Jakarta - persis.or.id, Hakim Mahkamah Konstitusi, Dr.Patrialis Akbar M.H, memberikan tanggapan atas pemaparan Komnas Perempuan yang diwakili Prof. Muhammad Mustofa, "saya melihat referensi yang saudara sampaikan, saya tidak melihat referensi dari aspek agama apalagi saudara beragama Islam apakah saudara pernah mendengar ayat Wala takrobu zina sebagai seorang muslim, kemudian dalam paparan saudara sama sekali tidak menyinggung aspek sosial bahwa pengendalian itu juga tidak bisa dilepaskan dari norma agama dan moral padahal indonesia ini adalah bangsa yang beragama", tutur Patrialis di sidang JR KUHP Pasal Kesusilaan pada selasa (04/10)
Hakim MK tersebut menjelaskan bahwa kitab UU hukum pidana yang sekarang masih peninggalan Belanda itu, sudah mengatur hukuman terhadap perbuatan zina. "Banyak hukuman yang sudah dijatuhkan oleh hakim, persoalannya bukan berkaitan dengan legalisasi zina jadi harus paham dulu, KUHP yang ada sekarangg itu sebetulnya sudah memberikan hukuman cuma pemahaman zina yang dimaksudkan itu hanya terbatas kepada salah satu pasangan calon yang punya istri atau suami, itu jelas, akan tetapi para pemohon menginginkan tidak hanya itu, inikan berkaitan dengan persoalan-persoalan kemaksiatan jadi tidak ada legalisasi perzinaan yang dinginkan", papar Patrialis.
Selain pertanyaan dilayangkan pada Prof. Muhammad Mustofa, Patrialis pun memberikan beberapa pertanyaan kepada pihak terkait lainnya.
Pertanyaan Patrialis kepada Prof. Irwanto, "sebagai profesor statemen yang menarik adalah zina merupakan biangkerok dalam penyebaran penyakit AIDS, ini statemen yang luar biasa muncul dari seorang profesor oleh karena itu secara akal sehat saya ingin menanyakan kepada prof mana yang saudara pilih, karena saudara tadi bicara ultimum remedium, mana yang saudara pilih secara sosiologis; antara penjara akan penuh sebagai suatu hukuman sehingga orang takut berzina, dari pada tidak ada larangan sama sekali akan tetapi penyakit AIDS dan HIV justru merajalela yang akibatnya bukan hanya penjara yang penuh tapi kuburan yang akan penuh karena mati langsung?", tanya Patrialis.
Pertanyaan Patrialis pun diarahkan kepada Kemala Chandrakiran, kelompok kerja dewan PBB membela hak perempuan agar tidak terjadi diskriminasi. "Dengan tidak jelasnya hukuman di Indonesia terhadap perbuatan perzinaan yang dilakukan tidak ada perlindungan hukum, yang menjadi korbannya menurut saudar siapa? lelaki ataukah prempuan. Sebagai pegiat pembela perempuan bagaimana sikap saudara terhadap hal itu? kemudian saudara juga mengatakan aturan hukum yang bersikap netral saja masih bisa bersifat diskriminasi terhadap perempuan dalam praktek, apalagi tidak ada ancaman hukuman bagi para pezina terutama lelaki pezina. Bagaimana pandangan saudara sebagai pegiat pembela hak perempuan", ujar Patrialis. (HL & TG)