Arah Siyasah (Politik) Jamiyyah Persatuan Islam.

oleh Reporter

04 Februari 2019 | 23:23

Pengertian Siyasah (Politik) Jam’iyyah. Bagi Jamiyyah Persis arah sikap siyasah Persis dari masa ke masa tidak lepas dari unsur dakwah dan menjaga keutuhan jamiyyah. 
سَاسَ يَسُوْسُ سِيَاسَةً, سَاسَ الدَّوَابَّ: قَامَ عَلَيْهَا وَرَاضَهَا ,سَاسَ الْقَوْمَ: دَبَّرَهُمْ,وَتَوَلَّى أَمْرَهُمْ,  أَسَاسَتْ وَسَاسَتِ الشَّاةُ: كَثُرَ قَمْلُهَا ,أَسَاسَهُ النَّاسُ: رَأَّسُوْهُ, أَسَاسَ الطَّعَامُ: وَقَعَ فِيْهِ السُّوْسُ, أَلسُّوْسُ كُلُّ شَيْئٍ أَكَلَهُ دُوْدًا كَانَ أَوْ غَيْرَهُ  وَلِذَا ِقيْلَ كَيْفَ تَكُوْنُ الرَّعِيَّةُ مَسُوْسَةً اِذَا كَانَ رَاعِيْهَا سُوْسَةً , أَلسَّائِسُ : راَئِضُ الدَّوَابِّ وَمُدَبِّرُهَا, سُوِّسَ فُلاَنٌ اَمْرَالْقَوْمِ: مُلِّكَ عَلَيْهِمْ
“Sasa-yasuusu-siyasatan. ungkapan saasa al-dawaab bermakna menuntun dan melatihnya. Ungkapan saasa al-qauma bermakna mengatur mereka dan mengurus urusan mereka. Ungkapan asaasat wa saasat al-syatu bermakna banyak kutunya. Ungkapan asaasahu al-naasu bermakna mereka mengangkat dia sebagai pemimpin. Ungkapan asaasa al-tha’amu bermakna terdapat padanya sus. Al-suusu bermakna pemangsa sesuatu baik ulat atau yang lainnya. Oleh karena itu bagaimana rakyatnya akan terpimpin apabila pemimpinnya itu adalah pemangsa. Al-saaisu bermakna pelatih dan pengendali hewan. Ungkapan suwwisa fulanun amro al-qaumi bermakna dikuasakan kepada si fulan urusan mereka” (lihat, al-Munjid, hal. 362; al-mu’jamul wasith)
​Ibnu al-Manzhur dalam kitabnya Lisanul Arab memberikan definisi tentang siyasahsebagai berikut, 
أَلسِّيَاسَةُ : اَلْقِيَامُ عَلَى الشَيْئِ بِمَا يُصْلِحُهُ
“Al-siyasah adalah mengatur sesuatu dengan sesuatu yang memaslahatkannya“.
Bahwa siyasah memiliki dua pengertian; pertama siyasah dalam pengertian negatif seperti pemangsa sesuatu, baik ulat atau yang lain yang menggerogotinya.Kedua, siyasah dalam pengertian positif yaitu menuntun, memimpin, mengelola sesuatu demi kemaslahatan.
DR.Muhammad Ammarah dalam kitabnya al-Islam wa al siyasah-mengatakan, “Siyasah adalah setiap perbuatan yang dengan perbuatan tersebut manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan, meskipun perbuatan tersebut tidak ditetapkan oleh Rasul dan tidak pula diturunkan wahyu”.      
Kata siyasah dalam bahasa Arab sering disepadankan dengan kata politic (Bahasa Inggris). Para ahli ilmu politik menelusuri kata itu ternyata berasal dari bahasa  Yunani, yaitu politicos yang berarti hal yang menyangkut kewarganegaraan, polites yang berarti seorang warga negara, dan polis yang berarti kota atau negara. Dengan demikian politik adalah sesuatu yang berkaitan dengan hal kenegaraan dan kewarganegaraan, baik dalam tataran pemikiran ataupun dalam praktek perilaku manusia yang berkenaan dengannya.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada tiga makna Politik; pertama, (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tetang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Kedua, segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dsb) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Ketiga, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. (lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, hal 780)
Landasan Siyasah Jam’iyyah
Landasan Siyasah Jam’iyyah Persatuan Islam tentu tidak akan terlepas dari landasan jam’iyyah dan latar belakang mengapa jam’iyyah itu didirikan, karena prilaku jam’iyyah dalam bersiyasah merupakan cermin dari landasan yang dijadikan dasar pijakan oleh suatu jam’iyyah (organisasi), serta tujuan yang akan dicapai oleh jam’iyyah itu sendiri. Dengan demikian Persatuan Islam sebagai sebuah jam’iyyah wajib menetapkan landasan yang jelas dalam siyasah jam’iyyahnya, agar dapat memberi pemahaman yang merata kepada setiap pengambil kebijakan dalam bidang siyasah mengenai  arah siyasah jam’iyyah.
