Seharian kemarin kami semua senam jantung. Trombosit Fikri berada di angka 3 dari batas normal 150.
Kami semua sangat khawatir. Dan bergegas mencari trombosit sebanyak 3 kantong ke PMI Kota Semarang.
Trombosit hanya ada di PMI kota besar yaitu Solo atau Semarang. Dan prosesnya juga memakan waktu karena harus dipisahkan antara sel darah merah dengan sel darah putih.
Dari detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam masa penantian pengambilan trombosit ini membuat adrenalin kami berpacu.
Terasa sangat lama dari waktu biasanya. Karena kami khawatir kondisi Fikri semakin memburuk.
Ambulance berpacu dengan waktu. Menyibak kemacetan hari libur tanggal merah maulid nabi dengan sirine meraung.
Berharap para pengguna jalan memahami bahwa kami benar-benar berkejaran dengan waktu.
Alhamdulillah 3 kantong trombosit akhirnya bisa diperoleh untuk Fikri. 3 kantong darah itu diperlakukan dengan khusus dan sangat hati-hati. Yaitu diletakan di dalam ice cooler yang berisi es batu.
Begitu sampai di RSUD Salatiga, trombosit segera diberikan kepada perawat di ruangan Fikri.
Kemudian dipasang layaknya infus. Dan mengalirlah tetes demi tetes trombosit yang sangat berharga itu ke tubuh mungilnya.
Sosok Fikri yang tadinya lemas, alhamdulillah bisa bertenaga lagi. Dia bisa duduk dan bermain dengan mobil mainannya. Sebuah pemandangan yang melegakan.
Membersamai Fikri ini bagaikan naik roller coaster. Kadang kami senam jantung, kadang lega, kadang sedih, kadang juga tersenyum. Sebuah kondisi yang sering berubah dengan cepat.
Sebetulnya hari Selasa kemarin Fikri dirujuk ke RS Kariadi. Tapi terpaksa pihak keluarga tanda tangan menolak rujuk karena Fikri belum punya BPJS.
Fikri dibawa pulang ke rumah meskipun seharusnya masih dirawat. Dengan surat pernyataan bahwa jika terjadi apa-apa maka akan ditanggung konsekuensinya oleh pihak keluarga.
Bukan tanpa alasan pihak keluarga menolak rujuk ke RS yang lebih besar. Biaya opname untuk penyakit' kanker leukimia tidaklah sedikit. Pasti habis puluhan juta.
Dan uang donasi yang terkumpul tidak cukup untuk membiayai. Karena memang seluruh biaya pengobatan Fikri berasal dari uang donasi.
Itulah mengapa diambil keputusan tolak rujuk. Tapi dengan catatan apabila terjadi kondisi gawat darurat akan segera dilarikan ke UGD.
Dan Fikri masuk sebagai pasien umum. Akhirnya hari Kamis siang Fikri opname lagi.
Sudah seminggu ini pengurus TK PERSIS Samirono sangat sibuk membantu mengurus BPJS untuk Fikri. Proses yang lumayan lama ini terjadi karena tak lengkapnya berkas yang dimiliki oleh keluarganya.
Orang tua Fikri hanya menikah siri. Mereka tak memiliki surat nikah. Padahal syarat membuat akta kelahiran untuk membuat Kartu Keluarga kemudian kartu BPJS adalah harus ada surat nikahnya.
Tapi berhubung mereka tak pernah tercatat menikah secara resmi, maka pihak KUA tidak bisa membantu mengeluarkan keterangan surat nikah.
Kemudian Fikri dicoba dimasukkan ke Kartu Keluarga kakeknya. Lagi-lagi ada berkas kakeknya yang tak lengkap. Karena kakeknya juga tak punya surat nikah.
Kami mencoba cara lain lagi. Yaitu memasukkan Fikri ssbagai anak ibu agar proses lebih cepat. Tapi ternyata KTP dan KK asli ibunya sedang digunakan untuk balik nama.
Sebuah proses yang begitu berliku dan ruwet. Kami mengunjungi beberapa rumah yang katanya memegang KTP dan KK asli ibunya.
Bahkan sampai pukul 22.00 masih menunggu di rumah orang yang katanya memegang KTP dan KK asli ibunya.
Duduk menunggu penuh harap di sebuah dusun di ketinggian lereng Merbabu yang sangat dingin.
Siang dan malam pengurus TK PERSIS Samirono berkeliling mengunjungi para staf pemerintahan.
Bertanya ke sana kemari mencari cara tercepat agar BPJS Fikri segera jadi.
Agar dia bisa segera dirujuk ke RS Kariadi yang peralatannya lebih lengkap.
Semoga di hari Jumat yang penuh keberkahan ini, permasalahan administrasi kependudukan Fikri bisa segera jadi.
Kami sudah berupaya maksimal demi terbitnya kartu BPJS Fikri. Segala daya dan upaya sudah kami kerahkan selama seminggu ini.
Sebuah pelajaran berharga bagi siapapun agar jangan mau nikah siri. Konsekuensi nikah siri itu sangat berat. Dan sangat merugikan siapapun yang terlihat. Baik dari pihak ayah, ibu, ataupun anak.
Jika terjadi kasus seperti Fikri ini baru terasa betapa pentingnya mentaati peraturan administrasi kependudukan negara.
Doakan, agar kartu BPJS Fikri segera jadi. Karena proses pengobatannya masih sangat panjang. Diprediksikan dia akan melalui serangkaian kemoterapi selama 2 tahun ke depan.
Dan itu semua butuh biaya besar. Kartu BPJS akan sangat membantu pengobatannya.
Semoga tubuh mungil Fikri (5 th) bisa kuat menerima segala jenis pengobatan yang akan dilaluinya.
[]
Kontributor: Widi Astuti (PERSISTRI Jateng)