Jakarta - persis.or.id, Wakil ketua umum PP Persis, Dr.Jeje Zaenudin, mewakili Persis menjadi salah satu pembahas materi rancangan Undang Undang Haji yang baru, dalam Forum Group Discussion di gedung DPR RI Fraksi Gerindra (13/10/2016)
Undang-undang haji tahun 1999, tahun 2008 dan terakhir tahun 2009 dinilai masih banyak kelemahan. "Kelemahan itu diataranya aspek lembaga pengelolaan yang masih tumpang tindih antara Pemerintah dalam hal ini Kemenag sebagai regulator dengan Kemenag sekaligus sebagai operator dan eksekutor penyelenggaraan ibadah haji nasional sehingga menyebabkan kesulitan objektivitas dalam pengawasan dan penilaian", papar Dr.Jeje.
Selain itu Dr. Jeje pun menyebutkan bahwa pengelolaan dana haji yang begitu besar belum terpisah dari Legulator dan Eksekutornya, yaitu kemenag. Masalah lainnya adalah belum terakomodir secara maksimal peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan haji yang bergabung dalam Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Bahkan ada kesan selama ini eksistensi dan peran KBIH dipersempit dan dipersulit.
Dengan RUU haji yang baru diharapkan pelaksanaan penyelenggaraan perjalanan ibadah haji dikelola oleh satu badan hukum negara yang independen langsung dibawah Presiden. Seperti pengelolaan Zakat oleh Baznas dan Wakaf oleh BWI agar tidak tumpang tindih tugas kemenag antara regulator dan operator.
Dr.Jeje menilai pengelolaan haji harus tetap sebagai hajat negara yang bersifat nasional, sehingga negara tetap berkewajiban terlibat dan bertanggungjawab terhadap keamanan, kenyamanan, dan keselamatan seluruh jamaah haji Indonesia.
Adanya RUU yang baru akan bisa memberi ruang gerak eksistensi bagi KBIH. "Dengan RUU haji yang baru, KBIH dilibatkan maksimal, ia sebagai mitra pemerintah mendapat perhatian, kemudahan, bahkan fasilitas untuk menunjang kesuksesan penyelenggaraan ibadah haji", pungas Dr.Jeje.