Nasrani Kaum yang Dibodohi
Tafsir QS Almaidah [5] : 116-118
وَاِذْ قَالَ اللّٰهُ يٰعِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَاَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوْنِيْ وَاُمِّيَ اِلٰهَيْنِ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗقَالَ سُبْحٰنَكَ مَا يَكُوْنُ لِيْٓ اَنْ اَقُوْلَ مَا لَيْسَ لِيْ بِحَقٍّ ۗاِنْ كُنْتُ قُلْتُه فَقَدْ عَلِمْتَه ۗتَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ وَلَآ اَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِكَ ۗاِنَّكَ اَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوْبِ ١١٦ مَا قُلْتُ لَهُمْ اِلَّا مَآ اَمَرْتَنِيْ بِهٓ اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ ۚوَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا مَّا دُمْتُ فِيْهِمْ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِيْ كُنْتَ اَنْتَ الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ ۗوَاَنْتَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ ١١٧ اِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَاِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۚوَاِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَاِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ١١٨
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa putra Maryam, apakah engkau mengatakan kepada orang-orang, ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?’” Dia (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa pun yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa pun yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa pun yang ada pada diri-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” Aku tidak (pernah) mengatakan kepada mereka kecuali sesuatu yang Engkau perintahkan kepadaku, (yaitu) “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka. Setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Engkau Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.”
Munasabah
Di akhir Surah Almaidah ini Allah Tabaroka wa Ta’ala masih menerangkan tentang kisah Nabi Isa Almasih putra Maryam. Jika pada ayat sebelumnya menceritakan tentang kisah perjalanan beliau bersama para pengikutnya yang diberi gelar Alhawariyyun, maka ayat selanjutnya mengemukakan dialog antara Allah dan beliau. Dialog (hiwar) pada ayat-ayat ini menggambarkan bahwa Nabi Isa Almasih, seperti halnya nabi-nabi yang lainnya adalah seorang utusan Allah yang menerima materi dakwah yang sama. Yaitu mengajak manusia untuk menyembah hanya kepada Allah Swt. Tidak mengajarkan kemusyrikan sedikit pun.
Ayat ini masih sambungan ayat sebelumnya yaitu khithab-nya kepada Nabi Muhammad Saw, takdirnya, “Ketahuilah Wahai Nabi Muhammad, ketika Allah berfirman kepada Nabi Isa Almasih, ‘Wahai Isa ingatlah akan ni’mat-Ku kepadamu ...” Kali ini Allah Swt menceritakan materi pertanyaan yang lain kepada Nabi Isa Almasih.
Tafsir Mufrodat
تَوَفَّيْتَنِيْ = Engkau wafatkan aku
Ada ayat yang sama tentang wafat Nabi Isa Almasih,
اِذْ قَالَ اللّٰهُ يٰعِيْسٰٓى اِنِّيْ مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ اِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa, sesungguhnya Aku mengambilmu, mengangkatmu kepada-Ku, menyucikanmu dari orang-orang yang kufur, (QS Ali Imran [3] : 55).
Kata wafat mempunyai beberapa arti; diartikan mati dan sempurna. Diwafatkan berarti dimatikan dan disempurnakan. Orang yang mati itu telah disempurnakan hidupnya.
Ada perbedaan pendapat tentang arti WAFAT bagi Nabi is Almasih, apakah beliau sekarang masih hidup atau sudah wafat (mati)? Atau dihidupkan lagi. Ibnu Katsir menukil beberapa ahli tafsir; Kata mufassir Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas Ra, “Nabi Isa Almasih wafat artinya mati, tidak bernyawa.” Kata Muhammad bin Ishaq, “Beliau mati selama tiga saat dari siang hari, kemudian Allah mengangkatnya ke langit” lanjutnya, “Orang Nasrani berkeyakinan bahwa Nabi Isa Almasih dimatikan Allah selama tujuh saat, kemudian diangkatnya kepada-Nya.” Ada pula yang berpendapat bahwa Nabi Isa Almasih itu diwafatkan dalam arti dijadikan tidur. Sebagaimana firman Allah,
وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفّٰىكُمْ بِالَّيْلِ
Dialah yang menidurkan kamu pada malam hari (QS Al-an’am [6] : 60)
Tafsir Ayat
وَاِذْ قَالَ اللّٰهُ يٰعِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَاَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوْنِيْ وَاُمِّيَ اِلٰهَيْنِ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ
(Ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa putra Maryam, apakah engkau mengatakan kepada orang-orang, ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?’”
