersama ayahnya ngabengkel dan dibayar seperti layaknya karyawan.
Selepas SMA ia meneruskan kuliah ke luar kota agar bisa mandiri dan ketika selesai kuliah ia melamar ke sebuah perusahaan besar. Ketika selesai test tulisan diteruskan dengan pasikotest sebagai penentu kelulusan. Ketika masuk komplek tempat psikotest ia masuk sedangkan pintu gerbang terbuka maka ia tutupkan, ketika masuk halaman ada keran air bekas menyiram bunga ngocor maka dengan spontan ia tutup dan selangnya digulung, ketika masuk ruangan ada sampah berserakan lantas ia pungut dan dimasukkan ke tempat sampah.
Ketika hampir terakhir giliran di wawancara betapa kagetnya ia sudah dinyatakan lulus padahal belum diwawancara. Ketika minta penjelasan kepada direktur perusahaan tersebut, ia menjelaskan bahwa jawabannya ada di CCTV.
Dari sekian peserta yang mengikuti psikotest hanya dia yang menutup pintu, menutup keran dan memungut sampah. Sang direktur berkata :” Saya hanya butuh orang berahlakulkarimah memiliki karakter seperti anda , yang pinter itu banyak tapi malah kebanyakan menjadi maling. Ketika keluar ruangan ia langsung menelopon sang ayah :” Terima kasih ayah engkau telah didik aku displin shalat berjamaah, cinta kebersihan, cinta sesama dan sekarang aku dengan mudah mencari rezeki. Ia tidak harus nyogok sana sini, menjilat penguasa apalagi sampai menjual keyakinan demi uang yang tidak seberapa, ia hanya memiliki kecerdasan Spiritual hasil didikan orang tua disamping kecerdasan yang lainnya..
Setiap orang termasuk kita pasti akan dihadapkan pada persoalan hidup dan tidak akan lepas dari urusan, uruseun jeung uruskeuneun.
Hadapilah dengan optimis dan husnudlon lantaran Allah Maha Mengetahui sedangkan kita tidak mengetahui. Jangan terlalu lama menoleh ke belakang lantaran ada masa lalu yang menghantuimu dan jangan pula terlalu lama melihat ke depan lantaran ada masa depan yang membuatmu gelisah.
Lihatlah ke Atas di sana ada Allah yang akan membimbing kita ke jalan yang benar. Bergaullah dengan orang-orang soleh seperti do’a Nabi Ibrahim lantaran teman itu seperti anak tangga yang bisa dipakai membawa kita turun atau membawa kita naik naik. Maka hati-hatilah bergaul.
***
Penulis: Drs.H.Uu Suhendar.M.Ag, Dosen STAIPI Bandung