Islam Ajaran yang Lengkap
Islam mengatur seluruh aspek sendi-sendi kehidupan manusia, baik hukum, sosial, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Sungguh akal kita tidak terima apabila Islam yang demikian sempurna tidak berbicara tentang politik atau siyasah. Jika hal itu dinafikan tentu saja kesempurnaan Islam menjadi ternodai. Allah swt berfirman, 
أَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلاَمَ دِيْنًا
“Pada hari ini aku telah sempurnakan kepada kamu agamakamu dan Aku telah cukupkan atas nikmat-Ku, dan Aku telah ridlaIslam itu sebagai agama buat kamu.” Q.S. Al-Maidah:3  
Setelah Nabi hijrah ke kota Madinah, beliau menata masyarakat baru di sana yang terdiri atas Anshar dan Muhajirin, Yahudi, Nashrani, dan kaum musyrikin. Kompleksitas secara etnis maupun agama sungguh terlihat, terlebih di kalangan Anshar dan Muhajirin pun terdiri atas berbagai profesi dan keahlian.
Seorang pemimpin yang bersiyasah dengan siyasah anbiya, tentu  akan mengambil   tindakan dan kebijakan  dalam kepemimpinannya yang ending goalnya (tujuan akhirnya) adalah kemaslahatan bukan keruksakan. Pemimpin seperti ini akan senantiasa melakukan tindakan dan kebijakan bukan karena kepentingan pribadinya, bukan karena kehendak mayoritas rakyatnya. Bahkan bukan karena keinginan golongan atau kepentingan partainya, tetapi memang demikianlah maslahatnya. Oleh karena itu terhadap pemimpin seperti ini  semua orang harus menaatinya, sebab ia berani melakukan  tindakan dan kebijakan, walaupun merugikan pemimpin itu sendiri, keluarganya, dan golongannya. Itulah makna siyasah. Tetapi andaikan seorang pemimpin mengadakan suatu tindakan dan kebijakan menurut kehendak pribadinya, mayoritas pendukungnya, dan kepentingan partainya, tanpa berorientasi pada kemaslahatan, maka tindakan seperti itu adalah istibdad (kesewenang wenangan).
Adapun hakikat kemaslahatan, Allah swt berfirman, 
وَلاَ تُفْسِدُوْا فِي اْلأَرْضِ بَعْدَ اِصْلاَحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَطَمَعًا اِنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Janganlah kamu merusak di bumi ini sesudah dibereskan (dimaslahatkan) dan berdo’alah kalian kepada-Nya dengan rasa takut dan besar harapan, sesungguhnya rahmat Allah itu dekat dari orang orang yang berbuat kebaikan”. Q.S. Al-A’raf:56
Keterangan di atas menjelaskan bahwa kita dilarang melakukan fasad, karena bumi ini sudah dibereskan berdasar kemaslahatan, yaitu dengan diturunkannya agama, diutus para rasul, dan puncaknya diutus nabi terakhir sebagai rahmatan lil’alamin yang diutus kepada seluruh alam, menata akhlaq, mengurus siyasah dengan jalan musyawarah, dan menolak segala mafsadat, serta senantiasa memelihara maslahat. Abu Bakar bin Ayyasy ketika ditanya tentang tafsir ayat di atas, ia menjawab, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Nabi Muhammad saw kepada penduduk bumi dalam keadaan rusak lalu beliau membereskannya. 
فَمَنْ دَعَا اِلَى خِلاَفِ مَا جَاءَ بِهِ مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم م فَهُوَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ فِي اْلأَرْضِ
“Siapa orang yang mengajak kepada selain apa yang dibawa oleh Muhammad saw maka ia termasuk orang yang merusak di bumi ini.” H.r. Ibnu Abi Hatim, Tafsir ad-Durr al-Mantsur, IV:250.
 
Politik Persis dari Masa ke Masa
Pada tanggal 8 November 1945, Persis turut membidani lahirnya Masyumi di Yogyakarta, sebagai wadah politik umat islam di Indonesia. Persis menjadi anggota istimewa di dalam masyumi bersama Muhammadiyah dan NU, maka sejak saat itu persis sangat aktif di bidang politik praktis . Apalagi Ketua Umum Persis waktu itu KH Isa Anshary di tunjuk sebagai ketua umum partai Masyumi wilayah Jawa-Barat (1950-1954), dan pernah pula ditunjuk sebagai anggota Dewan Pimpinan Masyumi tahun 1945-1960. Namun sejak Masyumi dibubarkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1960.
Pada tanggal 4 Maret 1957 Manifesto Persis dibawah pimpinan K.H. Isa Anshary menyatakan bahwa teori dan praktek Komunis bukan saja bertentangan dengan semua agama, melainkan juga mengandung permusuhan dan pertentangan dengan akidah yang diajarkan oleh semua agama. Manifesto tersebut merupakan penolakan Persis terhadap konsepsi Bung Karno yang ingin memasukkan komunis dalam mengendalikan pemerintahan di Indonesia. Otomatis Persis menarik diri  dalam dunia politik praktis.
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan KH Muhammad Isa Ansary (1948-1960), kepemimpinan Persis dipegang oleh KHE Abdurahman (1961-1983). Pada masa ini bersamaan dengan masa Orde Baru kondisi perpolitikan relatif aman. Namun, Persis paham bahwa Orde Baru tidak ramah terhadap gerakan politik Islam.di era kepemimpinan KH E Abdurrahman (1961-1983), Persis mengeluarkan tausiah (fatwa) yang melarang semua anggota dan pesantren serta ustad untuk aktif di bidang politik praktis dan lebih fokus pada dakwah dan pendidikan.
Pada masa orde baru pernah muncul PARMUSI (Partai muslimin Indonesia), namun pada tanggal 24 Oktober 1967 Mohammad Natsir memutuskan untuk mengundurkan diri dari kepemimpinan partai tersebut. Sikap Persis terhadap Parmusi menunjukkan sikap yang kurang responsif, dan menolak untuk menjadi anggota Parmusi dengan alasan pimpinannya tidak dipilih oleh umat.
Di masa orde baru Persis lebih cenderung mendukung PPP sebagai penyeimbang partai penguasa ketika itu Golkar, sebagian aktif di PPP malah Ketum PP Persis A. Latief Muchtar dicalonkan menjadi anggota DPR RI dari PPP .
Orde Reformasi membuka lebih banyak kran partai politik, termasuk partai partai Islam. Persis ikut membidani lahirnya Partai Bulan Bintang atau PBB dan banyak aktifis Persis dan Bagian Otonom terlibat disana dengan misi dakwah.
Pada Muktamar XIV 2010 di Tasikmalaya dan  Muktamar XV 2015 di Jakarta, menghasilkan keputusan politik yang mengikuti perkembangan sesuai dengan dinamika politik yang ada, yang tadinya mendukung salah satu partai menjadi mendukung kader jamiyah dimanapun berada. Dan ormas dalam posisi menjaga jarak yang sama/netral, karena pada hakekatnya semua parpol adalah mad’u dakwah Persis. Sejalan dengan keputusan Bayan Muktamar XV point 3
“Mendukung posisi jam’iyah untuk menjaga jarak yang sama dengan berbagai kekuatan partai politik demi terjaganya kewibawaan dan keutuhan Jam’iyyah.”
Dalam menghadapi Pemilu tahun 2014 PP Persis sudah mengeluarkan Juklak Petunjuk Pelaksanaan Menghadapi Pemilu Legislatif No. 1077/JJ-C.1/PP/2013
A. Pemilu Legislatif:
1. Seluruh calon anggota legislatif dari anggota Persis harus berpedoman pada Qanun Asasi dan Qanun Dakhili Persis, Pedoman Siyasah,Panduan Siyasah Persatuan Islam dan Kebijakan Umum Siyasah Persis
2. Setiap calon anggota legislatif Persis bersedia menerima nasihat, saran, dan teguran dari Pimpinan Pusat Persis apabila menyimpang dari khittah perjuangan Persis.
3. Khusus untuk calon DPR RI diajukan oleh Pimpinan Pusat atas persetujuan Musyawarah Pimpinan Lengkap PP Persis.
4. Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah hendaknya menetapkan satu anggota Persis yang akan diusung menjadi anggota legislatif untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota, apabila terdapat lebih dari satu anggota Persis yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif di setiap daerah pemilihan.
5. Mengingat penetapan calon anggota legislatif terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak, seluruh keluarga besar Persis hendaknya mengedepankan strategi untuk tetap memilih kader Persis, bukan memilih partainya.
6. Calon anggota legislatif Persis yang juga anggota tasykil Pimpinan Persis harus mengajukan izin non aktif kepada Pimpinan Pusat Persis terhitung sejak penetapan Daftar Calon Tetap Legisalatif (DCT) sampai berakhirnya Pemilu legislatif.
7. Untuk melaksanakan tugas-tugas tasykil pimpinan tersebut diangkat pejabat yang melaksanakan tugas (pymt) dari tasykil yang ada.
8. Pymt yang ditunjuk melaporkan pelaksanaan tugas-tugasnya setelah Pemilu Legislatif berakhir dan kemudian menyerahkan kembali tugas tersebut kepada tasykil pimpinan definitif.
9. Jika tidak ada calon dari kader Persis maka memilih Partai yang selaras dengan tujuan jam’iyyah Persis.
10. Seluruh anggota dan pimpinan Jam’iyyah Persis yang  berminat menjadi anggota   legislatif, maka harus mendapat persetujuan dari Pimpinan Pusat (Qanun Dakhili pasal 22 ayat 2 dan 3) dengan mengajukan surat tertulis kepada Pimpinan Pusat Persatuan Islam.
 
B. Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
1. Untuk menyalurkan aspirasi keluarga besar Persis dalam pemilihan anggota DPD, Pimpinan Wilayah hendaknya menginventarisasi dan menyeleksi calon yang layak, memahami dan dapat menyalurkan aspirasi politik warga Persis untuk selanjutnya dikonsultasikan dengan Pimpinan Pusat Persis.
2. Pimpinan Pusat selanjutnya akan menetapkan calon anggota DPD yang layak untuk dipilih oleh warga Persis dan sosialisasinya akan dilakukan oleh Pimpinan Wilayah dengan arahan dan pengawasan dari Pimpinan Pusat.
 
C. Penyaluran Aspirasi (Memilih Calon Legislatif)
1. Penyaluran aspirasi politik dilaksanakan dengan memperhatikan arahan/petunjuk dari Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang berdasarkan Pedoman Siyasah Persis, Panduan Siyasah Persis dan Petunjuk Pelaksanaan Menghadapi Pemilu Legislatif 2014 .
2. Seluruh anggota Persis serta bagian otonom agar mentaati arahan dan petunjuk yang diberikan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan atau Pimpinan Cabang di atas Pimpinan Cabang berdasarkan Pedoman Siyasah Persis, Panduan Siyasah Persis dan Petunjuk Pelaksanaan Menghadapi Pemilu Legislatif 2014 .
 
D. Pengawasan
1. Pimpinan Pusat menugaskan Bidang jam’iyyah cq Bidgar Siyasah untuk mengawasi pelaksanaan Juklak ini.
2. Dalam melaksanakan tugas pengawasan ini Bidgar Siyasah dapat menunjuk/ mengangkat pembantu pengawas.
 
E. Sanksi
1. Setiap pelanggaran atas Juklak ini akan dikenakan sanksi.
2. Sanksi yang diberikan berupa teguran, peringatan sampai dengan pemberhentian atau pembekuan.
 
F. Khotimah
1. Petunjuk Pelaksanaan ini berlaku untuk seluruh anggota dan tasykil Pimpinan Persis termasuk Bagian Otonomnya.
2. Hal-hal yang belum diatur dalam Juklak ini dan diperlukan dalam pelaksanaan lebih lanjut di tingkat Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang akan ditentukan melalui konsultasi dengan Pimpinan Pusat.
 
