Tak perlu diragukan lagi, setiap orangtua secara keumuman pasti menyayangi anak-anaknya. Ayah dan ibu tentunya akan terus berusaha memberikan yang terbaik. Berbagai kebutuhan buah hatinya, tentu akan terus diperhatikan dan diberikan selama ia mampu. Bahkan jika orangtuanya tak mampu, mereka rela berkorban untuk membahagiakan anak-anaknya.
Orangtua sudah memberikan berbagai kebutuhan dan keinginan anaknya, namun dalam proses perkembangan akhlaknya, kenapa ada anak yang memiliki akhlak tak sesuai harapan ayah ibunya?
Bahkan ayah ibunya, menyekolahkan anaknya ke pesantren. Bahkan ada juga yang disekolahkan ke sekolah elit yang biaya bulanannya mencapai puluhan juta. Bagi ayah ibunya hal tersebut direlakan, asal anaknya memiliki prestasi dan akhlak yang baik. Asal anaknya jadi sholeh sholehah.
Jangan-jangan selama ini ayah ibu memiliki anggapan sudah memberikan segalanya. Padahal boleh jadi ada beberapa kekeliruan dalam memberikan kasih sayang pada anak, dan hal itu berdampak pada perilakunya.
Jika kita teliti lagi, banyak ayat Al-Quran dan Hadits yang mengajarkan cara benar dalam menyayangi anak. Allah yang telah menciptakan diri kita, Allah pula yang menurunkan Al-Quran untuk kita pedomani dalam hidup ini. Jauh sebelum ilmu psikologi dikenal, Al-Quran sudah membuktikan kemukjizatannya dari dulu sampai saat ini dan seterusnya hingga akhir zaman. Termasuk pola mendidik anak sudah diterangkan dalam Al-Quran. Jika pola pola kebutuhan kasih sayang ini sudah diberikan kepada anak, urusan kebutuhan yang lain akan mengikuti dengan sendirinya.
Ajarkan Tauhid Sedini Mungkin
Jika benar kita mencintai dan menyayangi anak kita, maka ajarkanlah Tauhid sebagaimana yang telah dikisahkan dalam Al-Quran. Tauhid adalah modal paling berharga dan tak pernah ternilai, yang bisa diberikan oleh siapa saja kepada anaknya. Pemahaman tauhid yang benar, akan membentuk adab seorang anak. Tak sedikit orangtua yang berinvestasi di wilayah material, ia hanya memberikan kebutuhan makan minum dan mainan saat anak-anaknya masih kecil. Mengajak anak untuk bermain dan berkreasi. Hal itu memang bagus, tapi yang paling harus diperhatikan pertama kali dalam menyayangi anak adalah ayah ibunya menginvestasikan waktu untuk mengajarkan tauhid kepada anak-anaknya.
Kenapa harus dilakukan sedini mungkin? Semakin anak mengenal fitrahnya sebagai manusia yang bertauhid, maka ketauhidan tersebut semakin tertanam dalam alam bawah sadarnya. Allah akan menjaga dan memelihara anak ini dari berbagai fitnah kehidupan. Sebagaimana yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada Ibnu Abbas RA.
Uswah Keshalehan dari Ayahnya
Yang paling bertanggungjawab dalam urusan menshalehkan anak-anak justru terletak pada ayahnya. Peran ayah sebagai pemimpin (leader) harus bisa memberikan teladan (uswah hanasah) kepada istri dan anak-anaknya. Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan peran ayah dalam mengawal keshalehan putra-putrinya. Misalnya; Nabi Ibrahim membina ketauhidan Ismail dan Siti Hajar, Nabi Zakariyya AS dengan Yahya AS, Nabi Ya'qub dengan putra-putranya, Nabi Daud AS dengan Sulaiman AS, Nabi Nuh dengan putranya, bahkan ada orang shaleh yang bukan nabi, namun Al-Quran mengabadikan kisahnya sebab ia bisa memberi keteladanan dalam membina Tauhid dan Adab kepada anak-anaknya, ia bernama Lukmanul Hakim.
