Bandung — persis.or. id - Ketergantungan ekonomi dan investasi Indonesia terhadap China dinilai menjadi pertimbangan sikap atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. Namun, faktor ekonomi dinilai tidak menjadi alasan menyikapi pelanggaran HAM.
“Untuk urusan pelanggaran HAM pada dasarnya setiap negara berhak menyuarakannya di forum internasional termasuk kasus pelanggaran muslim Uighur, pemerintah Indonesia bisa melakukan protes tanpa terlalu khawatir terkait hubungan ekonomi,” ucap Ketua Bidang Garapan Ekonomi PP Persis Dr. Latief Awaluddin saat di hubungi persis.or.id Kamis (20/12/2018).
Dosen Ekonomi Syariah di STAI Persis Bandung itu menilai posisi Indonesia dipandang memiliki potensi di kancah internasional. Pasalnya, investasi dari China dipandang memerlukan kerjasama dengan Indonesia.
“Karena posisi China lebih membutuhkan kerjasama ekonomi dengan kita. Justru ini momentum, pemerintah punya bergaining yg cukup kuat," tambahnya.
Terkait pernyataan sikap terhadap dugaan diskriminatif kepada muslim Uighur, pemerintah Indonesia diminta tegas. Walaupun pernyataan sikap berdatangan dari berbagai kalangan, namun pemerintah hingga saat ini dipandang memerlukan kajian mendalam dan hati-hati.
“Untuk protes biasa kemungkinan berani tapi jika protes keras dan terbuka agak sanksi, khawatir masuk ranah internal dan domestik China,“ pungkas Latief. (/RFY)