Status Hadis tentang Nasab Keturunan Fathimah: Benarkah Bersambung kepada Nabi?

oleh Redaksi

10 Maret 2025 | 08:27

Status Hadis tentang Nasab Keturunan Fathimah: Benarkah Bersambung kepada Nabi?

Bagaimana status hadits berikut ini “Semua bani Untsa (manusia) mempunyai ikatan keturunan ke ayahnya, kecuali anak-anak Fathimah, maka kepadakulah bersambung ikatan keturunan mereka dan akulah ayah-ayah mereka.” (HR. At Tobroni)?, benarkah demikian? Jamaah WA.


Jawaban:


Barangkali hadis yang dimaksud penanya adalah sebagai berikut:


 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زَكَرِيَّا الْغَلَابِيُّ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مِهْرَانَ، ثنا شَرِيكُ بْنُ عَبْدِ اللهِ، عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ، عَنِ الْمُسْتَظِلِّ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «كُلُّ بَنِي أُنْثَى فَإِنَّ عَصَبَتَهُمْ لِأَبِيهِمْ، مَا خَلَا وَلَدَ فَاطِمَةَ فَإِنِّي أَنَا عَصَبَتُهُمْ وَأَنَا أَبُوهُمْ»


Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibn Zakariya al-Ghalabiy, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibn Mihran, telah menceritakan kepada kami Syarik ibn ‘Abdillah dari Syabiib ibn Garqadah dari al-Mustazhil ibn hushain dari Umar RA ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Semua bani Untsa (manusia) mempunyai ikatan keturunan kepada ayahnya, kecuali anak Fathimah, maka kepadakulah bersambung ikatan keturunan mereka dan akulah ayah mereka. (Hr. Al-Thabaraniy dalam al-Mu’jam al-Kabirnya, 3/44, no. 2631)


Takhirj Hadis


Hadis ini memiliki beberapa jalur periwayatan


  1. imam al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabirnya (22/423, no. 1042) dari jalur Muhammad ibn ‘Abdullah dari Utsman ibn Abi Syaibah dari Jarir ibn ‘abd al-Hamiid dari Syaibah ibn Na’aamah dari Fatimah al-Sughra dari Fatimah al-Kubra dari Rasulullah SAW. Dengan redaksi لِكُلِّ بَنِي أُنْثَى عَصَبَةٌ (Setiap bani untsa [mansuia] mempunyai Ashobah [ikatan keturunan]..)
  2. Musnad Abi Ya’laa al-Maushiliy (12/109 no. 6741) dari jalur yang sama dengan redaksi لِكُلِّ بَنِي أُمٍّ عَصَبَةٌ (setiap bani Umm mempunyai Ashobah [ikatan keturunan]..)
  3. Al-Mustadrak ‘ala Shahihain al-Haakim (3/179 no. 4770) dari jalur Abu Bakr ibn Abi Daarim dari ‘Utsman ibn Abi Syaibah dari al-Qasim ibn Abi Syaibah dari yahya ibn al-‘Ala-i dari Ja’far ibn Muhammad dari ayahnya dari Jabir dari Rasulullah SAW, dengan redaksi لِكُلِّ بَنِي أُمٍّ عَصَبَةٌ


Agar lebih memudahkan dalam pemetaan sanadnya, kami cantumkan syajarah Isnadnya sebagai berikut,


Al-Jarhu wa al-Ta’dil


Sepintas jalur ini akan terlihat baik dan mulus, ditambah adanya beberapa jalur yang saling menguatkan. Namun jika dianalisa jalur ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu;


1.Jalur Umar ibn Khathab RA


-Al-Mustanzhal ibn Hushain al-Bāriqī al-Azdī al-Kuufī Abu al-Mītsā.


Ia meriwayatkan dari ’Umar, ’Alī dan Jarir ibn ’Abdillāh al-Bajaī RA. Imam Muslim berkata: tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Syabī ibn Gharqadah. Ibn Sa’d berkata: ia Tsiqah namun Hadisnya sedikit, al-’Ijlī berkata: ia Tabi’ī tsiqah, ibn Hibban menyebutkan dalam Al-tsiqatnya. (al-tadyīl ’alā kutub al-jarh wa al-ta’dil (1/297 no. 803)


-Bisyr ibn Mihran


Ia rawi matruk (ditinggalkan), imam al-Dzahabi dan al-Hāfizh ibn Hajar sepakat dengan Tajrih (penilaian negatif) Abu Hatim. Imam ibn Abi Hātim berkata: ayahku meninggalkan periwayatannya dan menyuruh untuk tidak membaca Hadis yang bersumber darinya (Mizān al-I’tidāl 2/34).


Bisyr ibn Mihran seorang ahlul Bashrah, banyak periwayat Ahl Bashrah darinya berupa hadis-hadis yang gharib. (al-tsiqat 8/140)


-Muhammad ibn Zakariya al-Ghalabī, 


ia Teruduh dusta. (lisan al-Mīzān 2/34)


ia juga terindikasi madzhab Syi’ah, ia meriwayatkan Hadis yang berasal dari dirinya sendiri. Hadis ini masuk syibh al-maudhu (menyerupai hadis palsu). (Lihat, al-Ahādits al-wāridah fī fadhā al-Shahābah riddwānullah ta’ālā ‘alaihim jamī’an fī al-kutub al-sittah 8/987)


Dengan demikian, hadis ini dhaif, tidak bisa dikuatkan atau menguatkan.


2.Jalur Fathimah RA


Jalur sanad ini terdapat kelemahan, yaitu terdapatnya rawi Bernama Syaibah ibn Na’āmah. Berikut komentar para ulama naqd (kritikus hadis).


  1. Yahya ibn Ma’in menyatakan ia dhaiful hadits (hadisnya lemah). (Tārīkh al-Asmā al-Dhu’afā wa al-kādzibīn wa al-Matrūkīn li ibn Syāhīn no. 282 h. 225)
  2. Ibn Hibban berkata: tidak boleh berhujjah dengan haditsnya (al-dhu’afā wa al-Matrūkīn ibn al-jauzī 2/44 no. 1645)


Al-Hāfizh sepakat untuk tidak berhujjah dengan Hadisnya. (al-Talkhish al-Habīr 3/303)


3.Jalur Jaabir RA


Jalur ini sangat dhaif sekali, karena terdapat beberapa rawi yang dilemahkan, di antaranya Yahya ibn al-Alā.


Yahya ibn Ma’in berkata: laisa bisyai’in (menurut Ibn Ma’īn laisa bisyai’in maksudnya untuk sekelas rawi pendusta). (Su-alāt ibn al-Junaid li imāmi yahya ibn Ma’īn no. 837 hal. 221)


Ahmad ibn Hanbal berkata: Yahya ibn al-’Alā al-Rāzī ia pendusta rafidhah, pemalsu Hadis. Begitupun dengan Bisyr ibn Numair, ia sama saja dengannya. (al-Dhu’afā li Abī Zur’ah al-Raazī (2/577)


Imam al-Bukhari menetapkannya ia Matrukul Hadis (hadisnya ditinggalkan), dan al-Hāfizh menyimpulkan bahwa ia tertuduh memalsukan Hadis (Tahdzib al-Tahdzib 1/40 no. 847) 


Dengan demikian, ketiga jalur ini tidak dapat saling menguatkan dan ditetapkan sebagai Hadits matruk (tingkat kedua setelah Hadis maudhu) sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.


BACA JUGA:

Peran Ayah dalam Mendidik Anak

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon