Muktamar IX Hima Persis : Sinergi Harmoni Islam dan Indonesia

oleh Reporter

22 September 2018 | 06:33

Ada konsepsi khas berbicara negara Indonesia. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang pada dasarnya Indonesia sebagai sebuah bangsa, yaitu bangsa yang melahirkan negara. Sebelum berbicara tentang Indonesia, maka berbicara tentang bangsa. Indonesia lahir dari bangsa. Bila menelusuri konsepsi pembentukan suatu negara yang sering kita dengar. Teori Nation State yaitu Bangsa Negara dan State Nation yaitu Negara dan Bangsa, Indonesia dibentuk dari negara yang terdiri dari bangsa-bangsa. 

Penting kiranya melacak bagaimana relasi Islam dan nasionalisme dibangun dalam konsepsi yang benar-benar utuh. Sebagaimana halnya, negara lain yang berjuang untuk bisa berdaulat dan merdeka. Lahirnya Indonesia sebagai sebuah negara mengalami metamorfosa yang panjang dengan narasi perjuangan yang melelahkan. Bangsa besar ini, telah membuktikan pada dunia betapa Islam telah berkontribusi penuh dan membersamai rakyat Indonesia dalam membentuk Negara Kesatuan Indonesia Raya tidak hanya selintas sebagai sumber inspirasi melebihi hal itu menjadi pondasi dan pilar-pilar peradaban bangsa. Meskipun Indonesia bukan merupakan negara Islam atau negara agama, tapi Indonesia masyarakat nya adalah masyarakat beragama. Istilah negara sekuler-religius menjadi terminologi yang digunakan sementara ini untuk menggambarkan Indonesia. Bahwa urusan kenegaraan menjadi milik negara dan agama menjadi kekuatan penuh penjaga moral dan keberlangsungan nilai-nilai prinsipil, fundamental yang melindungi manusia dari kejahatan moral dan kerusakan tatanan kehidupan rakyat dan kebangsaan.

 

Pendekatan Historis

Pendekatan yang digunakan diantaranya narasi kesejarahan Indonesia pra dan pasca kemerdekaan, salah satunya berbicara ruh ekonomi kebangsaan Indonesia lahir ketika SDI lahir tahun 1905 oleh H.Samanhudi, lalu lahir Sumpah Pemuda yang 1928 . Spirit gerakan kebangsaan organisasi Islam melahirkan arus perjuangan sampai puncaknya di 17 Agustus 1945. Fakta sejarah itu nyata, kemerdekaan Indonesia di dorong salah satunya oleh mayoritas komponen umat Islam. Karena pada dasarnya, ketika berbicara Indonesia tidak bisa lepas dari bangsa, dan tidak lepas dari komponen yang ada sebelum kemerdekaan. 

Kontribusi agama Islam khususnya (tanpa menafikan non Muslim juga) terhadap kemerdekaan Indonesia, sama seperti Indonesia yang tidak bisa lepas dari turats nya. Ambil contoh, dari amal jama'i dan pendidikan Muhammadiyah nya, begitu pula Persis dengan Tafaqquh fi Dien serta Harakat At Takdir atau Nahdatul Ulama dengan Islam pribumi atau Islam tradisional nya. Apa yang terjadi sebelum Indonesia merdeka baik itu perjuangan dan tatanan ideologi yang hendak di bangun tidak bisa di nihilkan begitu saja. Presiden Soekarno pernah berkata bahwa Bangsa yang menghargai sejarah adalah mereka yang menghargai perjuangan rakyat sebelum merdeka. Dan, kita sepakat bahwa hakikatnya perjuangan menegakkan kemerdekaan tidak bisa lepas dari perjuangan umat Islam yang dimotori oleh beberapa organisasi awal ; Muhammadiyah, Persis, NU, SDI, dan Al Irsyad. 

Organisasi keislaman berkontribusi, sebelum bangsa Indonesia merdeka;  bahkan sebelum itu pun di Fase Kerajaan seperti Diponegoro dkk. Raja-raja Islam menjadi disiplin, memiliki nilai dan moral yang terjaga. Pada fase saat RIS (Republik Indonesia Serikat) dibubarkan, lalu kemudian di detik-detik Proklamasi Kemerdekaan dimasukan piagam Jakarta dengan tujuh butir bahwa pemeluk ajaran Islam wajib melaksanakan berdasarkan syariat Islam.

Dalam sudut pandang lain, bahwa kontribusi sebenarnya umat beragama dari perjuangan kemerdekaan Indonesia, ialah kesamaan takdir atas ketertindasan kolonialisme dan imperialisme. (yang sebenarnya masih terjadi hingga kini).

