Struktur organisasi SIGAB terdiri dari beberapa tingkatan, mulai dari SIGAB Pusat, koordinator wilayah (Korwil) setingkat provinsi, koordinator daerah (Korda) setingkat kota/kabupaten, koordinator kecamatan (Korcam), dan di lingkungan pesantren terdapat Santri Siaga.
Dengan struktur seperti ini, diharapkan mampu meningkatkan daya lenting sehingga jamaah selalu siap menghadapi bencana dan siap untuk selamat. Prinsip dari SIGAB Persatuan Islam adalah: "Hendaklah kalian saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan…” (Q.S. Al-Māidah [5]: 2), "Khairunnās anfa‘uhum linnās” (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain), bersifat nirlaba, dan profesional dalam pelaksanaannya.
Kiprah SIGAB Persatuan Islam dalam menangani bencana, baik bencana alam maupun bencana biologi, terbagi dalam tiga fase. Pada pra-bencana, SIGAB memberikan edukasi, sosialisasi, dan peningkatan kapasitas anggota dengan bekerja sama dengan BPBD, dunia pendidikan (Fakultas Kedokteran UNJANI), pengusaha, dan media. Dalam fase tanggap darurat, SIGAB terlibat dalam penanganan gempa Yogyakarta, banjir bandang Garut, gempa Lombok, gempa Palu, erupsi Gunung Merapi dan Semeru, pandemi COVID-19, tsunami Selat Sunda, gempa Cianjur, dan berbagai lokasi lainnya. Sedangkan dalam fase pasca-bencana, SIGAB menjalankan program rehabilitasi dan rekonstruksi. Pendanaan seluruh kegiatan SIGAB Persatuan Islam terutama berasal dari Lembaga Zakat (LAZ) Persatuan Islam serta dari para donatur lain yang tidak mengikat.
Belajar dari pengalaman beberapa negara rawan bencana seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, dan Korea Selatan, kesadaran, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan masyarakat telah tumbuh dan berkembang melalui pelatihan yang teratur. Hasil survei pada gempa Great Hanshin Awaji tahun 1995 di Jepang menunjukkan bahwa persentase korban selamat disebabkan oleh: diri sendiri (35%), anggota keluarga (31,9%), teman/tetangga (28,1%), orang yang kebetulan lewat (2,6%), tim SAR (1,7%), dan lainnya (0,9%). Data tersebut menunjukkan bahwa faktor paling menentukan dalam menyelamatkan diri dari risiko bencana adalah pengetahuan yang dimiliki oleh individu itu sendiri, lalu bantuan dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman risiko, kewaspadaan, dan kesadaran adalah melalui Latihan Kesiapsiagaan Bencana dengan semangat Siap untuk Selamat!
Siaga Bencana Persatuan Islam menekankan pada penanganan bencana berbasis jamaah. Ini merupakan pesan utama yang harus disampaikan kepada setiap orang/jamaah dalam proses penyadaran untuk meningkatkan kemampuan diri. Proses penyadaran ini bertujuan agar setiap orang/jamaah memahami risiko, mampu mengelola ancaman, dan berkontribusi dalam membangun ketangguhan individu maupun masyarakat terhadap bahaya bencana.
Kohesi sosial, gotong royong, dan saling percaya merupakan nilai-nilai perekat modal sosial yang telah teruji dan terus dipupuk, baik secara individu maupun kolektif, untuk mempersiapkan diri, merespons, dan bangkit dari keterpurukan akibat bencana. []
BACA JUGA: Pelatihan Kompetensi: Ketua Sigab PERSIS Jakarta Mukhlis Lamarobak Tegaskan Pentingnya Relawan Memiliki Ilmu dalam Menangani Bencana