Jeje Zaenudin: Menjadi Ulul Albab (Tadabbur dalam Perburuan Lailatul Qadar)

oleh Reporter

31 Mei 2019 | 02:21

“Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali para Ulul Albab”, Al Quran menyebut “hati” dengan empat ungkapan, yaitu: shadrun yang jamaknya shudûr, qalbun jamaknya qulûb, fuâdun jamaknya af’idah, dan lubbun jamaknya albâb.

Pertama. Hati disebut shadrun atau shudur, yang lajimnya digunakan untuk arti dada manusia. Karena hati manusia ada di bagian dada maka terkadang disebut tempatnya maksudnya isinya, disebutnya dada maknanya hati yang ada di dalam dada. Al-Quran menyebutkan bahwa hati diungkapkan dengan shudur itu karena ia menjadi bagian paling luar yang menjadi tempat bisikan syetan. Dalam Surat An Nâs disebutkan “Syetan itu membisikan kejahatan ke dalam shudur (hati) manusia”. Dalam surat Al- An’am ayat 125, disebutkan bahwa orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah, shudur (hati) nya itu lapang untuk menerima Islam, sedang orang yang sesat hatinya itu sempit dan sesak. Dalam surat Al Insyirah ayat 1 disebutkan bahwa di antara karunia Allah kepada Nabi Muhammad ialah dengan dijadikannya shudur beliau itu senantiasa terasa lapang. Dalam doa Nabi Musa yang terkenal ketika menghadapi Fir’aun, beliau memohon agar dilapangkan dada sehingga fasih dan lancar mendakwahi fir’aun.

Jadi di antara pengertian yang dapat diambil dari penyebutan “hati” dengan shadrun, karena ia bagian terluar dari hati itu amat sensitif dari pengaruh luar. Hati manusia mudah tersinggung, mudah emosi, juga mudah simpati dan empati. Karena itulah syetan paling bisa memanfaatkan emosi dalam hati manusia untuk memperdayakannya dan mendorongnya kepada keburukan. Kapan hati manusia sangat sensitif dengan bisikan? Yaitu pada saat sedang dilanda rasa cinta atau amarah yang membara, sedang sedih atau gembira yang berlebihan, rasa berani atau ketakutan yang tidak terkontrol. Bisikan itu bisa datang dari alam ghaib, yaitu syetan bangsa Jin, atau dari makhluk yang nampak, yaitu syetan bangsa manusia.

Kedua. Hati juga disebut dengan ungkapan qalbun, karena sifatnya yang “bolak-balik” dan kontradiktif. Suatu saat ia mencintai, pada saat lain ia berubah menjadi benci. Pada suatu saat ia ingi taat tapi pada saat yang lain ia ingin maksiat. Hati yang berkarakter seperti itu sulit dipegang konsistensinya, sulit untuk istiqomah. Karena itu dalam surat Al A’rof ayat 179, Al Quran mengecam orang yang punya qalbu tetapi tidak mau menggunakannya untuk mencintai kebenaran. Rasulullah mengajarkan agar kita berdoa, “Wahai Zat yang membolak-balik qalbu, kukuhkanlah qalbu ku dalam agama- Mu”.

Al-Quran juga mengingatkan bahwa hati manusia terkadang terkena penyakit. Terutama penyakit iri, dengki alias hasud, sombong alias takabbur, egois alias ananiyah, merasa paling benar dan paling mulia dari yang lain, dan senang pamer alias riya.
Penting juga direnungkan, kata mutiara:

أحبب حبيبك هوناً ما عسى أن يكون بغيضك يوماً ما وأبغض بغيضك هوناً ما عسى أن يكون حبيبك يوماً ما

Cintailah kekasihmu sewajarnya, bisa jadi ia menjadi musuhmu suatu hari; dan bencilah seterumu sewajarnya, bisa jadi ia menjadi kekasihmu suatu hari.

Pesan dari ungkapan hati dengan qalbu, janganlah memutlakan perasaan hatimu di saat kamu membenci dan mencintai sesuatu, jangan pula bisikan hati itu selalu diikuti karena masih menyimpan sifat dan tabiat yang paradoks dan kontradiktif. Belajarlah untuk mengendalikannya dengan adil.

