Judul yang menarik. Judul sebuah buku saku (kecil) yang saya baca tuntas dalam beberapa menit. Enam puluh empat halaman saja, tetapi berdampak sangat lama, bisa sampai bertahun-tahun ke depan lamanya. Mungkin juga buat Anda dan pembaca yang lain.
Siapa juga yang akan bergembira atau bahagia manakala sakit melanda? Mulai dari sakit yang paling parah sampai yang paling ringan sekalipun. Tentu yang namanya sakit atau orang ditimpa suatu penyakit akan sangat menderita. Karena dasarnya manusia itu diciptakan sering berkeluh kesah, sakit yang melanda akan melahirkan keluh kesah yang gundah gulana.
Ketika sakit itu menimpa diri kita, pasti kita sebagai manusia pada umumnya dan sangat normal akan merasakan hal yang sama. Bahkan, seorang nabi juga ketika beliau sakit sudah barang tentu akan merasakan yang namanya ketidaknyamanan.
Kembali ke buku saku yang saya singgung di judul dan paragraf pertama, ada begitu banyak pelajaran yang saya dapatkan ketika habis tuntas memahami isi buku tersebut. Ternyata sakit sekeras apa pun harusnya dan memang idealnya membuat yang tertimpa musibah tersebut harusnya tersenyum bahagia.
Apa pasal?
Tentu menjadi pertanyaan yang menarik bilamana orang yang sakit kita suruh untuk berbahagia. Apakah mereka akan menerima dengan mudah? Kita akan sedikit terheran-heran membayangkan ketika kita pergi ke rumah sakit ataupun puskesmas terdekat, banyak orang-orang dengan pelbagai macam penyakitnya menunjukkan wajah yang berseri-seri dan menebarkan aura yang positif.
Mungkin dalam waktu dekat ini kejadian seperti itu belum akan terealisasi. Masih asing pastinya. Akan tetapi, saya pribadi yakin ketika pemahaman bahwa yang sakit itu harus berbahagia berdasarkan keterangan-keterangan sunnah Rasulullah saw., pasti akan banyak sekali orang-orang yang tersenyum bahagia ketika ditimpa suatu penyakit.
Bahkan mungkin akan ada orang yang seolah meminta diberi sakit, karena dirinya sudah begitu lama tidak mendapati dirinya sakit. Akan ada rasa penyesalan ditimpa kesehatan yang berkepanjangan, karena takut justru sehat itu akan melenakan dirinya, dan khawatir seolah Allah Swt. tidak memperingatkannya dengan kedatangan sakitnya.
Tentu akan menjadi fenomena unik di kalangan kita melihat kenyataan seperti ini. Orang-orang bersyukur dikasih penyakit. Orang-orang tersenyum bahagia dengan penyakitnya. Orang-orang yang super sabar dengan penyakitnya memancarkan aura yang positif, dan menularkan kepada orang-orang yang justru tidak sakit dan sehat walafiat. Pemandangan yang akan sangat-sangat menarik tentunya.
Ketika tulisan ini dibuat, saya mendengar berita duka salah satu kerabat atau saudara seiman saya meninggal dunia, karena telah bertahun lamanya menderita penyakit yang cukup berat. Mudah-mudahan beliau husnulkhatimah dan dihapuskan segala bentuk dosa serta kesalahannya, aamiin ya rabbal ‘aalamiin. Penulis yakin, apabila beliau sabar atas penyakit yang telah menggerogotinya bertahun-tahun dan hanya tawakkal pada Allah Swt., insyaallah sakitnya akan membabat habis setiap dosa yang selama ini diperbuatnya dan berbuah pahala yang banyak, karena begitu janji Allah Swt. lewat Rasul-Nya.
Kenapa seperti itu?
Ternyata bila kita kaji lebih jauh mengenai bab sakit dan penyakit ini, tentu akan banyak kita temukan, berdasarkan dalil-dalil yang sahih yang saya kutip dari buku saku karya Dr. Muhammad Ar-Rukban dan diterjemahkan oleh Ahmad Syaikhu S.Ag. ini. Kutipan yang akan jadi tambahan pengetahuan sangat penting, pastinya.
