Manusia, Agama dan Aspek Negatif Budaya Modern

oleh Reporter

13 Desember 2018 | 04:46

Persoalan penting yang saat ini sering mengemuka ke tengah-tengah kita, entah itu disadari ataupun tidak, diantaranya adalah tentang manusia yang direduksi kemanusiaannya oleh bangunan kehidupan yang saat ini mempengaruhinya. Pengaruh yang ingin kita bicarakan adalah kuatnya budaya modern yang lahir dari cara-cara dan gaya-gaya hidup yang dianut oleh kebanyakan manusia-manusia saat ini.

Sisi lain, di tengah pengaruh tersebut, manusia saat ini memiliki kesadaran yang lebih kuat atas persoalannya. Sebagaimana diterangkan oleh Shadr, kesadaran tersebut tiada lain lahir daripada keinsyafannya bahwa persoalan-persoalan ini muncul disebabkan oleh tangan mereka sendiri. Di samping itu, kesadaran ini menjadi semakin ‘terasa’ ketika manusia dirasa telah teralienasi atau terasing dari kehidupannya sendiri.

Siapa yang tidak merasa terasing, ketika salah satu unsur pokok kemanusiaannya yaitu, spiritualitas, telah terpinggirkan bahkan terlempar dari kehidupan saat ini yang lebih menghargai materi dan menempatkannya di atas segalanya.

Kita tidak bisa begitu saja menutup mata atas fenomena-fenomena kehidupan yang sering dan tengah terjadi. Kesibukan-kesibukan yang memperkosa waktu, yang entah tentang apa yang tengah dikerjakannya.

Manusia-manusia yang lalu lalang dengan kendaraannya yang pandai menggoda kemarahan dengan kemacetan, yang entah dari mana dan akan ke mana mereka pergi. Kalangan muda yang terus-menerus membudayakan kesenangannya sendiri. Hidupnya yang hampir ia abdikan pada peradaban hiburan.

Kalau dulu kalangan muda berbudaya sebagai pencari kebenaran (sebelum kemudian kelak mereka akan menjadi penegak-penegaknya), kini sebutan yang mungkin tepat disematkan pada mereka adalah para “pencari hiburan”. Maka jangan heran, jika lebih banyak yang lebih tertarik menegakan dunia dengan bermacam-macam wujud hiburan daripada menegakan kebenaran. Orang tua mereka pun lebih bijak dan canggih dalam membangun kerusakan kehidupan. Perilaku-perilaku korupsi para politisi, penipuan, kerakusan yang dibersamai kerasukan setan-setan dunia.

Semua aktifitas hidup telah menutup mata nurani manusia dari dunia di luar dunia yang tengah dibangunnya sendiri. Semua yang tengah terjadi benar-benar telah kita biarkan terjadi.

Kelalaian atas hal ini –menutup mata, tidak peduli atas fenomena-fenomena kehidupan yang terus mereduksi dan menggerus kemanusiaan manusia–, telah membawa manusia pada ketenggelaman dirinya. Cara kita hidup dengan membiarkan segalanya terjadi hanya akan mengantarkan manusia pada jurang kehinaan. Juga dunia hanya akan semakin rusak dengan tatanan kehidupan yang kita biarkan berjalan dengan sendirinya. Memang tidak dapat dipungkiri, individualisme yang menjangkiti kehidupan kita saat ini, kita sadari dengan telanjang, memaksa siapapun untuk hanya memikirkan dirinya sendiri. Tapi, sampai kapan kita terus menerima semua pembiaran ini?

Augustu Comte, memandang agama sebagai satu diantara tahapan sejarah yang pernah dilalui oleh manusia. Hal itu dipahami bahwa agama, pernah memperoleh perhatian dari manusia, pernah dianggap penting oleh manusia, namun kemudian berlalu dan terganti dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain itu tidak lain adalah ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan telah dianggap mampu untuk dijadikan sebagai pegangan sekaligus jalan hidup bagi manusia dalam menyelesaikan dan menjawab segala persoalan-persoalan yang tengah dihadapi. Ilmu pengetahuan telah melahirkan teknologi, alat-alat yang digunakan oleh manusia untuk mempermudah mereka dalam menjalani kehidupannya. Murtadha Mutahari menerangkan kepada kita, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan wujud dari pada budaya modern saat ini dengan sifat inti nya yang materialistis.

Budaya modern, telah membawa manusia kepada kehidupan yang selalu menempatkan materi pada posisi yang utama. Sehingga manusia yang berkembang di tengah budaya modern, adalah perkembangan materialnya manusia saja, bukan kemanusiaannya secara utuh. Atau dalam posisi lain, unsur material telah begitu mendominasi perkembangan manusia dalam dunia dan kehidupan.

Agama yang sejak dulu dijadikan ‘pegangan’ dan ‘jalan’ hidup oleh manusia di dunia ini, telah dianggap tidak mampu menjawab persoalan-persoalan tadi. Cukup kita memahami kalimat tersebut dengan melihat manusia hari ini banyak yang masih menjalankan ritus-ritus agama tetapi mereka justru telah meninggalkan agama. Jalan hidup manusia, berangkat daripada pemenuhan kebutuhan hidup jasmaninya semata. Padahal, kita telah diajarkan, bahwa manusia tidak hanya terdiri dari unsur jasmani atau fisik semata, tapi juga terdiri dari unsur kejiwaan atau spiritual.

Agama yang dijalankan oleh kebanyakan orang saat ini, penulis berani katakana hampa dari nilai-nilai hakiki agamanya sendiri, yakni spiritualitas. Hal itu terjadi tidak lain karena bagi manusia-manusia yang hidup di tengah budaya modern, agama dijadikan hanya sebagai tempat persinggahan atau pemberhentiaan sementara dari kesibukannya mencari dunia. Arti yang lain, agama bagi manusia saat ini, bukan merupakan jalan hidupnya.

Budaya modern yang berkembang di tengah kita saat ini, terkhusus aspek-aspek negatifnya, menunjukan pengaruh yang nyata terhadap manusia dan agama. Dari segi kemanusiaan, padahal manusialah yang melahirkan budaya. Artinya manusialah yang mempengaruhi lingkungannya kemudian memproduksi budaya. Namun saat ini yang terjadi, karena gelombang besar yang terdapat dalam diri budaya modern, justru malah mempengaruhi manusia dalam proses perkembangannya sebagai manusia. Betapa malangnya, manusia dikuasai oleh hasil produksinya sendiri. Dalam kondisi ini, kita perlu mengembalikan martabat tinggi manusia di tengah budaya modern.

Dari segi agama, budaya modern terus menyingkirkan agama dari panggung kehidupan manusia. Padahal, budaya modern telah cukup berkuasa di dunia manusia. Ternyata ia pun berhasrat untuk menguasai kehidupan manusia. Manusia sebagai entitas yang terdiri dari unsur jiwa dan fisik, spiritual dan material tidak dapat dipungkiri sangatlah membutuhkan agama. Dalam kondisi ini, manusia harus mampu menempatkan agama agar bagaimana bisa berwibawa selaku pegangan dan jalan hidup yang akan menuntun kehidupan manusia di tengah budaya modern saat ini. Wallahu’alam bi Shawab

 

 

 

***

Penulis: Zarifin

Reporter: Reporter Editor: admin