a. Pertolongan Allah bagi mu’min
Ibnu al-Jauzi (IV:141) menjelaskan, untuk menyelamatkan dan menolong orang-orang yang beriman dari datangnya adzab, Malaikat menyuruh pergi membawa keluarganya pada sebagian malam, dan jangan menoleh ke belakang (Huud: 81) Kata jangan menoleh (Lâ Yaltafit) Ibnu al-jauzi (IV:142) 1) jangan ada yang ketinggalan, 2) jangan menoleh ke belakang. Sementara al-Maraghi (IX:36) menjelaskan, perintah Malaikat itu menunjukan agar berjalan cepat, melarang lambat dan berhenti, supaya sampai pada negeri yang dituju, yaitu Syam. Dan al-Maraghi (VII:95) menyebutkan, Lûth As berdoa minta diselamatkan Allah dari pekerjaan jelek kaumnya, dan dijauhkan dari adzab dunia dan akherat. Maka Allah menyelamatkan Lûth beserta keluarganya, kecuali Istrinya dan memerintahkan untuk ke luar sebelum turun adzab (al-Syu’ara: 169) Dalam surat Huud: 81, al-‘Araf: 83, dan al-Hijr: 60 kata “istrinya” disebut dengan kalimat Imrâtahu sedang pada surat al-Syuara: 171 disebut dengan kata ‘Ajûzân al-Maraghi, kata itu menunjukkan kepada arti ‘Ajûza Sûin (nenek tua yang jahat) tidak mengikuti Lûth dalam agama dan tidak keluar bersama Lûth. Dan yang dimaksud dengan keluarganya yang diselamatkan, menurut Ibnu al-jauzi (III:228) adalah kedua anak perempuannya dan orang mu’min lainnya.
Dalam al-Qamar: 34, al-Hijr: 66 disebutkan, bahwa Lûth As diselamatkan pada waktu Sahr, (Najjainâhum bisahrin) Menurut al-Maraghi (IX:95) kata as-Sahr adalah seperenam dari akhir malam atau bercampurnya antara gelap malam dengan sinar siang. Maka Nabi Lûth As bersama yang beriman keluar dari Sudum, hingga sampai ke Ibrâhîm As.
b. Adzab Allah bagi Sudum
Allah swt menjelaskan tiga adzab bagi kaum Sudum, al-Hijr: 73-74,
فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ {} فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ.
“Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. (.:) Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”. (QS. Al-Hijr [15]:73-74)
Al-Maraghi (IX:38) menafsirkan, adzab bagi kaum Lûth As di awali dengan petir, kemudian petir tersebut membuat goncangan yang menjadikan tanah kaum Lûth As terbalik dan terkubur, dan petir itupun membawa batu-batu yang menghujani mereka.
1. As-Shaihatu, adalah suara keras yang mengguntur (petir). Menurut al-Maraghi (IX:38) adzab Allah pada Sudum dengan petir pada waktu terbit matahari yaitu mulai pada waktu subuh, dan berakhir waktu terbenam matahari (al-Hijr: 73) Ibnu al-Jauzi (IV:142) mengutip perkataan Qatadah yang menjelaskan Istri Lûth As bersama Lûth ketika keluar dari kampung Ia mendengar suara keras, Ia menoleh kebelakang lalu batu menimpa dan membinasakannya. Sementara Ibnu Katsir (II:231) menyatakan, saat kaum Sudum diadzab, Istri Lûth tidak keluar dari negerinya dan Lûth As tidak memberitahukan kepadanya, tapi Istrinya tetap berada bersama kaum Lûth. Dari kedua pendapat itu dapat diambil pengertian, yaitu dimungkinkan, Istri Lûth As pergi bersama Lûth tapi belum sampai Ia keluar dari negeri itu Ia diadzab.
2. Faja’alnâ ‘âliyahâ sâfilahâ, Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah, kota itu dikubur Allah (Qs. Al-Hijr [15]:74). Tafsiran Ibnu al-Jauzi (IV:143) terhadap ayat di atas yaitu, yang dimaksud dengan kota dibalikkan kembali kepada kampung (kota) kaum Lûth As yaitu Mutafikat. Dan Al-Maraghi (VII:94) menambahkan, pada kampung Lûth terjadi gempa bumi yang membuat terbalik. Al-Najjari (tt, 113) menyatakan, diyakini bahwa Laut Mati yang dikenal sekarang, adalah Bahru Lûth (laut Lûth). Itu terjadi karena Zilzâl (gempa) yang membuat negeri itu terbalik, menjadi lebih rendah dari permukaan laut sekitar 400 M. Tampaknya, perkataan al-Najjari itu sejalan dengan perkataan al-Maraghi (IV:67) yang menurutnya kampung-kampung kaum Lûth terkubur di bawah air yang dikenal sekarang dengan nama buhairah Lûth (Danau Lûth). Atau Bahru Lûth (laut Lûth). Menurut Shawi (II:372) kampung yang dibalikkan itu ada empat, di sana ada 400 ribu yang terbunuh. Kampung yang empat itu, sejalan dengan perkataan al-Suyuthi (III:495) yang menyebutkan, Lûth diutus ke Mutafikat, kampung Lûth ada 4, Sudum, Amur, ‘Amur dan Shibwir.
3. Wa amtharnâ ‘alaihim hijâratân min sijjîl, Dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Pada surat al-‘Araf: 84 disebutkan Allah dengan kata lain, yaitu Wa amtharnâ ‘alaihim matharân Ibnu Jauzi (III:228) mengutip riwayat Ibnu Abbas yang menjelaskan kata matharân/hijâratân (batu). Ini semakna dengan surat di atas. Dan Al-Maraghi (IV:67-68) menjelaskan, mereka diadzab dengan hujan batu sebelum negeri mereka dibalikan dengan mendatangkan angin yang besar yang membawa batu-batu dari sungai lalu menghujani mereka. Pada surat Huud: 82-83 dijelaskan, mereka dihujani batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi yang diberi tanda oleh Tuhanmu,
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنضُودٍ {} مُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّكَ وَمَاهِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ.
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, (.:) yang diberi tanda oleh Rabbmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim”. (QS. hud [11]:82-83)
Kata musawwamah menurut Ibnu Katsir (II:455) ialah yang diberi tanda padanya nama-nama yang akan diadzab setiap batu tertulis padanya nama yang akan dilempari. Dan al-Qurthubi dalam Al-Shabuni (II:21) menafsirkan musawwamah, yaitu sudah ditetapkan bagi setiap batu seorang nama yang akan dilempari dengan batu itu. Sementara al-Maraghi (IV:68) menafsirkan kata itu, setiap batu tidak menimpa yang lain kecuali bagiannya. Bahkan al-Suyuthi (IV:464) mengutip riwayat Mujahid dimana Mujahid ditanya, apakah ada seseorang yang tersisa dari kaum Lûth? Ia jawab tidak! kecuali seorang laki-laki yang tinggal selama 40 hari di Haram, Ia seorang pedagang di Makkah, lalu datang batu untuk menimpanya, ketika Ia keluar dari haram ditimpa batu.
عَنْ مُجَاهِدَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. أَنَّهُ سَأَلَ هَلْ بَقِيَ مِنْ قَوْمِ لُوْطَ أَحَدٌ؟ قَالَ: لاَ, إِلاَّ رَجُلٌ بَقِيَ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا كَانَ تَاجِرًا بِمَكَّةَ فَجَاءَهُ حَجَرٌ لِيُصِيْبَهُ فِي الْحَرَمِ ….. فَلَمَّا خَرَجَ أَصَابَهُ الْحَجَرُ خَارِجًا مِنَ الْحَرَمِ.
“Dari Mujahid Ra, bahwasanya ia pernah ditanya, apakah ada seseorang yang tersisa dari kaum Lûth? Ia menjawab tidak ada! kecuali seorang laki-laki yang tinggal selama 40 hari di Haram, Ia seorang pedagang di Makkah, lalu datang batu untuk menimpanya, ketika Ia keluar dari haram ditimpa batu”.
BACA JUGA:Sudum: Kaum Yang Negerinya Dikubur Dalam Al-Quran (Bagian Dua)