Bandung - persis.or.id, Jika kita merujuk kepada pengertian toleransi yg terdapat dalam kamus kamus dasar bahasa Inggris, maka ada beberapa esensi dari bertoleransi.
Pertama, "showing respect for the rights or opinion or practices of others." Artinya bahwa toleransi itu adalah menunjukan penghormatan terhadap hak, pendapat, atau perbuatan orang lain.
Dengan catatan bahwa semua itu tidak melanggar norma dan nilai etika yang disepakati bersama dan tidak ada pihak lain yang dirugikan ataupun dilanggar haknya.
kedua, "willing to accept feelings, habits, or beliefs that are different from your own"
Maksudnya bahwa toleransi adalah rela menerima perasaan, kebiasaan, atau keyakinan orang lain yang berbeda dari yg anda miliki. Tentu saja dengan tanpa harus menerima dan menyetujuinya.
Dari pengertian dasar itu maka tidak ada masalah antara toleransi dengan Islam, Sebab memang ajaran Islam tegas menyatakan "laa ikroha fiddin" dan "lakum dinukum wa liya diin".
Islam tidak mengajarkan pemaksaan agama dan bahwa tiap orang bertanggungjawab terhadap keyakinan agama yang dianutnya.
Yang jadi masalah adalah ketika toleransi itu keluar dari koridornya. Seperti atasnama toleransi satu pemeluk agama mengikuti dan meniru atribut atau tradisi agama yg lain. Maka yang seperti ini bukanlah toleransi beragama yang sejati tapi justru jadi toleransi imitasi. Demikian juga toleransi jadi bermasalah ketika dengan alasan toleransi, umat beragama harus membiarkan kemunkaran dan kemaksiatan, atau dgn kedok toleransi satu agama mengajak pemeluk agama lain untuk merayakan upacara keagamaan mereka dengan dalih merekapun ikut merayakan agama orang lain.
Pemahaman dan pengamalan toleransi seperti itulah yang ditolak keras oleh Islam karena itu bukan lagi toleransi yang objektif melainkan toleransi manipulatif. Dan dalam konteks inilah dikeluarkannya fatwa MUI yang mengharamkan umat Islam menggunakan atribut natal.
Disampaikan oleh;
Dr. Jeje Zaenudin
Wakil Ketua Umum PP Persis