Pada tulisan yang lalu (lihat disini), kami telah menyampaikan sebagian uslub-uslub lafadz taqwa dalam Al-Qur’an. Pada bagian kedua ini, akan dibahas rangkaian-rangkaian kata yang terhubung dengan taqwa.
1. Tempat Taqwa
Kalimat Taqwa tidak ada yang dapat mengucapkannya, tidak ada yang dapat mengamalkan dengan segala petunjuk-petunjuknya, dan tidak ada yang tetap tegar dengannya kecuali pemilik hati yang senantiasa memakmurkan taqwa, memenuhinya, ia takut kepada Allah dan segan kepada-Nya.
Sehingga hal itu berpengaruh terhadap anggota badan, karena di dalam jasad itu ada segumpal darah, apabila baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila rusak maka rusaklah seluruh amalnya. Ketahuilah, bahwa itu adalah qalbu (hati).
Dalam Al-Qurán disebutkan tempat dan kedudukan taqwa dalam dua ayat. Yaitu dalam QS. Al-Hujurat ayat 3 dan QS. Al Haj ayat 32.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصۡوَٰتَهُمۡ عِندَ رَسُولِ ٱللَّهِ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱمۡتَحَنَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمۡ لِلتَّقۡوَىٰۚ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَأَجۡرٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.
ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.
Berdasarkan dua ayat di atas, bahwa taqwa itu tempatnya di dalam hati. Hal ini dikuatkan dengan hadits Nabi SAW sabdanya :
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا" وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ "
dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “… Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. (HR. Muslim).
2. Pakaian Taqwa
Manakala taqwa itu mempunyai tempat yaitu hati. Taqwa juga mempunyai kalimat yaitu kalimat taqwa. Ia juga mempunyai wujud gambaran yang Nampak yang dibangun atasnya (taqwa) yaitu mengagungkan syiar-syiar Allah.
Maka taqwa pun mempunyai pakaian yang membedakan pemiliknya dengan yang lain. Allah berfirman :
يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ قَدۡ أَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمۡ لِبَاسٗا يُوَٰرِي سَوۡءَٰتِكُمۡ وَرِيشٗاۖ وَلِبَاسُ ٱلتَّقۡوَىٰ ذَٰلِكَ خَيۡرٞۚ ذَٰلِكَ مِنۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ لَعَلَّهُمۡ يَذَّكَّرُونَ يَٰبَنِيٓ ءَادَمَ لَا يَفۡتِنَنَّكُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ كَمَآ أَخۡرَجَ أَبَوَيۡكُم مِّنَ ٱلۡجَنَّةِ يَنزِعُ عَنۡهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوۡءَٰتِهِمَآۚ إِنَّهُۥ يَرَىٰكُمۡ هُوَ وَقَبِيلُهُۥ مِنۡ حَيۡثُ لَا تَرَوۡنَهُمۡۗ إِنَّا جَعَلۡنَا ٱلشَّيَٰطِينَ أَوۡلِيَآءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman. QS. Al A’raf 26-27.
Semuanya mengisyaratkan akan pentingnya dan kedalaman masalah ini mengenai fitrah manusia. Pakaian dan penutup aurat adalah perhiasan bagi manusia dan penutup bagi aurat jasadiyah. Begitu pula bahwa taqwa merupakan pakaian dan penutup bagi aurat nafsiyah.
Fitrah yang sehat ia akan menjauhi dari terbukanya aurat-auratnya baik yang jasadiyah maupun nafsiyah. Ia menghendaki menutupi dan menghiasinya. Dan orang-orang yang membiarkan ketelanjangan jasmani dari pakaian dan ketelanjangan jiwa dari taqwa dan malu kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang menghendaki perampasan manusia akan karakteristik fitrahnya dan karakteristik kemanusiannya yang menjadikannya manusia. Mereka itulah yang menghendaki manusia menyerah kepada musuhnya yaitu Setan, dan diantara yang ia inginkan adalah terlepas pakaiannya (manusia) dan tersingkap aurat-auratnya.
3. Kalimat Taqwa
Kalimat taqwa didapati dalam Al-Qur’an surat Al Fath ayat 26 :
إِذۡ جَعَلَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فِي قُلُوبِهِمُ ٱلۡحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ وَعَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَأَلۡزَمَهُمۡ كَلِمَةَ ٱلتَّقۡوَىٰ وَكَانُوٓاْ أَحَقَّ بِهَا وَأَهۡلَهَاۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Para mufassir berbeda pendapat apa yang dimaksud dengan kalimat taqwa?
Ada yang berpendapat bahwa kalimat taqwa di sana adalah ucapan “laa ilaaha illalloh’’, sebagian yang lain menyebutkan ia adalah kalimat “bismillaahirrahmaanirrahiem”. Dikatakan dari Mujahid, bahwa ia itu adalah ikhlas.
