Bandung - persis.or.id, Pelaku teroris yang menyerang di dua masjid di Christchruch di Selandia Baru Jumat (15/3/2019), Brenton Tarrant, diyakini sebagai teroris ekstrim sayap kanan. Kelompok sayap kanan menjadi ideologi yang mengkampanyekan anti Uni Eropa.
“Gerakan sayap kanan pada hakikatnya adalah gerakan neo fasis, rasis, dan anti globalisasi. Mereka diantaranya mengkampanyekan anti Uni Eropa, antiimigran, sekaligus anti-Islam. ini juga untuk menganggapi sikap pemerintah terutama di Uni Eropa yang wellcome dan mereka menentang sikap pemerintah kepada imigran non eropa,” ucap Ketua Bidang Garapan Hubungan Luar Negeri PP Persis Yusuf Burhanuddin Jumat (15/3/2019).
Brenton Tarrant mengakui aksi kejinya telah di rencanakan yang tertulis dalam sebuah manifesto di akun Twitternya sendiri. Dalam manifesto tersebut ia mengaku terinspirasi dari penembak lain termasuk Anders Breivik yang membunuh 77 orang di Oslo, Norwegia pada 2011.
Dilansir dailymail.co.uk dari fornews.co Brenton Tarrant tidak menyukai Muslim dan membenci mereka yang telah pindah agama, dengan menyebut sebagai “pengkhianat darah”. Manifesto itu mengulangi poin-poin ide-ide antiimigran, anti-Muslim, supremasi kulit putih, dan penjelasan serangan.
Yusuf menjelaskan gerakan sayap kanan banyak berkebang di negara-negara Uni Eropa. Menurutnya sikap membenci terhadap imigran merupakan tindakan kekhawatiran terhadap penduduk asli Eropa itu sendiri
“Kebanyakan orang Islam yang masuk seperti di Jerman dari Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah. Gerakan ini memang banyak berkembang di negara-negara Uni Eropa seperti Yunani, Swiss, Swedia, Jerman, Belanda dan disana ada pemimpiin sayap kanan juga,” tambahnya.
Menurutnya pemahaman Islamophobia di Eropa masih merasuk diantara keyakinan kelompok sayap kanan. Citra negatif kepada umat Islam sebagai teroris masih mengakar pada Brenton Tarrant.
“Sehingga sayap kanan itu menanam kebencian yang berlebihan kepada umat Islam. dan mereka beranggapan umat Islam itu semuanya sama dengan ISIS dan ini yang masih belum sadar dan tidak mau tau, terutama di Australia,” jelasnya. (RFY)