Menyelesaikan Konflik Masalah dengan Benar

oleh Reporter

18 Maret 2019 | 07:29

Untuk bisa menyelesaikan masalah dengan baik, langkah pertamanya adalah membaca penyebab terjadinya masalah. Temukan akar masalahnya dimana. Jika masalahnya sederhana, bisa selesai dengan memecahkan sumber masalahnya.

Namun jika masalahnya kompleks, dan ini biasanya jika sudah berkaitan dengan masalah sosial (sesama manusia, baik person dengan person, person dengan kelompok, ataupun kelompok dengan kelompok). Bila masalahnya dirasa terlampau kompleks (diantara tandanya; kita merasa pusing memikirkan itu), coba lihat masalah yang muncul itu dari berbagai sudut pandang. Kumpulkan data atau informasi yang menunjang kita agar bisa adil dalam menghadapi masalah tersebut.

Apa yang membuat kita merana dan tambah menderita saat menghadapi sebuah masalah?
Sebab kita terlalu memikirkan diri sendiri. Kita hanya peduli dengan sudut pandang diri sendiri, tapi abai dengan kondisi dan tak mau menerima sudut pandang oranglain.

Oh ya, tapi ada memikirkan diri yang baik. Sebaik-baik memikirkan diri sendiri adalah dengan memikirkan dan peduli terhadap urusan oranglain. Ia menyelamatkan akhiratnya, dengan menunaikan hak oranglain.

Disinilah peran komunikasi dalam memecahkan masalah dengan baik. Masalah itu pasti selesai. Hanya saja yang membuat rasanya pahit atau manis, itu terletak dari bagaimana kita mengkomunikasikannya. Ujung penyelesaian masalahnya jadi berkah atau tidak, tergantung niat komunikasinya dan kaifiyat (cara) kita menjalaninya.

Jika pihak-pihak yang bermasalah itu punya kejernihan hati dan ketenangan pikiran, biasanya serumit apapun masalah akan cepat teratasi. Namun, satu saja diantara mereka yang tak jernih cara berpikirnya dan ada sakit hatinya, sekecil apapun masalahnya bisa panjang dan berlarut-larut. Menghadapi orang seperti ini akan sangat melelahkan. Tapi disinilah pahalanya, kesabaran kita dalam menjalani semua rangkaian penyelesaian masalah tersebut jadi nilai ibadah.

Always listening, always understanding.
Untuk bisa efektif dalam mengkomunikasikan suatu penyelesaian masalah, seringkali kita juga mesti mendengar. Mendengar penjelasan dan semua kondisi yang ia rasakan, dan hal yang melatarbelakangi ia berbuat demikian. Atau mungkin bahkan, ini cuma masalah salah paham, atau salah persepsi. Dengan duduk bersama, saling mendengarkan, masalah bisa lebih efektif diselesaikan.

Dalam sebuah konflik permasalahan, keluarlah dari zona bahaya. Zona semu, dimana kita ingin terlihat menang dan diakui publik. Kewajiban kita hanyalah berakhlak dan beradab saat mengkomunikasikan pemecahan masalah.


Masalah itu peristiwa, yang membuatnya bernilai pahala atau dosa, tergantung diri kita merespon masalah tersebut. Selama kita menjalani penyelesaian masalah tersebut sebagaimana yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan, maka kita sejatinya sudah menyelesaikan masalah itu dengan baik dan benar. Sekalipun pada kenyataannya mungkin yang terlihat secara kasat mata, tak sesuai harapan kita. Yang penting Allah ridho. Menjadi tersingkir, terlihat kalah, terlihat negatif, itu cuma ilusi. Kita akan tetap bahagia (sakinah) selama niatnya  lillahi ta'ala.

Dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, secukupnya saja melibatkan perasaan. Bagaimana kalau masalahnya terus terusan muncul bahkan tak terbendung?

Tak semua masalah harus selesai dengan penanganan. Ada juga masalah yang selesai, ketika kita mampu mengkompromikannya dengan pikiran sendiri. Lamanya menanggung beban masalah merupakan ancaman bagi stabilnya pikiran dan jiwa seseorang. Itu seperti bom waktu. Ini mirip mirip kerjaan BK dengan santri yang jumlahnya ribuan, hehe.
 Makanya tak heran juga, kenapa akhir hayat para pendiri ilmu psikologi (barat) mati dalam kondisi mengenaskan, mati bunuh diri.

Lamanya menanggung gunung masalah, akan membuat seseorang mengalami frustasi hingga depresi akut. Tak ada cara efektif untuk menyelesaikannya selain melebur tumpukan gunung masalah itu.

Bagaimana caranya melebur masalah?
Memaafkan, memaafkan dan memaafkan. Kok memaafkan? Coba saja sendiri.

Memaafkan dan mengendalikan emosi marah yang dilandasi ketakutan kepada Allah, bisa membuat kita terus terkoneksi kepada Allah.

Terkoneksi kepada Allah adalah cara terbaik melebur tumpukan gunung masalah.

 

 

***

Penulis : Taufik Ginanjar

Reporter: Reporter Editor: admin