Bogor - persis.or.id, Mahkamah Konstitusi secara resmi memutuskan menolak gugatan judicial review (revisi) pasal Perzinaan dan Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT), kamis (14/12/2017).
Salah satu pemohon JR tersebut, Prof Euis Sunarti, menyesalkan putusan MK dan mengkhawatirkan akhlak dan moral generasi muda bangsa Indonesia.
"Kami haqqul yakin, nilai dan tujuan permohonan JR ini untuk melindungi keluarga, anak-anak dan generasi muda dan Indonesia yang beradab", ujarnya, jumat (15/12/2017)
"Kami mengetahui besarnya dan dalamnya masalah penyimpangan seksual di tengah keluarga dan masyarakat Indonesia",
"Kami percaya, hukum merupakan salah satu instrumen penting dan powerful, bukan hanya bersifat tuntutan namun dpt bersifat tuntunan, bahan edukasi dan pencegahan",
"Kami tidak mengajukan norma baru, kami hanya mengajukan perluasan makna yg sangat logis agar menutupi kekosongan hukum dan agar terbangun rasa keadilan hukum",
"Kami mengetahui walaupun Indonesia bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler", ungkapnya.
Lanjutnya, konstitusi di Indonesia berlandaskan ketuhanan (Godly Constitution) dengan senantiasa menggunakan frasa "Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa", demikian juga para Hakim disumpah dengan menggunakan frasa "Demi Allah Saya Bersumpah"
Menurut Prof. Euis, sepatutnya norma pasal-pasal KUHP tidak mereduksi norma yang kebenarannya secara intrinsik dinyatakan dalam Al Quran dan kitab agama lainnya; seperti norma zina, perkosaan dan cabul sesama jenis.
"Kami berpandangan sepatutnya para Hakim mengelaborasi norma pasal-pasal KUHP menyesuaikan norma yang kebenaranya sudah dinyatakan secara jelas dan eksplisit dalam kitab agama", jelasnya.
Dirinya sangat berharap, hakim melakukan ijtihad mengelaborasi perbaharuan norma untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat luas.
Alih-alih bermain aman dan menjadikan persoalan teknis (salah alamat harusnya diajukan ke DPR) sebagai alasan penolakan dan mengabaikan persoalan substansi. (HL/TG)