Masalah selalu melekat pada diri kita. Ini sudah menjadi sunnatullah dan juga di sisi lain menjadi kebutuhan dan kebaikan bagi manusia itu sendiri. Sehingga, jika sudah selesai masalah yang satu, muncul masalah yang lain. Bahkan jika masalah itu tidak selesai dengan baik, tetap muncul masalah yang lain lagi.
Kemanapun dan dimanapun, masalah akan terus menghampiri dan menimpa kita. Tak perlu berlari dari kenyataan itu. Sebab Allah sudah mempersiapkan diri kita dalam beradaptasi hingga menyelesaikan berbagi masalah. Allah berikan berbagai potensi, yang sengaja mesti kita fungsikan dengan baik.
Masalah membuat diri kita terangsang bahkan terpaksa untuk berpikir dan bergerak. Semakin bertambah dewasa, semakin bertambah masalah. Semakin naik strata sosial, semakin kompleks juga masalahnya. Puncaknya, masalah itu harus menambah kuat keimanan yang tertancap di hati.
Berserah Diri
Masalah dan kompleksitasnya, sengaja dibuat melekat oleh Allah agar kita senantiasa berserah diri kepada-Nya (muslim). Kita memiliki keterbatasan menampung beban beban masalah. Satu-satunya cara yang harus ditempuh adalah menyerah kepada Allah.
Menyerahlah pada Allah, terima semua ketetapan-Nya. Ikuti dan jalani apa yang diperintahkan-Nya. Meski pada awalnya sulit, meski kita awalnya menderita.
Jika keberserahan diri kita hanya kepada Allah saja, maka akan timbul harapan dan sangka sangka baik (positive thinking). Harapan dan sangka baik ini akan mentenagai diri kita untuk terus berjuang. Menguatkan daya tahan (endurance) terhadap masalah yang sedang dijalani. Hingga pada akhirnya kita memiliki kesabaran yang baik.
Kesabaran dan Batas Masalah
Pahamilah bahwa masalah itu memiliki kadarnya. Jika kadarnya sudah habis, dan prosesnya kita jalani dengan sabar terbukti dengan semua perintah Allah kita jalankan. Biasanya Allah akan memberikan karunia-Nya untuk kita.
Sebaliknya, jika kita menyerah pada masalah, lari dari Allah, yang terjadi adalah ketidakpuasan, kekecewaan, hati nurani kita akan menjerit-jerit. Ada kekosongan dan kehampaan yang pasti mencekam hatinya. Mungkin ia bisa senang senang, tapi jelas tak bahagia. Hanya satu hal yang bisa memutus 'kegilaan' dirinya, yaitu taubat.
Sadarilah, saat kita harus berhadapan dengan berbagai masalah yang begitu kompleks, sekecil dan sebesar apapu masalah itu; menyerahlah pada Allah.
Hanya kepada Allah saja. Bersamaan dengan itu, kesabaran menjalani masalah akan muncul. Harapan dan sangka baik kepada Allah juga muncul. Bahkan potensi terbaik, Allah munculkan wasilah kita belajar dari masalah yang dihadapi. Naiklah level derajat kita di pandangan-Nya.
Tapi jika kita memilih lari dari Allah. Menjauh dan tak mau berserah diri, maka rasakanlah kehancuran. Rasakan sendiri kehampaan, kenestapaan, dan perihnya tak ada sakinah dalam hati dan pikiran. Beban beban masalah itu pada akhirnya justru memadamkan potensi terbaikmu.
Jadi, mau naik level atau hancur sendiri?
***
Penulis: Taufik Ginanjar (Konsultan Psikologi Remaja dan Keluarga)