 
Sikap Persis Menghadapi Pilkada
PP Persis pada tanggal 25 Januari 2017 menyampaikan edaran terkait menyikapi pilkada serentak. Secara syar'i ketaatan atas sebuah kepemimpinan yang menjunjung tinggi nilai-nilai  ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, maka wajib bagi segenap muslim untuk mentaatinya (QS. Annisa:56). Dalam hadis lain ditegaskan: "Kewajiban setiap muslim ialah mendengar dan taat kepada imamnya, baik ia senang maupun benci, selama tidak disuruh berbuat dosa. Tetapi jika ia disutuh berbuat dosa, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat" (HR. Bukhori-Muslim).
Secara teologis-syar'i,  siyasah atau politik mesti dipandang sebagai:
1. Alat untuk memperjuangkan tegaknya kalimat Allah melalui jalur politik.
2. Untuk melaksanakan amar ma'ruf nahyi munkar.
3. Untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berangkat dari hal tersebut di atas, maka diharapkan praktik penyelenggaran politik dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara senantiasa diwarnai oleh nilai-nilai etik Islami. Dalam kerangka menghadapi pelaksanaan pilkada (pemilihan kepala daerah) serentak tahun 2017 yg sebagian akan dilaksanakan di  beberapa wilayah dan daerah di Indonesia. Maka jam'iyyah Persis memberikan sikap dan pandangan siyasahnya sebagai berikut:
Himbauan kepada eksternal
1. Mendukung dan mendorong pelaksanaan pilkada serentak untuk memilih kepala daerah secara demokratis dan konstitusional.
2. Menuntut dan mengharapkan agar penyelenggara Pilkada (KPU dan Bawaslu) dapat menjamin pelaksanaan Pilkada yang tepat waktu, aman, lancar, jujur dan adil.
3. Menuntut kepada penyelenggara Pilkada hendaknya berlaku netral, amanah, obyektif, adil, transparan, dan independen.
4. Meminta kepada para aparatur keamanan dan pemerintah daerah agar menjaga netralitas, keamanan, dan ketertiban.
5. Menghimbau kepada para calon kepala daerah agar bersaing secara sehat, tidak menggunakan politik uang, tidak memaksanakan kehendak, tidak memecah belah persatuan bangsa, rakyat dan umat, serta bersikap ksatria siap menang dan siap kalah.
6. Kepada partai politik dan team sukses pasangan calon tidak memprovokasi dan  menebarkan kebencian kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan ataupun perbuatan.
7. Kepada masyarakat umum yang memiliki hak pilih hendaknya menggunakan hak politiknya secara cerdas, aktif, bertanggung jawab, mandiri, menolak politik uang, seta menjaga kerukunan, persatuan dan persaudaraan/ukhuwah.
Kepada internal Persis
1. Jamaah Persis sebagai bagian dari bangsa Indonesia, maka jamaah Persis hendaknya menggunakan hak politiknya secara cerdas, arif, beranggung jawab, mandiri, dan menolak dengan tegas berbagai praktik politik uang, serta dapat menjadi teladan bagi masyarakat pada umumnya. 
2. Kepada jamaah Persis dipersilakan untuk memilih calon kepala daerah yg dipandang memiliki integritas akhlak yg tinggi, kapabel serta memiliki keberpihakan pada agama (Islam), umat, dan jam'iyah.
3. Jamaah Persis hendaknya tetap menjaga netralitas sesuai dengan Khittah Persis sebagai ormas gerakan dakwah yang tidak terkait Iangsung dengan politik praktis kekuasaan.
4. Jamaah Persis hendaknya tetap menjaga hubungan persaudaraan/ukhuwah di antara sesama jamaah maupun  dengan masyarakat luas.
5. Jamaah Persis tidak diperkenankan untuk menggunakan berbagai fasilitas, properti, dan ataupun atribut jam'iyah dalam proses pilkada dari awal hingga akhir.
6. Jika terjadi pelanggaran, maka anggota yg bersangkutan akan mendapat sanksi jami'yyah sesuai dengan tingkat pelanggaraannya.
Hasil Musyawarah Kerja Nasional III Persis di Lembang 9 Desember 2019 mengeluarkan Pandangan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden  2019;
 