Nampanya dialog ini terjadi setelah Allah Swt. mewafatkan Nabi Isa Almasih, bukan terjadi ketika beliau masih bersama pengikutnya. Hal ini dikemukakan Allah Swt untuk disampaikan kepada orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Nabi Isa Almasih kelak setelah beliau tiada. Atau kepada seluruh manusia, khususnya kepada kaum Nasrani yang menjadikan beliau sebagai tuhan.
Atau pertanyaan ini akan disaksikan oleh orang-orang yang mengaku pengikut Nabi Isa Almasih, yang menjadikan beliau dan ibunya, Maryam sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Sehingga muncullah penyesalan di hati mereka; menyesal tidak mendengar seruan dakwah para ulama Muslim, menyesal tidak beriman kepada Alquran, menyesal tidak menjadi pengikut Nabi Muhammad Saw. Tetapi penyesalan pada saat itu sungguh tidak ada gunanya. Tempat yang pantas untuk orang-orang yang tidak menyembah Allah semata adalah neraka. Diharamkan bagi mereka untuk memasuki surga.
Ibnu Katsir menukil para mufassir tentang kapan Allah Swt. berbicara kepada Nabi Isa Almasih. Selain berpendapat bahwa dialog itu di hari kiamat nanti, As-Suddiy berpendapat bahwa hiwar itu di dunia, ketika Allah Swt mengangkat Nabi Isa Almasih ke langit dunya. Hal itu disetujui oleh Ibnu Jarir dengan dua alasan: Pertama, bahwa kalam itu menggunakan fiil madli (IDZ QĀLA...) seperti IDZ QĀLA LUQMANU ... Kedua, ada lafazh: IDZ TU’ADDZIBHUM ... dan IN TAGHFIR LAHUM ... Kata Ibnu Katsir dua alasan ini perlu penelusuran lagi. Tetapi yang jelas kapan pun Allah berfirman, pasti akan menjadi peringatan bagi kita.
Pada ayat ini Allah Swt. hanya mengisahkan Nabi Isa Almasih dan ibunya yang dijadikan tuhan, tidak mengisahkan makhluk yang dianggap tuhan lainnya. Sebab patung dan berhala yang dianggap tuhan lainnya sudah jelas tidak dapat berbicara bahkan tidak hidup, para penyembahnya pun sudah tahu demikian. Misalnya, pertanyaan Nabi Ibrahim kepada ayahnya,
اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ يٰٓاَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِيْ عَنْكَ شَيْـًٔا ٤٢
Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya, “Wahai Bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak pula bermanfaat kepadamu sedikit pun? (QS Maryam [19] : 42)
قَالَ سُبْحٰنَكَ مَا يَكُوْنُ لِيْٓ اَنْ اَقُوْلَ مَا لَيْسَ لِيْ بِحَقٍّ ۗ
Dia (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa pun yang bukan hakku.
Kalimat TASBIH yang diucapkan seorang hamba menunjukkan kelemahan diri dan permohonan maaf kepada Allah. Yang artinya mengakui bahwa Allah Swt. suci dari kesalahan, suci dari kelemahan, suci dari kekurangan. Semua yang difirmankan-Nya adalah hak dan kebenaran yang mustahil dapat dibantah.