Jika kita benar-benar sayang kepada anak-anak, maka kita mesti memberikan teladan yang baik di rumah dari segala aspek. Inilah peran kita sebagai seorang ayah. Peran sebagai pemimpin di keluarga. Allah akan memberkahi mereka yang belajar dan terus berjuang dalam memberikan keteladanan yang baik kepada anak istrinya.
Dikenalkan Adab Sejak Kecil
Adab atau akhlak yang baik merupakan sebuah kebiasaan yang diulang ulang. Ketika anak masih sangat kecil, ia tak mengerti salah benar, bahaya atau tidak, pantas atau tidak, dan berbagai nilai lainnya. Disini peran ayah ibunya dalam membiasakan anak memahami dan melakukan adab dalam setiap aktivitas kesehariannya. Jika anak melakukan kekeliruan, ayah ibuhya mesti mengingatkan dan terus diarahkan agar anak bisa memiliki adab yang baik. Jika kita benar benar menyayangi anak, maka jangan bosan dan lelah dalam mengajarkan adab pada anak-anak. Pasti berat dalam menjalaninya, tapi apa yang kita tanam akan kita tuai di masa tua nanti. Kelak, saat di usia tua renta, giliran anak-anak kita lah yang beradab kepada orangtuanya. Merekalah yang menjadi pelipur lara kita di usia senja. Mereka pula yang akan terus mendoakan kita kelak di alam barzakh. Doa mereka menjadi pahala kebaikan yang terus mengalir.
Ajak Shalat dan Akrabkan dengan Al-Quran
Bentuk sayang yang seringkali terlupakan oleh kebanyakan ayah ibu adalah tidak terus terusan mengajak anaknya untuk mengikuti shalat fardhu. Lagi lagi, disini peran penting seorang ayah harus muncul. Ayah bertanggungjawab penuh dalam menciptakan suasana rumah yang Islami, diantaranya shalat fardhu dan membaca Al-Quran. Jika anaknya seorang laki-laki, maka ayahnya mesti mengajak si anak ke masjid. Ayah ibunya mesti terus belajar membaca Al-Quran dan memperbagus bacaannya. Anak anak akan melihat dan mendengar, lantas mereka akan meniru. Anak-anak adalah peniru yang luar biasa, mereka bisa meniru dan lebih handal dari yang ditirunya. Jika benar kita menyayangi anak, maka luangkan waktu untuk mengajak anak-anak ke masjid. Luangkan waktu untuk mengajarinya huruf hijaiyyah, huruf-huruf Al-Quran. Akrabkan sedini mungkin dengan Al-Quran.
Pahamkan bahwa Ayah Ibu Menyayanginya
Aspek kebutuhan emosional yang harus dipenuhi berikutnya adalah menanamkan kesadaran bahwa ayah ibunya menyayangi anak-anaknya. Mengapa ini harus dilakukan? Sebab di era milinial saat ini, ayah ibu memiliki saingan yang berat. Sebut saja; Gadget, Internet, Medsos, Tayangan TV dan Lingkungan Pertemanan si anak. Kenapa anak zaman dulu mudah patuh kepada ayah ibunya? Karena dulu ayah ibuhya memegang peran sentral dalam mempengaruhi pemikiran anaknya. Tapi sekarang zaman berubah. Ayah ibu punya banyak saingan dalam mempengaruhi pemikiran anak anaknya.
Bentuk Sayang, Tak semuanya Harus Manis
Jika orangtua benar benar menyayangi anaknya, maka mereka tak boleh mengikuti semua kemauan atau keinginan anaknya. Rasa sayang berarti ayah ibu memberikan batasan batasan yang jelas dan berdampak baik pada keshalehan anak anaknya. Jika ayah ibu terus memberikan apa yang diminta oleh anaknya, jangan membayangkan anak bisa tumbuh dengan adab yang baik. Jangan harapkan anak kita menjadi anak yang berbakti. Sebab, jika orangtua terus terusan memberikan apa yang diminta dan kemauan anaknya, maka orangtua sedang mengajari anak anaknya untuk durhaka. Disinilah pentingnya mengajarkan rasa sayang yang benar. Ajarkan pada anak anak kita bahwa sayang itu tak selalu manis, sayang adakalanya mesti pahit.