Mencermati dinamika sosil politik umat Islam Indonesia dan warga Jamiyah Persatuan Islam pada khususnya, dalam menghadapi pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden wakil presiden yang akan dilaksanakan secara serentak pada 17 April 2019, serta memperhatikan tuntutan dan kebutuhan dari umat atas sikap serta arahan politik Persatuan Islam, maka dengan ini kami menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut :
 
1. PERSIS memandang politik berikut seluruh prosesnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam terutama dalam merealisasikan perintah berdakwah dan amar ma’ruf nahyi munkar yang salah satunya ditegakan melalui kekuasaan politik.  Oleh sebab itu, Pemilu sebagai mekanisme meraih kekuasaan politik secara legal dan sah mesti dipahami dan diposisikan sebagai ikhtiar dalam menegakan kedaulatan Allah yang dimandatkan kepada manusia untuk direalisasikannya melalui cara-cara musyawarah yang penuh hikmah.
2. PERSIS mendukung dan siap mengambil peran aktif dalam mensosialisasikan budaya berpolitik yang bersih, jujur, santun, dan saling menghormati dalam perbedaan serta mengedepankan keutuhan umat dan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan.
3. PERSIS menolak politik yang hanya berorentasi pemenuhan hasrat kekuasaan sehingga menempuh cara-cara curang, transaksional, manipulatif,  money politic, dan menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan, sebagaimana menolak  politisasi agama dan simbol-simbol keagamaan untuk kepentingan syahwat politik yang justru jauh dari cita-cita agama itu sendiri.
4. PERSIS menolak stigmatisasi ekstrimis, radikal, intoleran, anti NKRI, anti Pancasila, anti kebhinekaan, dan sebagainya yang dituduhkan kepada sebagian kelompok tanpa bukti yang kuat, sehingga berdampak mendiskreditkan nama dan pemeluk agama tertentu.
5. PERSIS menyadari bahwa masih banyak kelemahan  yang terdapat dalam sistem dan proses Pemilu, namun demikian tetap menyerukan seluruh  keluarga besar Jamiyah dan umat Islam pada umumnya untuk menggunakan hak pilihnya dan memenangkan calon-calon legislatif maupun presiden dan wakil presiden yang dinilai mempunyai kapasitas, kapabilitas, dan integritas yang mampu membawa Indonesia menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur (Negeri yang subur makmur di bawah naungan ridha Allah SWT). PERSIS menghimbau pemerintah Republik Indonesia untuk bersikap netral dalam penyelenggaraan Pemilu Calon Legislatif dan Pemilu Presiden 2019.
6. PERSIS menghimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan Pemilu Calon Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 yang jujur, adil dan profesional.
7. PERSIS mendukung kader-kader  muda Islam dan kader muda Persatuan Islam khususnya yang mempunyai kapasitas dan integritas agar ikut terlibat secara aktif dalam perjuangan politik sebagai upaya mengimplementasikan nilai-nilai kemuliaan, kejujuran,  kepemimpinan, kesatriaan, patriotisme, dan kenegarawanan yang berdasarkan akhlak Islami.
8. PERSIS menghimbau umat Islam Indonesia untuk menggunakan hak pilih secara cerdas dengan mempertimbangkan rasionalitas berlandaskan kepada kriteria pemimpin berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, karena menentukan suatu pilihan kelak akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT.
9. PERSIS mengajak seluruh komponen bangsa untuk berdo’a kepada Allah SWT, agar Negara Kesatuan Republik Indonesia diberikan pemimpin harapan umat, merupakan sosok negarawan yang siap melaksanakan falsafah negara (Pancasila dan UUD 45) secara konsisten, taat beribadah, satu kata dalam perbuatan, menjungjung nilai kemanusiaan yang beradab, tegas memberantas korupsi, penegakan hukum dan penyelamatan asset negara, memiliki karakter yang kuat dalam mementingkan bangsa di atas kepentingan diri, parpol dan kroni, memiliki strategi perubahan dan berkomitmen terhadap aspirasi politik umat Islam sebagai negara mayoritas penduduk muslim.
 
Bagi Jamiyyah Persis, arah sikap siyasah Persis dari masa ke masa tidak lepas dari unsur dakwah dan menjaga keutuhan jamiyyah.

Oleh: Ketua Bidang Jamiyyah PP Persis
Dr. H. Ihsan Setiadi Latief
Disampaikan dalam Musyda Persis Majalengka 2 Februari 2019
 

Reporter: Reporter Editor: admin