Ketiga. Hati diungkapkan dengan sebutan fuâdun atau af’idah yang makna utamanya adalah kesadaran atau daya nalar. Al-Quran mengatakan dalam surat An Nahl ayat 78. “Dialah yang mengeluarkanmu dari rahim ibumu dalam keadaan tidak mengerti sesuatu apapun. Lalu Dia jadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan af’idah (kesadaran dan daya nalar) agar kamu bersyukur”. Pada ayat yag lain Al-Quran mengingatkan, janganlah mudah mengikuti apa saja, baik itu perkataan, pemberitaan, apalagi keyakinan dan peribadatan yang tidak didasari dengan ilmu pengetahuan, sebab pendengaran, penglihatan, dan af’idah itu semua akan diminta pertanggungjawaban”. (Al-Isra : 36)

Pengertian yang dapat kita ambil dari ungkapan hati dengan Af’idah, bahwa af’idah adalah bagian sifat hati yang lebih dalam dari qalbun, karena ia sudah mempunyai daya nalar yang kritis untuk menyaring setiap informasi dan perasaan. Tidak setiap bisikan hati dituruti, tidak terbawa perasaan emosi, simpati, dan empati pada sesuatu masalahyang belum terbukti kebenarannya.

Keempat. Hati diungkapkan dengan kata “Albab” yang merupakan jamak dari Lubb, yang arti asalnya adalah inti dari segala sesuatu. Jika setiap materi dibelah belah dan dibagi-bagi, maka terpecah kepada unsur-unsur yang paling kecil, seperti molekul dan dan atom. Dalam pecahan terkecil seperti atom masih ada bagian terdalam yang mungkin bisa disebut inti atom.

Jika sebutir buah kelapa dikupas, maka bagian terluarnya adalah sabut. Kemudian ditemukan tempurung, kemudian daging kelapanya. Jika daging kelapa itu diarut dan diperas airnya keluarlah santan, dan jika diolah kelurlah minyaknya.

Jika sebutir buah padi kita kuas maka nampaklah biji berasnya. Dalam biji beras itu tersimpan inti dari biji beras itu, yang jika ia tidka dikupas melainkan ditanam, maka dari inti biji beras itulah keluar tunas untuk regenerasi dan reproduksi.
Albab adalah bagian hati yang terdalam yang menjadi inti dari hati itu bisa melahirkan ilmu pengetahuan baru. Orang yang dengan hatinya dapat menyingkap kebenaran yang tersembunyi di balik fenomena-fenomena alam, dan yang mampu menyingkap rahasia- rahasia yang hak dibalik tabir-tabir kebatilan, merekalah Ulul Albâb.

Ketika hati telah menjadi Albab, maka tidak ada lagi ia berpenyakit, tidak ada lagi dibisiki syetan dari bangsa jin dan manusia, dan tiada lagi ia bimbang dengan kontradiktif perasaan-perasaaannya. Yang ada hanyalah pembelajaran, yang ada hanyalah makrifat, dan yang ada hanyalah hikmah dari segala peristiwa. Maha suci Allah yang berfirman dalam Kitab-Nya (Ali Imran : 191), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pertukaran siang dan malam, benar-benar terdapat tenda

kekuasaan Allah bagi para Ulul Albab.” Dan friman-Nya berulang-ulang, “Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali para Ulul Albab”. (Ali Imran : 7)

Dengan demikian Lubb atau Albab adalah bagian terdalam dan yang paling mulia dari hati manusia. Dalam bahasa melayu disebut dengan lubuk hati atau dasar hati. Dalam lubb itulah bersinarnya cahaya ilahi dan fithrah insaniyah yang menjadi kendali diri dan radar kebenaran jiwa, karena itu disebut juga nurany atau cahaya hati. Orang-orang yang terbawa bisikan emosi dan nafsu amarah biasanya meninggalkan peringatan hati nurani. Sehingga Hati nurani inilah yang sering menderita dan menyesali atas kecerobohan dan kejahilan tindakannya. Wallahu A’lam bis shawab.

Wahai Rab kami, jadikanlah kami insan-insan Ulul Albab. Amiin.

Abu Himam Jeje Zaenudin,
Ma’had Tahfizh Quran An Nahla Al Islamy, Bekasi: 26 Romadhan 1440

Reporter: Reporter Editor: admin