Meluangkan Waktu untuk Cerita
Bentuk sayang berikutnya adalah memenuhi kebutuhan emosional anak dengan meluangkan waktu sekitar 10-30 menit untuk saling cerita antara anak dan kedua orangtuanya. Dalam hal ini, tak sedikit orangtua yang lalai. Anak tak butuh ayah ibunya full 24 jam. Mereka hanya butuh beberapa menit saja untuk dekat dan merasakan kehadiran fungsi ayah ibunya di hidup anaknya. Jika benar kita menyayangi anak, siapapun dan sesibuk apapun kita maka luangkan waktu untuk saling komunikasi dengan anak anak. Jangan hanya memanggil dan berkata kata pada anak, saat kita butuh bantuan mereka saja atau saat kita mau memarahi mereka saja. Ingat, cuma meluangkan waktu berkualitas 10-30 menit saja, itu akan sangat berarti bagi anak-anak kita kedepannya.
Ungkapkan Sayang dengan Sentuhan
Kita biasa melihat anak sun tangan kepada ayah ibunya. Tetapi justru yang dilakukan oleh baginda Nabi SAW kepada cucu cucunya adalah sebaliknya. Nabi SAW selalu mendahului mereka dalam mengekspresikan cinta dan sayangnya. Nabi SAW selalu mendekap dan lantas mencium kening para cucunya. Artinya, ayah ibu disunnahkan untuk mengungkapkan rasa sayang dalam bentuk sentuhan. Sentuhan tangan yang bisa membuat anak anak berangkat dalam suasana damai, tenang dan menentramkan. Tepuk tepuk bahunya. Usap usap kepalanya. Dan katakanlah ucapan ucapan doa agar anak bisa optimis dalam menjalani hari harinya.
Mendoakan Kebaikan untuk Mereka
Jika benar kita menyayangi anak anak, maka luangkan pula waktu untuk mendoakan kebaikan bagi mereka. Di sela kesibukan mengerjakan kerjaan rumah, di sela waktu dalam perjalanan ke tempat kerja, saat kita lelah, saat kita sedih, saat kita bahagia, saat kita shaum, saat hujan turun, saat sepertiga malam, dan selepas shalat. Doakan kebaikan dan ketaqwaan bagi anak-anak kita.
Memaafkan Mereka
Terakhir, tak jarang anak-anak membuat kita jengkel, kesal dan marah. Mungkin mereka tak paham kondisi kita sedang lelah. Mungkin mereka tak tau permasalahan dan beban berat yang sedang kita pikul saat ini. Mungkin anak-anak belum mengerti bahwa ayah ibunya sedang dihimpit beragam masalah. Apapun perilaku anak yang membuat kita kesal dan marah, maka maafkanlah mereka. Maafkan ketidaktauan dan kepolosan mereka. Maafkan kata-kata mereka. Jangan ada kata negatif yang diarahkan pada diri mereka. Kalau mau meluapkan kemarahan maka luapkan saja pada perilaku yang salahnya. Jangan sampai merendahkannya. Jangan sampai harga dirinya hancur di rumah. Ubah sudut pandang kita. Mungkin anak sedang ingin main dan menuntut ayah ibunya meluangkan waktu untuk mereka. Namun kita saat itu sedang lelah. Tapi percayalah, memaafkan kesalahan mereka dan mengkomunikasikannya baik-baik akan menambah rasa sayang antara anak dan orangtuanya. Allah pasti memberkahi keluarga yang saling menyayangi.
Allahu A'lam.
***
Penulis: Taufik Ginanjar