Kita yakin bahwa Allah Swt. mengetahui apa yang dikatakan Nabi Isa Almasih kepada para pengikutnya saat beliau hidup bersama mereka. Sebenarnya jawaban Nabi Isa Almasih atas pertanyaan-Nya adalah untuk menegaskan bahwa Nabi Isa Almasih adalah manusia biasa yang dijadikan Allah sebagai Rasul-Nya. Beliau sedikit pun tidak mempunyai hak untuk berbicara tentang ketuhanan melainkan dengan seizin Allah. Apalagi kita sebagai manusia biasa, dilarang keras berkata hukum dengan mengatasnamakan Allah. Firman-Nya
فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتٰبَ بِاَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هٰذَا مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ لِيَشْتَرُوْا بِه ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗفَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا كَتَبَتْ اَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُوْنَ ٧٩
Celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian berkata, “Ini dari Allah,” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka, celakalah mereka karena tulisan tangan mereka dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat. (QS Albaqarah [2] : 79).
اِنْ كُنْتُ قُلْتُه فَقَدْ عَلِمْتَه ۗتَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ وَلَآ اَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِكَ ۗ
Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa pun yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa pun yang ada pada diri-Mu.
Nabi Isa Almasih sangat yakin setiap yang dikatakannya pasti diketahui Allah. Bahkan Allah mengetahui setiap kata hati makhluk-Nya sekalipun tidak terucapkan. Pernyataan beliau ini memberi pelajaran kepada kita agar hati-hati dalam berbicara, berpikirlah sebelum berkata. Ditegaskan lagi oleh beliau bahwa Allah lebih mengetahui setiap amal dan perbuatan, serta pergerakan seluruh makhluk. Malahan setiap peristiwa telah ditetapkan Allah dalam Kitab-Nya sebelum terjadi, hal itu sangat mudah bagi-Nya. Selanjutnya kita tidak mengetahui tentang Allah selain yang diterangkan dalam Kitab-kitab-Nya dan yang disampaikan oleh para Nabi-Nya.
اِنَّكَ اَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوْبِ ١١٦
Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.”
Nabi Isa Almasih menegaskan lagi tentang Allah dengan menyanjung-Nya. Bahwa Allah Maha Mengetahui tentang segala yang gaib. GHAIB adalah yang tidak terlihat dan tidak diketahui hal sesungguhnya oleh siapa pun selain Allah. Gaib di sini maksudnya segala apa yang telah terjadi di luar pengetahuan manusia dan meliputi segala apa yang akan terjadi. Manusia dan jin tidak mengetahui yang gaib jika tidak diberitahu Allah. Segala sesuatu yang akan menimpa seseorang adalah gaib, masa depannya, kematiannya, nasibnya kelak adalah hal yang gaib. Dan Allah mengetahui itu semua, sebab Allah yang menentukannya.
مَا قُلْتُ لَهُمْ اِلَّا مَآ اَمَرْتَنِيْ بِهٓ اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ ۚ
Aku tidak (pernah) mengatakan kepada mereka kecuali sesuatu yang Engkau perintahkan kepadaku, (yaitu) “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.”
Setiap nabi dan Rasul bersikap jujur, amanah, cerdas, dan tabligh. Demikian juga Nabi Isa Almasih, beliau tidak berani berdusta, beliau tidak mengatakan selain yang diamanatkan kepadanya, beliau ditakdirkan sebagai manusia yang cerdas di zamannya, beliau selalu menyampaikan risalah Allah yang mengutusnya, tidak ada satu pun masalah yang disembunyikannya. Risalah yang harus disampaikan para nabi dan rasul adalah mengajak manusia untuk menyembah dan beribadah hanya kepada Allah. Nabi Isa Almasih pun berdakwah, “Hai kaumku, sembahlah Allah, Dia Tuhanku dan Tuhan kamu sekalian.” Pernyataan ini pun menjadi penegasan bahwa Nabi Isa Almasih sekali-kali tidak pernah berkata bahwa dirinya sebagai tuhan, apalagi minta disembah.
Kaum Nasrani bukan hanya menyembah Isa bin Maryam, mereka juga menyembah para pemuka agama. Terbukti mereka taat kepada para pendeta dan pemimpin gereja tanpa dalil dari Kitabullah. Firman Allah,
اِتَّخَذُوْٓا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَۚ وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوْٓا اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ سُبْحٰنَهٗ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ ٣١
Mereka menjadikan para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani) sebagai tuhan-tuhan selain Allah serta (Nasrani mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam. Padahal, mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutuan. (QS Attaubah [9] : 31).
وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا مَّا دُمْتُ فِيْهِمْ ۚ
Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka.
Para pengikut setia Nabi Isa Almasih pada saat beliau ada di sisi mereka adalah kaum yang taat kepada Allah, mereka benar-benar menyembah Allah, berkeyakinan dengan segala kekuasaan Allah. Keimanan mereka dibuktikan dengan diijabahnya doa mereka, ketika mohon diturunkan Almaidah kepada mereka. Sebagai pemimpin, beliau membimbing dan mengawasi keimanan dan amal para pengikutnya. Nabi Isa Almasih berani menjadi saksi atas keimanan Alhawariyyun. Dan bersaksi lagi nanti di akhirat, di saat seluruh utusan Allah bersaksi dan bersumpah.
فَكَيْفَ اِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ اُمَّةٍۢ بِشَهِيْدٍ وَّجِئْنَا بِكَ عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِ شَهِيْدًاۗ ٤١
Bagaimanakah (keadaan manusia kelak pada hari Kiamat) jika Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Nabi Muhammad) sebagai saksi atas mereka? (QS Annisaa [4] : 41)
فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِيْ كُنْتَ اَنْتَ الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ ۗ
Setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka.
Nabi Isa Almasih benar-benar tidak mengetahui segala sesuatu setelah beliau wafat; tidak mengetahui keadaan para pengikutnya; apakah masih setia kepada ajaran yang disampaikannya atau mereka murtad? Beliau sangat yakin bahwa Allah mengetahui semuanya. Pertanyaan Allah yang diajukan kepada Nabi Isa Almasih adalah untuk menegaskan bahwa beliau adalah manusia biasa, beliau menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Allah Swt Maha mengawasi seluruh gerak-gerik dan amal perbuatan seluruh makhluk-Nya.
وَاَنْتَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ ١١٧
Dan Engkau Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.
Nabi Isa meyakini, kita juga wajib meyakini bahwa Allah Maha menyaksikan atas segala amal yang dilakukan hamba-hamba-Nya. Kelak amal-amal itu akan disaksikan lagi oleh para pelakunya. Manusia akan diingatkan kembali terhadap apa yang telah mereka lakukan ketika masih hidup di dunia. Keyakinan seperti ini harus menjadi kewaspadaan dan hati-hati dalam berbuat dan bertindak, sehingga kita terhindar dari amal-amal buruk karena takut diazab Allah, serta bersemangat untuk beribadah dan beramal Shaleh.
اِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَاِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۚ
Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu.
Kita tidak dapat mengatur urusan Allah. Allah Swt mempunyai kehendak untuk bertindak, tetapi kita wajib yakin segala tindakan Allah adalah benar. Allah Swt menyiksa hamba-hamba-Nya karena mereka mengingkari aturan-Nya serta berbuat dosa, dan memberi pahala karena mereka beriman dan beramal Shaleh. Pernyataan Nabi Isa Almasih ini menunjukkan bahwa beliau tidak berkuasa atas orang lain dan seolah memohon kepada Allah, “Janganlah menyiksa para pengikutku, karena mereka adalah hamba-hamba-Mu ya Allah.” Tetapi keputusan terserah Allah.
وَاِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَاِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ١١٨
Jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.”
Nabi Isa Almasih pun memohon kepada Allah yang Maha perkasa dan bijaksana agar mengampuni mereka. Tetapi jika Allah tidak mengampuni mereka pun, harus kita yakini bahwa tindakan Allah adalah benar, adil, dan bijaksana. Seandainya Allah yang Maha gagah dan Maha bijaksana berkehendak untuk mengampuni para pengikut Nabi Isa Almasih, itu adalah hak Allah.
Wallāhu a’lamu bimurādih
BACA JUGA:Israil, Sifat Dan Kehancurannya Dalam Al-Qur’an (Bagian Satu)