Di dalam buku tersebut mula-mula dijelaskan bahwa segala keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundahgulanaan, hingga duri yang menusuk ternyata akan menghapuskan segala kesalahan yang telah diperbuat oleh orang yang terkena kejadian tersebut. Kita bisa lihat haditsnya dari Abu Said Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573)
Tentu ini jadi dasar kenapa setiap yang berbau sakit dan ketidakenakkan tersebut membuat kita tersenyum bahagia. Dari mulai letih sehabis melakukan aktivitas kerja seharian, kesedihan yang terkadang tiba-tiba datang dan tidak bisa ditolak, sakit yang mengintai setiap harinya, sampai pada sebuah duri atau sesuatu yang tajam yang sedikit melukai sebagian kecil fisik kita begitu dahsyat dan luar biasanya, menjadi kifarat atas dosa-dosa kita yang banyak.
Ini menjadi keuntungan tersendiri. Hal-hal yang disinggung dalam hadist tersebut acapkali menimpa siapa pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun kita di dunia ini berada. Ke mana pun kaki ini melangkah, hal-hal kecil dari uraian hadits tersebut akan selalu datang silih berganti. Jadi sebenarnya yang harusnya kita lakukan adalah menikmati setiap saat dari prosesnya.
Kemudian dalam buku tersebut dijelaskan juga bahwa kenikmatan yang kita rasakan di dunia ini hanyalah kenikmatan sesaat, yang ternyata akan sangat mudah Allah Swt. cabut kembali, karena memang kehidupan ini merupakan hanya permainan dan senda gurau belaka.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۤ اِلَّا لَهْوٌ وَّلَعِبٌ ۗ وَاِ نَّ الدَّا رَ الْاٰ خِرَةَ لَهِيَ الْحَـيَوَا نُ ۘ لَوْ كَا نُوْا يَعْلَمُوْنَ
"Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan; dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui." (QS Al-'Ankabut 29 Ayat 64)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۤ اِلَّا مَتَا عُ الْغُرُوْرِ
“Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu." (QS. Al-Hadid 57: Ayat 20)
Dan memang kita tidak akan lama di alam dunia ini, maka jadilah seperti musafir atau orang asing saja.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ [وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ]
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku, lalu bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir’ (dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi penghuni kubur [pasti akan mati]).”
Begitulah sedikit gambaran ketika kita menjalani detik demi detik perjalanan di dalam kehidupan yang fana ini. Sakit itu sesaat, begitu pun kenikmatan yang bias itu. Semuanya kita yakini saja sebagai sesuatu yang tidak kekal. Semuanya silih berganti bergantian. Dan poinnya adalah segala ketidaknyamanan yang terjadi pada kita merupakan balasan yang begitu indah untuk kita dapatkan.
Bukan hanya dosa saja yang akan dihapuskan dari diri orang yang sakit. Ada kabar gembira lain yang akan kita dapatkan manakala sakit itu melanda diri yang lemah ini. Dengan catatan selama kita sehat itu kita senantiasa mengerjakan berbagai macam ibadah yang istiqamah dan ikhlas tentunya.
Hadits dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR Bukhari, no. 2996)
Sebuah kabar yang sangat menyenangkan tentunya bagi kita.
Kita yang dilanda sakit sehari, seminggu, atau bahkan mungkin bertahun-tahun lamanya pasti akan tersenyum gembira ketika sebelum sakit kita sudah men-dawam-kan ibadah-ibadah rutin yang berbuah banyak pahala. Mulai dari Tahajud, berjamaah di masjid, menghadiri majelis taklim, membaca Al-Qur’an, sampai kepada berbuat baik dan menebar manfaat kepada setiap orang. Ternyata pahala itu akan terus-terusan mengalir berdasarkan hadits shahih di atas.
Kita semakin yakin ternyata agama Islam itu mudah dan tidak membuat susah. Dan tentunya tidak pernah ada yang sia-sia dari kehendak dan setiap ketetapan dari Allah Swt.
Wallahu A'lam.
Penulis: Robani Rahman (Asatidz PPI 100 Banjarsari)
Editor: Dhanyawan
Ilustrasi buku: bushraniaga.com