Oleh:
Cepi Hamdan Rafiq, S.Th.I.
(Kabid. Pendidikan PP Pemuda PERSIS)
Al-Ustaz KH. E Abdurrahman dalam buku Tafsir Qanun Asasi dan Dakhili Persatuan Islam memberikan gambaran tentang tipe-tipe orang dalam memilih pemimpin.
1. Ada kalanya orang memilih pemimpin sekadar agar ada pimpinannya saja, tanpa ada perhatian, ketekunan, dan tanggung jawab.
2. Di samping itu, terdapat pula orang yang mengangkat pimpinan sekadar untuk menyumbat mulut dan mendiamkan gerutuan orang lain, atau untuk menolak bahaya yang mungkin timbul jika orang itu tidak diangkat menjadi pemimpin.
3. Ada pula yang mengangkat pemimpin karena hendak menyerahkan segala urusan kepada pemimpin yang diangkatnya itu. Setelah itu, ia hanya menonton si pemimpin yang sibuk, dengan tiada sedikit pun mengulurkan tangannya untuk membantu. Malah, ia pun sangat giat dan rajin sekali merongrong orang yang diangkatnya menjadi pemimpin itu dengan berbagai macam teguran dan ejekan, dan tidak memberikan jalan keluar (way out) untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh sang pemimpin.
4. Ada pula orang yang mengangkat pemimpin karena suara ramai atau suara terbanyak. Akibat dari keadaan yang seperti ini, tidak sedikit terjadi suara orang “dibeli”. Kemudian, demi untuk mengumpulkan suara, beralihlah perhatian iman kepada perhatian nafsu.
5. Allah Swt. telah menuntun hamba-Nya dalam menentukan sikap ketika dihadapkan pada sebuah pilihan, sebagaimana firman-Nya,
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا
Katakanlah, "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan…” (QS Saba [34]: 46)
Menurut Ustaz Abdurrahman rahimahullah, Al-Qur’an telah menasihatkan untuk menghindari pemilihan pimpinan sebagaimana yang diterangkan pada poin 1 sampai 4. Dalam nasihat Allah di atas dinyatakan tatafakkaru ‘agar kamu berpikir’, yang berarti mendewasakan pikiranmu itu. Sehingga, pikiranmu tidak ditentukan oleh orang banyak, tetapi “matsna” atau “furada”. Hendaklah dipikirkan dengan pikiran ikhlas mengaharap rida Allah, bukan suara terbanyak.
Editor: Dhanyawan Haflah, Ilmi Fadillah