Bandung - persis.or.id, Sesi kedua kegiatan pembekalan para asatidz madrasah diniyyah se-Bandung Raya diisi oleh Dr. Nashrudin Syarif. Beliau menyampaikan tentang adab-adab yang harus diketahui dan diamalkan oleh setiap asatidz persatuan Islam.
Nashrudin menyampaikan di awal pembukaan bahwasanya kegiatan hari ini bukanlah semata pembekalan, tapi lebih pada ajang introspeksi. Sebab setiap ulama dengan makna umum, kriteria utamanya takut kepada Allah.
Asatidz tak bisa lepas dari adab. Adab muallim (pengajar, red) madrasah diniyyah diambil oleh Nashrudin dari kitab
al-majmu' syarhul muhadzadzab karya Imam An-Nawawi. Hal ini karena tidak mustahil para asatidz keluar dari rel yang sudah diterapkan dalam Islam pada umumnya.
Ada 4 adab yang mesti tertanam dalam setiap hati asatidz. Pertama, adab jiwa/hati yakni para muallim itu mesti membersihkan niat, harus memiliki jiwa melayani dan keikhlasan. Kedua, Berakhlak mulia. Apakah yang termaktub dalam alquran dan hadits sudah kita amalkan? selain perintah amalan shaleh, sebaliknya kitapun harus menjauhi hasud, riya, ujub. Ketiga, Membiasakan dzikir, tahfidz alquran dan ibadah-ibadah sunat. Terakhir, tidak merendahkan ilmu dengan cara pilih-pilih pergaulan didasari pragmatisme dan matrealisme.
Selanjutnya, pembahasan diperdalam lagi dengan adab belajar bagi para asatidz. Kita hendaknya selalu membaca dan muthalaah. Harus terus belajar dan berkarya, jangan gengsi belajar dari yang junior. Jadikan ilmu sebagai profesi.
Pentingnya mendidikan akhlak santri, perhatikan sampai detail dan bertahap. Semangti murid untuk iklhas, jujur, baik dalam niat. Latih mereka untuk terbiasa muraqabah atau merasa diawasi oleh Allah. "kunci ilmu itu bukan intelektual, tapi spiritual, itu yg mesti diajarkan", papar Dr. Nashrudin Syarif.
Beliaupun melanjutkan pemaparan bahwa hendaknya para asatidz selalu memotivasi dalam ilmu. Jelaskan dan terangkan sosok dan akhlak ulama salaf (ibnu taimiyyah, imam syafii, ibnu qayyim, dll). Perlakukan santri seperti anak sendiri, bersabarlah dalam menghadapi kejelekan akhlaknya. Dermawanlah dalam hal ilmu dan bertawadhulah.
Nashrudin menegaskan bahwa seorang asatidz harus bisa memprioritaskan mengajar. "ketika jadwal mengajar bentrok dengan aktifitas jamiyyah, maka mengajar harus diutamakan. Tidak beradab jika guru tidak memprioritaskan mengajar sebagai yang pertama", tegasnya.
Beliaupun mendorong para asatidz agar senantiasa berbahagia dan gemar memberi. Mengajarlah untuk semua santri, meski ini adalah bagian yang tersulit. Para asatidz harus sampai bisa menyentuh tiap anak didiknya. Janganlah berbuat yang sia-sia dan terakhir hendaknya selalu responsif kepada penanya. "Biasakan jika kita tidaktau, jawab saya tidak tau." pungkasnya.
Semoga dengan pembekalan keilmuan dan ruhiyah dari PP Persis, membuat ghirah para asatidz tetap terjaga dan istiqamah di jalan dakwah jamiyyah Persatuan Islam. (/TG)