Pengelolaan Lahan Wakaf Harus Dibarengi Edukasi Intensif

oleh Reporter

13 Agustus 2024 | 07:13

persis.or.id - Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) kembali menerima amanah wakaf dari jamaah, salah satunya di Kota Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan.

Ketua Bidang Maliyah PP PERSIS, Ustaz Aay Muhammad Furqan mengungkapkan, bertambahnya amanah wakaf ke PERSIS menandakan kepercayaan jamaah atau umat terhadap PERSIS sangat tinggi. 

"Alhamdulillah PERSIS telah mendayagunakan atau memanfaatkan wakaf ini bagi kemaslahatan umat, baik itu dalam bentuk pesantren, madrasah, sekolah, atau juga masjid dan kuburan," kata Ustaz Aay dalam keterangannya, Senin (12/8/2024).

"Selain itu, memang kita juga terus mengembangkan wakaf produktif. InsyaAllah ke depan kita akan lebih memproduktifkan lahan-lahan yang diberikan kepada kita," sambungnya.

Berkaitan dengan tantangan pengelolaan wakaf, lanjut Ustaz Aay, ini harus disadari oleh semua pihak, baik muwakif, nadzir, maupun maukuf alaihi’. Pertama bagi wakif bahwa wakaf adalah sesuatu hal yang diamanahkan wakif kepada nadzir, bukan menjadi hak milik nadzir.

"Hati-hati itu memahaminya. Memahaminya adalah nadzir itu yang bertanggungjawab terhadap wakaf tersebut. Nadzir itu ada perorangan, ada juga lembaga, dalam konteks ini, yang dimaksudkan dengan wakaf itu adalah sesuatu hal yang sudah jadi," ujarnya.

"Banyak sekali tanah wakaf, tidak hanya di PERSIS, melainkan juga di NU, Muhammadiyah, dan ormas lain terkait wakaf ini seperti buang beban. Misalnya, ada tanah yang disebut "tempat jin buang anak," akhirnya karena merasa tidak terurus, lebih baik diwakafkan saja," kata dia.

Ia pun melanjutkan bahwa ketika diwakafkan hanya sebatas lisan saja, dan ketika diminta surat-suratnya justru malah meminta balik agar diurus oleh nadzir.

"Nah inilah persoalan, akhirnya ormas tersebut tidak melanjutkan dan dibiarkan begitu saja. Di sini problemnya bukan ormas nggak mau mengurus, tetapi karena sejak awal sudah tidak jelas soal duduk suratnya," imbuhnya.

Kedua, surat ini harusnya menjadi tanggungan muwakkif, bukan tanggungan nadzir. Kenapa demikian, karena ketika menyerahkan wakaf, maka sudah menyerahkan semuanya termasuk surat-surat, bukan nadzir yang malah diminta mengurusi. Bahkan, seharusnya wakaf itu menjadi sesuatu yang menghasilkan, tetapi nadzir malah mengeluarkan uang.

"Oleh karena itu, ketika disebutkan wakaf, maka harus diluruskan dulu pemahamannya. Kendalanya kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat terhadap pemahaman wakaf ini harus merata. Jadi kendalanya adalah komunikasi," ujar dia.

Maka solusi yang dilakukan, jelas Ustaz Aay, adalah memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa wakaf itu bukan menjadi beban nadzir, tetapi wakaf itu bertujuan untuk menolong nadzir. Menolong nadzir dalam konteks ini, yaitu mereka yang mengelola, kemudian diberikan manfaatnya (mauquf alaihi-nya) kepada organisasi tersebut. 

"Pertama, kita harus terus-terusan melakukan edukasi. Selain itu, kita juga harus melakukan  hubungan yang baik dengan pihak pemerintah dan pihak terkait, seperti KUA, Kemenag, BPN, dan sebagainya, sehingga dengan hubungan baik ini, kendala-kendala yang sulit akan teratasi," ungkapnya. 

PP PERSIS, tambah Ustaz Aay, juga terus melakukan pembenahan administrasi wakaf dengan berbagai unsur. Pada tingkat nasional, pembenahan dengan melakukan komunikasi yang baik kepada Kementerian ATR/BPN. 

"Alhamdulillah, sudah ada MoU PERSIS dengan ATR/BPN. Kedua, membangun komunikasi juga dengan Kemenag, baik tingkat pusat, wilayah sampai KUA, karena yang mengurus akte ikrar wakaf (AIW) itu KUA," ujarnya.

"Dan ketiga, pendokumentasian mulai ditata dengan semakin baik. Ini upaya-upaya yang terus kita lakukan," pungkasnya.

[]

Reporter: Reporter Editor: admin