Sekelompok sahabat Rasulullah, merasa gundah dengan kemiskinan yang mereka hadapi, mereka gundah bukan karena tidak mendapat bagian dari dana sedekah, justru meraka gundah karena mereka merasa tidak bisa berbuat baik dengan kemiskinan mereka. Hingga akhirnya mereka datang menghadap kepada Rasulullah untuk mengadukan permasalahannya, “Ya Rasulallah, alangkah enaknya jadi orang kaya, mereka dapat mendulang pahala sebanyak-banyaknya dengan kelebihan harta mereka, ketika kami shalat, mereka pun shalat, kami shaum, mereka pun shaum, ketika bersedekah, mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya, sedangkan kami, apa yang dapat kami sedekahkan dengan harta kami? Mendengar pengaduan dan kegelisahan para sahabatnya, Rasulullah saw, menasehati mereka, ”Ingatlah, bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa yang dapat kalian sedekahkan, sungguh setiap tasbih itu adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, memerintah pada yang baik adalah sedekah, mencegah dari yang munkar adalah sedekah, bahkan dakam hubungan suami istrimu adalah sedekah juga. Para sahabat bertanya, ya Rasulallah, apakah ketika kami menyalurkan syahwat kami kepada istri kami padanya terdapat pahala? Rasulullah menjawab, bagaimana pendapatmu kalau hal itu disalurkan kapada yang haram, bukankah padanya menjadi dosa, demikian juga jika disalurkan pada yang halal maka akan menjadi pahala.”
Kekayaan ternyata tidak semata-mata terletak dari banyaknya harta yang dimiliki. Justru kekayaan itu terletak pada kebesaran jiwa seseorang untuk menerima anugerah dari Allah dan menggunakannya untuk berbuat baik bagi sesama.
Harta setiap orang sebenarnya sama, kalau kita lihat dari sudut penggunaannya, sebagaimana diiysaratkan oleh Rasulullah saw, beliau bersabda, ”Anak adam berkata, ’hartaku... hartaku .., padahal tidak ada dari harta mereka itu kecuali pa yang dimakan pasti akan habis, apa yang dipakai pasti akan lusuh, dan apa yang ia berikan (sedekahkan) itulah yang tetap. Selain ketiga hal itu maka akan lenyap atau ia tinggalkan untuk yang lainnya”.
Dengan demikian, maka banyaknya harta tidak tergantung pada berapa kekayaan yang dimilikinya, berapa banyak uang yang tersimpan di brankas, berapa banya pakaian yang tersimpan di lemari, berapa banyak makanan yang tersimpan di gundang. Tapi, hakekat banyaknya harta itu ialah tergantung dari berapa banyak yang disedekahkan di jalan Allah. Karena apa yang dimakan, terbatas dengan kapasitas perut dan selera kita, dan berapa banyak pakaian ataupun fasilitas yang kita miliki tak akan mungkin kita gunakan seluruhnya, apalagi di waktu yang bersamaaan.
Sepuluh pakaian yang kita miliki, tak mungkin akan dipakai semuanya, apalagi dalam waktu yang bersamaan, sebanyak apapun makanan yang kita miliki, tetap saja yang masuk ke mulut kita sesuap demi sesuap. Makanya harta yang terbaik dan mejadi milik kita serta kekal di sisi Allah ialah apa yang kita sedekahkan. ”Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya”. (Q.S. Al-Muzzammil:20)
Setiap rizki yang Allah anugerahkan kepada kita, wajib untuk dikeluarkan sedekahnya, karena dalam setiap harta yang kita miliki tedapat hak tertentu bagi orang-orang miskin sekitar kita. Firman Allah, ”Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” (Q.S. Al-Ma’arij:24-25).
Dengan bersedekah, menyantuni yang miskin menolong yang kesesahan, pada hakekatnya kita telah menolong diri kita sendiri dan menghimpun rizki untuk kita. Rasulullah bersabda, ”tidakkah kalian ditolong dan diberi rizki oleh orang-orang lemah di antara kalian”
Untuk bersedekah tidak mesti menunggu kaya terlebih dahulu, karena dalam bersedekah yang terpenting adalah ketulusan niat untuk membantu sesama dan efek manfaat yang ditimbulkan dari sedekah yang kita serahkan. Allah menyatakan kepada kita, ”... Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. al-Baqarah: 267).
Memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki merupakan indikator kesempurnaan iman seseorang. Allah menyatakan, ”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (Q.S. ali Imran:92). Sehingga dalam bersedekah ini tidak harus barang yang baru dan tidak selalu dengan barang yang banyak.
Bersedekah tidak harus berbentuk harta saja, karena anugerah yang Allah berikan kepada kita sangat banyak. Rasulullah menyatakan kepada kita bahwa ada dua keni’matan yang seringkali terabaikan oleh manusia, yaitu ni’mat sehat dan waktu senggang. Dengan demikian, semakin tegas dan jelaslah bahwa untuk bersedekah tidak mesti menunggu kaya. Dengan tenaga yang kita miliki, kita bisa bersedekah, dengan kesempatan yang kita miliki, kita bisa bersedekah, apapun barang yang kita miliki, yang sudah tidak efektif lagi menurut kita, mungkin bisa bermanfaat bagi orang lain jika kita sedekahkan. Bahkan dengan ”sekedar’ menunujkkan atau memfasilitasi seseorang untuk berbuat baik, itupun sudah menjadi sedekah buat kita. Makanya Rasul menyatakan kepada ketia, ”senyummu kapada saudaramu merupakan sedekah bagimu” dan ”Setiap kebaikan adalah sedekah”.
Rasulullah mengingatkan kepada kita ada dua keni’matan besar yang Allah berikan kepada kita, dan itu meupakan keklayaan yang berharga, namun manusia seringkalai menyepelekan dan melalaikannya, yaitu ni’mat sehat dan waktu kosong. Kesehatan dan waktu senggang yang kita miliki, wajib padanya untuik disedekahkan. Dan ada banyak kebaikan yang bisa kita perbuat dengan dua keni’matan tersebut, dan sekali lagi, tidak perlu mengeluarkan uang. Ketulusan senyum seseorang kepada saudaranya, sehingga membuatnya lepas dari kesulitan, itu merupakan sedekah baginya.
Orang kaya dan miskin memiliki kesempatan yang sama untuk bersedekah mengigat beberapa hal, pertama bahwa banyaknya rizki tidak terletak pada banyaknya harta yang dimiliki. Kedua, harta itu tidak hanya berbentuk uang atau materi saja, dan ketiga bersedekah itu tidak mesti dengan uang saja. Keempat, banyaknya sedekah itu tidak tergantung dari besarnya nominal yang dikeluarkan, tapi tergantung dari motivasi dan nilai yang dikeluarkannya.
Kebaikan bisa muncul dari siapa saja, bahkan dari seseorang yang tidak disangka-sangka. Dan dodorang seseorang untuk berbuat baik pun macam-macam. Karenanya ajakan bersedekah itu merupakan ajakan yang umum bagi setiap muslim, dan kita harus memberikan kesempatyan yang sama bagi setiap muslim untuk bersedekah. Karean berbuat baik (bersedekah) bukan monopoli orang-orang kaya saja. Ingat, jangan disepelekan sedekah seseorang sekecil apapun, karena bisa jadi, yang kecil menurut kita, justru itulah yang membawa keberkahan bagi kita. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda, ”Jangan kau hinakan (anggap sepele) kebaikan sekecil apapun”.
Seorang mau bersedekah itu bukanlah karena kekayaan yang dimilikinya, tapi merupakan pilihan hidupnya untuk mengivestasikan rizkinya di sisi Allah. Mereka yang menjadikan sedekah sebagai jalan hidupnya, akan merasa gundah jika sehari saja tidak memiliki kesempatan untuk bersedekah, walaupun harta yang dimilikinya terbatas. Sementara orang yang bakhil, ia akan merasa rugi jika ada orang yang meminta sedekah padanya.
Wallaahu a’lam
Abu Faqih Aso al-Bakr