Kami berpendapat bahwa kalimat taqwa di sana adalah umum, karena kalam kalimat taqwa bentuk mufrod (kalimat) yang disandarkan pada ma’rifah (at Taqwa). Oleh sebab itu kalimat taqwa mencakup semua lafadz-lafadz taqwa yaitu semua yang di dalamnya berisi taat pada Allah, menjauhi murka-Nya. Lafadz-lafadz ini tidak terbatas.
Sehingga makna ayat di atas: bahwasanya Allah Ta’ala menetapkan kepada mereka ahli iman pada setiap ucapan-ucapan mereka adalah ucapan taqwa kepada Allah. Atau mewajibkan kepada mereka supaya tetap pada makna-makna yang hakikat untuk lafadz-lafadz taqwa, sehingga tidak muncul dari mereka kecuali padanya ada ketaqwaan kepada Allah Ta’ala baik ucapan maupun perbuatan.
Karena mereka lebih berhak secara syariat, karena Allah mengetahui pada mereka ada kecintaan dan rasa takut terhadap-Nya, serta kekaguman dan manutnya mereka kepada Nabi saw. Mereka takut untuk mengucapkan ucapan-ucapan yang tidak bernilai taqwa, atau mengucapkan ucapan-ucapan taqwa tetapi tidak mengetahui arahnya.
Ayat ini juga –sebagaimana diisyaratkan oleh Sayyid Qutb – mengandung pujian kepada para sahabat Nabi saw ketika Allah membiasakan mereka mengucapkan kalimat taqwa dengan berbagai hak mereka…(Fi dhilalil Qurán, 6/3329). Maka orang-orang yang beriman tidak boleh keluar dari mulutnya lapadz-lapadz dan ucapan-ucapan selain ucapan taqwa.
4. Sebaik-Baik Bekal Adalah Taqwa
Allah SWT berfirman :
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Al Baqarah: 197).
At Tazawwud adalah mempersiapkan bekal, yaitu makanan yang dibawa oleh musafir (orang yang dalam perjalanan). Kalimat itu dipakai untuk memperbanyak perbuatan baik sebagai persiapan menghadapi hari pembalasan, disamakan dengan persiapan bekal musafir dalam perjalanannya karena pada galibnya bahwa dalam perjalanan dan bepergian itu rawan mendapat kematian atau kecelakaan. Apalagi ia tidak membawa bekal atau makanan apapun.
Manusia hidup menuju akhirat, hari pembalasan diibaratkan dengan orang yang bepergian agar sampai ke tempat yang dituju maka ia harus mempersiapkan segalanya termasuk bekal. Nah, bekal yang harus dibawa dalam perjalanan menuju akhirat adalah taqwa.
Sabab turun ayat berkenaan dengan satu kaum dari penduduk Yaman, mereka pergi ibadah haji ke baitullah dengan tanpa bekal. Mereka menyatakan : “Kami tawakkal kepada Allah”, kami berhaji menuju rumah Allah, bagaimana Allah tidak akan memberi makan kepada kami?
Sehingga akhirnya mereka menjadi tergantung dan meminta-minta kepada orang lain, dan memberatkan mereka. Maka Allah mengingatkan kepada mereka bahwa sebaik-baik bekal adalah apa yang menjaga mereka dari meminta-minta dan dari memberatkan orang lain, karena hal itu juga bagian dari taqwa. Dengan demikian, menjadi jelaslah, bahwasanya taqwa adalah bekal seorang mukmin dalam perjalanannya baik perjalanan dunia maupun perjalanan akhirat.
Ayat itu menjadi isyarah kepada keharusan menyertakan taqwa pada setiap keadaan baik dalam perjalanan maupun di tempat sendiri, dan di dalam semuanya ada unsur taqwa kepada Allah termasuk kita membawa bekal makanan yang ia makan atau minuman yang ia minum, ia wajib mempersiapkan bekal itu, karena hal itu lebih dekat dan lebih disukai oleh Allah SWT. Bahkan dalam setiap keadaannya walaupun dalam urusan yang mubah seperti dalam hal makanan dan minuman, tidak boleh luput dari taqwa.
Seorang mukmin, ketika menyadari bahwa sekarang ia lagi safar menuju akhirat dalam setiap waktu dan langkah-langkahnya, maka sesungguhnya mukmin ini akan mementingkan urusan akhiratnya sehingga ia dalam setiap waktunya akan disibukkan dengan mempersiapkan bekal perjalannya. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktunya tanpa diisi dengan ketaqwaan. Wallahu Musta’an
***
Penulis: Ust. H. Deni Solehudin, M.SI (Sekretaris Bidang Dakwah PP PERSIS)