 

Pendekatan Teologis

Sinergi Harmoni Islam dan Indonesia menjadi relevan dan urgen, karena sebagai organisasi berbasis keislaman dan memiliki kepentingan untuk mengupayakan spirit Islam hidup dan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan. Hima Persis melihat ada relasi mesra yang intim serta harmonis antara peranan agama dan negara, pertama, kita ambil paradigma sekuleristik bahwa Islam dan negara di bedakan berdasarkan kamarnya masing-masing. Kedua paradigma Integralistik, istilah ini mengaminkan istilah bahwa pemimpin negara adalah pemimpin agama. Ketiga, paradigma simbiotik bahwa agama dan negara saling membutuhkan dan memberi manfaat. Bagi kita di Hima Persis, paradigma simbiotik menjadi pegangan sebagaimana pendapat Al Ghazali dan interpretasi siyasah syariyyah Ibnu Taimiyah.

 

Pendekatan Sosiologis

Hari ini, tidak sedikit ada yang berupaya membenturkan Islam dan Pancasila. Seorang Pancasilais tidak mungkin Islamis, yang Islamis tidak mungkin Pancasilais. Atas dasar hal ini, peranan mahasiswa Islam Indonesia menyatakan dan melakukan gerakan; edukasi pemahaman bahwa Islam tidak identik dengan radikal-fundamental. Bahwa tidak ada konfrontasi antara Islam dan Indonesia. Tidak ada istilah bahwa umat memusuhi bangsa, atau sebaliknya. Adapun GAM atau DI/TII persoalan bukan Islam dari sisi ideologis nya. Lebih pada aspek keadilan sosialnya, Daud Beureuh atau Kartosuwiryo menganggap ada hal yang tidak disepakati antara umat Islam dan pemerintah. Titiknya di problem keadilan sosial, saya kira Sinergi Harmoni Islam dan Indonesia perlu di dengungkan, selain itu fase baru kebangkitan agama "populisme Islam", dimana masyarakat begitu dekat dengan Islam, nilai dan nafas Islam deras menjadi kebutuhan masyarakat milineal.

Bahwa hari ini, "isu-isu agama dan pendidikan agama Islam" bagi rakyat Indonesia di era milineal mudah diakses dengan nuansa Islam yang familiar ambil contoh: Ustadz UAS, diluar peran media sosial yang menjadi pemantik gerakan sosial solidaritas keislaman seperti Aksi Bela Islam 212, Aksi Palestina, sampai Aksi Kemanusiaan Lombok hari ini menjadi wujud nyata bahwa kita sedang memasuki fase atau gelombang baru, "The New Religion Movement" khas Indonesia, Islam sebagai agama yang toleran, modern, menerima segala ragam perbedaan, tidak radikal, cinta kedamaian dan menyemaikan nilai-nilai universalitas bagi Peradaban baru yaitu Indonesia sebagai poros peradaban Islam baru. Pesantren menjadi harapan baru sebagai pusat ekonomi umat, pembasisan pendidikan Islam Wasatiyyah yang menjadi prototipe bagi seluruh negara Islam di dunia.

Hima Persis sebagai organisasi Islam mahasiswa yang berbangsa dan bernegara sebagai kontribusinya bagi bangsa dan bernegara.Mencoba ingin mengembalikan spirit harmonisasi Islam dan Indonesia, sebagai grand Issue strategis menjelang Muktamar yang tentu akan dikembangkan lebih inovatif dan relevan dalam kondisi kekinian.

Tema Muktamar, "Sinergi Harmoni Islam dan Indonesia." Ini secara diakronik memiliki kontinyuitas dari term-term Hima Persis sebelumnya seperti Negarawan-Reformis, Kedaulatan Ekonomi-Kedaulatan Politik sebagai grand Issue sebelumnya. Terkait beberapa kegiatan Pimpinan Pusat, seperti Diskusi Islam dan Kebangsaan antar ormawa tentang gagasan Islam Wasatiyyah, kemudian berkembang menjadi isu Ekonomi Syariah, dan Pusat Peradaban Islam dunia di Indonesia. Menjadi gagasan yang mewujud kongkrit, yang membuktikan bahwa Islam senantiasa relevan dalam perkembangan lintas zaman.

Wallahu A'lam Bi Showaab.

Wa maa Yadzakkaru Illa Ulul Albab.

Disarikan dari ceramah umum Ketua Umum PP HIMA PERSIS dan Diskusi Kader di Muspimnas PP HIMA PERSIS, Jogjakarta, 3-6 September 2018.

 

 

Reporter: Reporter Editor: admin