Terdapat tiga cara untuk meningkatkan daya lenting terhadap bencana.
Pertama, advokasi kesadaran (awareness advocacy), yaitu kesadaran individu secara kolektif yang dapat mendorong penanganan bencana berbasis masyarakat atau jam‘iyyah.
Kedua, keterlibatan komunitas secara kolektif (community involvement), yakni kebijakan pemerintah akan lebih efektif jika melibatkan peran serta masyarakat.
Ketiga, ketersediaan data yang andal (reliable data), karena permasalahan utama yang dihadapi pemangku kebijakan kebencanaan seringkali adalah ketiadaan data mutakhir dan terpercaya, baik data ancaman maupun keterpaparan yang dibutuhkan dalam menyusun rencana kontinjensi secara akurat. Oleh karena itu, perlu adanya pembagian peran dan tanggung jawab semua pihak dalam meningkatkan kesiapsiagaan di semua tingkatan—anak, remaja, dan dewasa—guna menumbuhkan kesadaran terhadap kesiapsiagaan bencana.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pada tanggal 1 Muharam 1427 H, bertepatan dengan 20 Agustus 2006, K.H. Sidieq Amin selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam melantik lembaga kebencanaan dengan nama Siaga Bencana Persatuan Islam di bawah tanggung jawab Bidang Garapan Sosial. Dalam Qanun Dakhili dan Rencana Jihad juga tercantum beberapa program sosial kemasyarakatan, salah satunya adalah kebencanaan.
Dalam pedoman kerja disebutkan bahwa Siaga Bencana Persatuan Islam (SIGAB) adalah satuan tugas tanggap bencana yang menjalankan upaya penanggulangan bencana mulai dari pra-bencana (pengurangan risiko bencana dan mitigasi), tanggap darurat, hingga pasca-bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi).
SIGAB Persatuan Islam mengusung tema penanganan bencana berbasis jam‘iyyah, artinya pelaksanaan penanganannya melibatkan seluruh jamaah Persatuan Islam agar aktif dalam menghadapi bencana. Hal ini selaras dengan paradigma baru dalam penanggulangan bencana.
BACA JUGA: Selain Buat Musholla Darurat, Sigab PERSIS Korda Cianjur Bantu Warga Terdampak Pergerakan Tanah di Cianjur